Home Ekonomi Status Negara Berkembang Dicabut AS, Gimana Nasib Indonesia?

Status Negara Berkembang Dicabut AS, Gimana Nasib Indonesia?

Jakarta, Gatra.com - Pemerintah memperkirakan, pencabutan status Indonesia sebagai negara berkembang akan sangat mempengaruhi neraca perdagangan dalam negeri. Hingga pada akhirya, pencabutan status itu akan berakibat pada semakin melebarnya defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia.

Sebab, saat status negara berkembang dicabut, Indonesia akan kehilangan fasilitas khusus yang diberikan oleh Amerika Serikat. Salah satunya adalah fasilitas bea masuk impor atau skema generalized system of preferences (GSP) yang ditetapkan AS.

"Oh iya, jelas (berisiko defisit)," kata Sekretaris Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian Susiwijono, di acara IDX Economic Forum, di Jakarta, Senin (24/2).

"Karena begitu kita keluar dari negara berkembang ada konsekuensinya dari masalah fasilitasi perdagangan," tambah Susi.

Setelah GSP tidak berlaku lagi, Indonesia diharuskan untuk membayar bea masuk dengan tarif normal atau Most Favoured Nation (MFN). Itu lah yang nantinya dapat membuat Indonesia kehilangan daya saingnya di pasar AS.

"Ekspor pasti terpengaruh. 12,9 persen ekspor kita ke AS. GSP kita kan sangat besar. Angka-angkanya teman-teman (Kementerian) perdagangan yang tahu, tapi pasti terpengaruh,” jelas dia.

Padahal, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), surplus perdagangan Indonesia dengan AS pada Januari 2020 sebesar US$1,01 miliar. Angka itu jauh lebih besar, dibandingkan surplus perdagangan yang sama di periode sebelumnya.

Tidak hanya itu, di tahun 2019, AS juga menjadi negara tujuan ekspor kedua Indonesia, dengan porsi mencapai 11,41 persen, atau sekitar US$17,68 miliar. Hanya kalah satu tingkat di bawah Cina, dengan porsi ekspor mencapai 16,68 persen.

Sementara itu, Presiden AS Donald Trump melalui Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) telah resmi mencabut status negara berkembang dari beberapa negara, salah satunya Indonesia, pada 10 Februari lalu. Itu dilakukannya karena dia menilai, tidak sedikit negara yang hanya berpura-pura sebagai negara berkembag saja.

 

266