Home Hukum Luthfi Sebut 5 Alasan Multibar Pas untuk Advokat Indonesia

Luthfi Sebut 5 Alasan Multibar Pas untuk Advokat Indonesia

Jakarta, Gatra.com - Alumnus School of Law, Warwick University, United Kingdom (Chevening Scholarship), TM. Luthfi Yazid, berpendapat bahwa ada 5 alasan multibar lebih pas untuk mewadahi advokat di Indonesia.

Luthfi dalam keterangan tertulis, Kamis (27/2), memulai 5 alasannya dari peristiwa adanya kesepakatan 3 kubu Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) untuk islah atau rujuk. Menurutnya, babak baru tersebut merupakan peristiwa biasa dan tidak perlu dibesar-besarkan? setelah organisasi tersebut pecah kongsi.

Momentum tersebut menjadi menarik perhatian karena kesepakaan tertulis ketiga kubu ?diinisiasi oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD dan dihadiri Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM), Yasonna Hamonangan Laoly pada Rabu kemarin (26/2).

Kemudian, dalam pertemuan dengan agenda makan malam yang difasilitasi dan diinisiasi oleh Mahfud MD dan dihadiri Yasonna, Otto Hasibuan dari salah satu kubu Peradi, menyampaikan kepada media, kesepakatan ini diharapkan mendapat perhatian dari Mahkamah Agung (MA) yakni mencabut Surat Ketua (SK) MA No 73/KMA/HK.01/IX/2015.

Intinya, SK tersebut menyatakan bahwa Ketua Pengadilan Tinggi (PT) memiliki kewenangan untuk melakukan penyumpahan terhadap advokat yang memenuhi syarat dari organisasi advokat manapun.

"Otto Hasibuan berkata kepada media: Kita harapkan kesepakatan ini mendapatkan perhatian serius Mahkamah Agung sehingga Surat Ketua MA Nomer 73 tahun 2015 (dicabut) demi mengembalikan marwah dan martabat advokat Indonesia," ujarnya.

Soal pertemuan ini, Luthfi mempertanyakan kapasitas Menkopolhukam dan Menkumham yang hendak menyatukan ketiga kubu advokat tersebut tanpa mengajak organiasi advokat lain seperti ?Kongres Advokat Indonesia (KAI) dan organisasi advokat lainnya.

"Mengapa ada diskriminasi? Apakah Menkopolhukam dan Menkum HAM tersebut memiliki legal standing, mempunyai kewenangan dan mendapat mandat konstitusional untuk menginisiasi bersatunya tiga organisasi advokat tersebut?" ujarnya.

Pertanyaan Luthfi selanjutnya, organisasi advokat (OA) adalah organisasi yang independen dan imparsial. Sebab itu, Menkopolhukam dan Menkum HAM yang merupakan lembaga eksekutif dalam kapasitas apa menginisiasi OA tersebut?

"Kami berpendapat bahwa intervensi negara, melalui organnya yakni Menkopolhukam dan Menkum HAM, yang cenderung mengarahkan kepada sistem wadah tunggal advokat (Single Bar) dan bukannya Multi-Bars sebagaimana realitas objektif yang ada saat ini," ujarnya.

Terkait kondisi tersebut, lanjut Luthfi, wadah tunggal (single bar) harus ditolak. "Mengapa? Pertama, konstitusi, UUD 1945 sebagai meta-norm, kesepakatan luhur dan rujukan utama memberikan jaminan bagi kebebasan berserikat dan berorganisasi," ujarnya.

Kebebasan berserikat dan berorganisasi dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945 sebagai salah satu hak fundamental (fundamental rights ) warga negara. Konstitusi adalah semacam “pemberian kuasa” dari rakyat kepada negara dan karenanya merupakan amanah yang harus dijalankan.

"Ini artinya pengekangan terhadap organisasi advokat agar hanya berbentuk single bar, bukan saja bertentangan dengan realitas objektif dunia advokat saat ini, tetapi juga melanggar konstitusi," katanya.

Pria yang merupakan satu pendiri dan Wakil President KAI ini berpendapat, jika hal ini dipaksakan, jangan disalahkan bila ada yang beranggapan bahwa upaya Menkopolhukam dan Menkum HAM menginisiasi dan memfasilitasi beberapa organisasi advokat agar homogen adalah agar kebijakan pemerintah dapat dukungan dari organisasi advokat sebab banyak kebijakan pemerintah yang jauh dari rasionalitas hukum, kebenaran dan keadilan (the truth and justice).

Kedua, upaya homogenisasi, uniformitasi atau penyeragaman juga mengancam Pasal 31 UUD 1945 karena berpotensi memblokir pembelajaran masyarakat. OA adalah juga media pembelajaran bagi warga masyarakat hukum dan pembuka jalan untuk mendapatkan access to justice. Ruang pembelajaran kepada publik mestinya diperluas, bukan diciutkan.

Ketiga, lanjut Luthfi, semua pihak tidak boleh menderita historical amnesia atau amnesia sejarah (penyakit lupa terhadap sejarah) bahwa upaya untuk membuat wadah tunggal organisasi advokat atau menyeragamkan organisasi advokat sudah ada sejak lama.

Bahkan, ujar Luthfi, Orde Baru yang terkenal dengan penyeragaman atau homogenisasi tidak sanggup mempersatukan dan menyeragamkan organisasi advokat. Fakta sejarah menunjukkan bahwa upaya penyeragaman selalu gagal dan organisasi advokat selalu terpecah.

"Cukuplah pengalaman di masa lalu menjadi pelajaran berharga bagi kita! Bukankah saat ini organisasi advokat (OA) di Tanah Air sudah mencapai sekitar 28-an OA?" ujarnya.

Menurut Luthfi, mestinya jika OA dianggap terlalu banyak maka yang dapat diterapkan adalah threshold system of lawyers association, seperti parliamentary threshold bagi partai politik. Misalnya, harus ada verifikasi dan validasi, apakah sebuah organisasi advokat umpamanya telah memiliki kantor dan pengurus di tingkat daerah setidaknya perwakilan di 20 provinsi.

"Jika tidak, maka OA yang belum memiliki perwakilan di 20 provinsi harus dianggap tidak lolos verifikasi. Siapa yang akan melakukan verifikasi? Itu soal berikutnya," ujarnya.

Alasan keempat, bahwa kualitas advokat saat ini, kabarnya menurun, maka hal ini tidak dapat disalahkan kepada OA saja, namun perguruan tinggi hukum (fakultas hukum) justeru harus lebih bertanggung jawab. Bahkan, OA sebenarnya telah membantu pemerintah untuk mengurangi pengangguran di kalangan alumni fakultas hukum.

"Dalam meningkatkan kualitas advokat, OA perlu memberikan pendidikan lanjutan profesi advokat, pendidikan karakter, serta memberikan bekal kompetensi agar memiliki skill dan kemampuan yang memadai menghadapi era disrupsi dalam industri hukum (disruption in legal industry)," katanya.

Terakhir ata kelima, dalam Refleksi Akhir Tahun MA, Ketua MA, Hatta Ali, menyatakan bahwa MA tidak akan terlibat dan tidak akan berpihak kepada organisasi advokat yang ada. Ia tak akan intervensi soal kisruh wadah tunggal organisasi advokat.

"Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali menyatakan biar pasar dan masyarakat pencari keadilan yang menentukan," ujarnya. Menurut Luthfi, it?u sebabnya hanya dengan multibarlah seleksi alamiah akan berlangsung.

679