Home Gaya Hidup Melihat Golek Menak, Tari Karya Sultan HB IX soal Agama Suci

Melihat Golek Menak, Tari Karya Sultan HB IX soal Agama Suci

Yogyakarta, Gatra.com – Ulang tahun ke-31 atas penobatan raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, dirayakan melalui pameran busana "Abalakuswa: Hadibusana Keraton Yogyakarta". Menariknya, pembukaan pameran itu di pagelaran keraton, Sabtu (7/3) malam, mementaskan Beksan Golek Menak karya Sultan HB IX yang menyimbolkan penyebaran agama Islam.

Beksan atau tari Golek Menak dalam lakon “Jayengrana Jumeneng Nata” dipentaskan secara kolosal dengan melibatkan seratusan penari dan pemain gamelan. Tari ini salah satu karya seni ciptaan Sultan HB IX (1940-1988), ayah Sultan HB X.

Tari ini lahir pada 1941 ketika HB IX terinspirasi dari pertunjukan wayang golek menak di Kedu. HB IX pun mengundang seorang dalang dari Kulonprogo untuk memainkan wayang golek di keraton dan menunjuk penari terbaik untuk menggubahnya ke tarian.

Beda dari sendratari lain yang menukil epos Mahabarata atau Ramayana, tari ini mengambil kisah Serat Menak yang bersumber dari Hikayat Amir Hamzah yang berkembang di Melayu.

Alhasil nama-nama di tari ini hasil adaptasi Jawa atas nama non-Jawa, seperti nama tokoh utama Amir Ambyah. Ciri unik lainnya, tari ini menggunakan bahasa bagongan, bahasa khas Keraton Yogyakarta.

Sendratari ini mengisahkan penyebaran agama suci oleh seorang putra adipati asal Kadipaten Mekah, termasuk dengan melawan raja jahat dan upaya adu domba. Pementasan fragmen tari ini diwarnai koreografi duel, adu panah, hingga sepasang penari yang memerankan garuda dan harus memanggul penari lain seolah-olah tengah terbang menaiki burung itu.

Penonton, termasuk Sultan HB X dan keluarga, abdi dalem, para undangan, warga, dan turis mancanegara antusias menyaksikan pentas ini selama 1,5 jam. Setelah pertunjukan ini, Sultan membuka pameran busana yang digelar hingga 4 April 2020.

Saat memberi sambutan sebelum pentas tari itu, Sultan menyatakan bahwa peradaban unggul Yogyakarta menjadi titik tumbuh sumber kekuatan renaisans, termasuk ketika Sultan HB IX mengizinkan pagelaran keraton, lokasi gelaran acara ini, dibuka lebar untuk perkuliahan.

"Kewajiban saya adalah melanjutkannya menjadi sebuah gerakan kebudayaan yang sistemik dan masif yang tidak cukup hanya sampai pada kesejahteraan rakyat, tapi lebih dari itu demi kemuliaan martabat manusianya," ujar Sultan.

2382