Home Ekonomi HIPMI Komentari Permendag Pembebasan Impor Bawang Putih

HIPMI Komentari Permendag Pembebasan Impor Bawang Putih

Jakarta, Gatra.com- Kementerian Perdagangan membuka luas impor bawang putih dan bawang Bombay. Kebijakan ini sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 27 Tahun 2020 tentang perubahan atas Permendag Nomor 44 Tahun 2019 tentang ketentuan impor produk hortikultura, impor kedua komoditas hortikultura tersebut tanpa harus persetujuan impor baik itu Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) maupun Surat Persetujuan Impor (SPI).

 

Menanggapi peraturan tersebut, Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) menyuarakan pendapatnya. Kompartemen Tanaman Pangan BPP HIPMI, Tri Febrianto mengkhawatirkan stok bawang putih dan bombay impor di dalam negeri akan berlebih.

“ Alasanya untuk meredam harga, tapi dampak negatifnya lebih mengerikan yakni membunuh petani dalam negeri. Petani di Indonesia dengan dukungan pemerintah hingga saat ini tengah semangat atau masif membudidayakan bawang putih, tak hanya untuk penuhi kebutuhan dalam negeri, namun bertujuan untuk ekspor agar pendapatan petani semakin mensejahterakan,” katanya melalui rilis yang diterima Gatra, Jumat (20/3).

Ia menyarankan, Kementerian Perdagangan mengamati program swasembada bawang putih dan petani. Terutama terkait impor bawang putih dan bombay harus memperoleh RIPH dan SPI tertuang dalam UU Nomor 13 tahun 2010 pasal 88 tentang hortikultura.

Berdasarkan persyaratan RIPH, lanjut Tri, pemerintah bisa menentukan pemerataan terhadap pelaku usaha (importir) siapa yang bisa mengimpor. Bahkan ekstrimnya bisa yang besar-besar tidak bisa impor, tetapi intinya dengan perberlakuan RIPH pemerintah bisa menentukan pemerataan untuk bisnis bawang putih struktur bisnisnya bukan kartel.

“Berikutnya semangat untuk menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan dalam negeri sebagian dipenuhi dari produksi petani kita menjadi kandas. Sebab harga dikendalikan oleh kartel dari pemain besar. Kapan harga dinaikkan untuk memperoleh keuntungan dan kapan harga diturunkan untuk memukul petani kita, sehingga petani kita sangat rentan dalam usaha budidaya, jadi akan rugi,” bebernya.

Oleh karena itu, pria yang akrab dipanggil Buyung ini sangat menyayangkan jika alasan penerbitan Permentan Nomor 27 Tahun 2020 itu untuk stabilisasi harga dalam rangka penanganan Covid-19. Sebab jika dilakukan impor, harusnya tidak dengan hanya dilakukan importir besar. Di sisi lain, budidaya bawang putih di daerah sentra produksi seperti Magelang, NTB, Jawa Timur, Jawa Barat dan daerah lainnya masih berjalan normal.

Perlu diketahui, di tahun 2020 ini pemerintah melalui Kementerian Pertanian memproyeksikan penanaman bawang putih sebanyak 40 hingga 60 ribu hektar dan 2021 akan mencapai 80 hingga 100 ribu hektar. Kementerian Pertanian sendiri mengakui telah menghitung ada 600 ribu hektar lahan yang siap untuk ditanam bawang putih.

"Kebijakan swasembada ini harus tetap didukung dengan tetap patuh pada syarat yang harus dipenuhi oleh Importir. Pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri harus menjadi prioritas sebab impor adalah langkah terakhir juga memang produksi dalam negeri tidak memenuhi. Bukan justru membiarkan importir tertentu masuk tanpa batas tanpa memenuhi syarat impor dengan dalih stabilisasi harga," ungkapnya.

87