Home Politik Meninggalnya ABK, Titik Balik Ungkap Mafia Perbudakan Modern

Meninggalnya ABK, Titik Balik Ungkap Mafia Perbudakan Modern

Jakarta, Gatra.com – Kasus dugaan praktik eksploitasi anak buah kapal (ABK) asal Indonesia di kapal ikan China, Long Xin 629 belum lama ini terus bergulir. Kejadian tersebut mengakibatkan meninggal dan dilarungnya 4 orang ABK asal Indonesia. Tak hanya itu sebanyak 14 ABK meminta perlindungan hukum saat berlabuh di Busan, Korea Selatan.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam konferensi pers virtual pada Kamis (7/5) mengatakan pemerintah Indonesia sudah menyampaikan nota diplomatik kepada Kemenlu China untuk mengklarifikasi pelarungan terhadap ABK tersebut. Pihak Kemenlu China bersikukuh pelarungan terhadap ABK asal Indonesia dilakukan sesuai ketentuan kelautan internasional. “Kemlu RRT menjelaskan bahwa pelarungan telah dilakukan sesuai praktik kelautan internasional untuk menjaga kesehatan awak kapal sesuai ketentuan ILO,” ucap Retno.

Tak hanya itu, Kemenlu China juga menyampaikan ABK yang meninggal di kapal dan dilarung ke laut sudah memeroleh persetujuan dari pihak keluarga. “Dari informasi yang diperoleh KBRI, pihak kapal telah memberitahu pihak keluarga dan mendapat surat persetujuan pelarungan ke laut dari keluarga tertanggal 30 Maret 2020, pihak keluarga juga sepakat menerima kompensasi kematian dari kapal Tian Yu 8,” katanya.

Baca juga: Keluarga Keberatan Jasad ABK Kapal Cina Dilarung ke Laut

Anggota Komisi I DPR, Sukamta mengatakan pemerintah sebaiknya tidak berhenti pada pernyataan yang disampaikan Kemenlu China. Lebih jauh, terang Sukamta, pemerintah harus membongkar kotak pandora praktik pelanggaran HAM berupa tindakan perbudakan atau eksploitasi berlebihan di atas kapal asing.

“Saya lihat yang menimpa saudara kita para TKI yang menjadi ABK di kapal Long Xing 605, Long Xing 606 dan Long Xing 629 sudah mengarah kepada modern slavery. Dari enam elemen perbudakan modern, kasus yang menimpa para ABK ini terindikasi memiliki tiga elemen di antaranya seperti buruh kontrak, pekerja paksa dan perdagangan manusia,” ujarnya dalam keterangan yang diterima Gatra.com, Sabtu (9/5).

Politisi PKS itu menyebutkan kejadian yang terjadi di kapal Long Xin bukan kasus yang sederhana. Pemerintah menurutnya perlu meminta bantuan Interpol untuk melakukan investigasi menyeluruh.

“Saya menduga ada jaringan mafia perbudakan di balik ini yang memiliki operator perusahaan pengerah tenaga kerja di berbagai negara. Oleh sebab itu ini harus diungkap sampai tuntas agar kejadian serupa tidak terulang,” katanya.

Dirinya mengibaratkan kasus yang mengarah kepada perbudakan modern ibarat fenomena gunung es, yang terlihat hanya sebagian kecilnya. Sukamta mengutip perkiraan dari lembaga The Walk Free Foundation dalam The Global Slavery Index, yang melansir terdapat 40 juta orang yang mengalami perbudakan modern pada 2017.

Baca juga: Agen Perekrut ABK Long Xing Dilaporkan atas Dugaan TPPO

“Jadi sangat mungkin ada banyak TKI kita yang saat ini bekerja sebagai ABK pada kapal-kapal asing alami tindakan yang tidak manusiawi. Juga TKI-TKI yang bekerja di pabrik-pabrik dan di perkebunan yang dipaksa bekerja hingga 18 jam sehari dan gaji yang sangat minim. Yang jadi pertanyaan selama ini BNP2TKI sebagai lembaga yang paling bertanggung jawab terhadap penempatan TKI apakah tahu akan hal ini?,” ujarnya.

Dirinya menambahkan melihat kejadian perbudakan modern ini biasanya melibatkan perusahaan pengerah tenaga kerja. Mereka memberikan promosi kerja di luar negeri dengan iming-iming gaji tinggi namun tidak pernah mendapatkan hak sebagaimana yang tertulis di perjanjian kerja. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang mendaftar TKI tersebut mengaku sudah membayar uang jaminan hingga jutaan rupiah.

Terkait rencana pemulangan 14 ABK WNI oleh pemerintah, Anggota DPR RI asal Yogyakarta itu memberikan apresiasi positif. Namun demikian Sukamta berharap pemerintah serius menekan pemerintah China agar melakukan langkah pendisiplinan terhadap perusahaan yang diduga melakukan ekspoitasi tenaga kerja.

“Kemenlu perlu membawa kasus yang terindikasi modern slavery ini ke forum internasional karena ini tidak hanya terkait tenaga kerja dari Indonesia tetapi juga bisa menimpa tenaga kerja negara manapun,” tandasnya.

676