Home Milenial Sajikan Tari Daring: Filosofi Pohon Pisang dalam Sungkeman

Sajikan Tari Daring: Filosofi Pohon Pisang dalam Sungkeman

Semarang, Gatra.com - Pandemi Covid-19 tak serta merta memutus tali silaturahmi dalam merayakan hari kemenangan bagi umat muslim setelah berpuasa sebulan penuh. Bermacam cara bisa dilakukan termasuk oleh para seniman.
 
Cara bersilaturahmi di tengah pandemi Covid-19 dalam menyambut hari nan fitrah Idul Fitri dipersembahkan secara kreatif seniman kenamaan asal Semarang, Yoyok Bambang Priyambodo. Melaui tarian dia mengajak masyarakat untuk terus mempererat tali silaturahmi.
 
Ajakan tersebut dia wujudkan dengan karya daring video tari bertajuk 'Semangat Tari Silaturahmi Dalam Fitrah'. Dalam karya tersebut, Yoyok mengajak keluarganya turut serta menari, ada Tri Narimastuti, Sangghita Anjali, Canadian Mahendra, serta Ratu Gayatri. 
 
Menurut dia, silaturahmi tidak harus bertemu secara langsung dengan keluarga. Baginya, di masa pandemi seperti ini silaturahmi dapat dijalin melalui komunikasi dan media sosial.
Seniman tari asal Semarang Yoyok Bambang Priyambodo beserta keluarga mempersembahkan tari 'Semangat Tari Silaturahmi Dalam Fitrah' secara daring menyambut Idul Fitri. GATRA/Dok Sanggar Greget

"Melalui media sosial, di masa pandemi yang mengharuskan tetap tinggal di rumah, menjadi sarana efektif tetap menjaga tali silaturahmi antar keluarga, suadara serta kawan kerabat," kata Yoyok, kepada Gatra.com, Sabtu (23/5).

 
Semua penari mengenakan kostum lurik, sehingga semakin memperkuat nuansa budaya jawa. Karya tersebut juga dibuat untuk memperingati Idul Fitri 1441 Hijirah.
 
Dalam karya tari itu, bermacam asesoris disertakan penuh makna filosofi, terutama filosofi Jawa. Diantaranya tanaman pisang, memiliki makna, Ngempan Papan, Kukuh Ing Ngabdi, Widji Dadi, dan Saeka Kapti.
 
"Secara makna, Saeka Kapti memiliki arti bahwa pohon pisang selalu tumbuh bersama, tidak sendirian. Itu bisa diartikan sebagai semangat gotong royong dalam keluarga," beber Yoyok.
 
Sementara filosofi Widji Dadi, bermakna orang tua harus menyiapkan generasi penerus. Agar selalu meneruskan hidup untuk kebaikan dan bermanfaat bagi siapapun. Dalam tarian tersebut, wujudnya berupa tunas yang muncul di sebelah pohon induk.
 
Dan yang lebih mendalam, Yoyok menjelaskan mengenai filosofi Panca Warga. Bagi dia, keluarga baiknya konsisten dalam kebersamaan dalam berbagai kondisi. Termasuk pada masa pandemi ini.
 
"Kami simbolkan dalam gerak tari Sungkeman. Yakni sebuah isyarat saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Dan restu orang tua sebagai tongkat penuntut agar anak Tulus, Teteg, Titi, Tatag, Tutuk, Tekan, mencapai kebahagiaan dunia akhirat,"papar dia.
 
563