Home Gaya Hidup Gowes Jadi Tren Saat Pandemi

Gowes Jadi Tren Saat Pandemi

Sejak pandemi COVID-19, banyak sudut di kota-kota besar Indonesia disesaki pesepeda. Gowes jadi alternatif masyarakat bermobilitas dari rumah ke tempat tujuan. Tidak mendongkrak angka produksi sepeda.

 

- - - - - -

 

Ilham Maulana Yusuf masih bersepeda di tengah pandemi COVID-19. Pria asal Bogor ini memang sejak kecil sudah hobi gowes atau bersepeda. Hobinya ini jadi salah satu cara agar badan dan pikirannya tetap sehat. Apalagi bersepeda sambil mendengarkan musik melalui headphone yang menempel di telinganya. "Gowes sepeda menyehatkan jasmani dan rohani. Plus go green pula," ucapnya.

Ia biasa mengayuh sepeda ke sekitar tempat tinggalnya. Namun, sering juga Ilham bersepeda melalui jalan-jalan baru hingga tempat wisata alam seperti bukit atau curug yang terhampar di Bogor. "Gowes berat, tracking jauh, biasanya ke bukit-bukit atau curug yang begitu sampai, dapat bonus view bagus. Kadang sekalian camping juga, sih," ujar pria 25 tahun ini kepada Ryan Puspa Bangsa dari GATRA.

Bersepeda saat pandemi begini, Ilham selalu sedia botol air minum, tas ransel, hingga alat-alat sesuai protokol kesehatan, seperti masker, hand sanitizer, tisu basah, tisu kering, dan lainnya. Kalau mesti berkemah, Ilham bawa sendiri tenda beserta alat masak pribadi yang diikatkan pada sasis besi sepeda.

Makin banyaknya dijumpai peseda di jalan-jalan saat pagebluk, membuat Ketua Komunitas Bike To Work (B2W), Poetoet Soedarjanto senang. Menurutnya, bersepeda jutsru lebih aman dari penyebaran virus dibanding menggunakan moda transportasi angkutan umum.

"Selain untuk proteksi diri dan orang lain, dari penyebaran virus, [bersepeda] juga salah satu cara meningkatkan ketahanan tubuh. Saya sendiri sejak awal pandemi masih bekerja seperti biasa dan lebih sering bersepeda dalam bermobilitas. Namun, cara persiapan bersepedanya yang berbeda dari biasanya," tutur Poteoet saat dihubungi oleh Ucha Julistian Mone dari GATRA, Jumat lalu.

Kala pandemi, protokol kesehatan dalam bersepeda itu pun terbagi dalam empat tahap, yaitu tahap persiapan, saat bersepeda, saat istirahat, dan saat sampai di rumah. Soal sepeda apa yang bagus digunakan saat pandemi begini, Poetoet mengatakan semua jenis sepeda bisa digunakan untuk bermobilitas. Namun, ia menyarankan pesepeda memilih jenis sepeda sesuai dengan kualitas jalanan yang bakal dilalui.

“Misal, kalau jalanan banyak lubang, tentu lebih nyaman dengan MTB. Kalau relatif halus, semua jenis sepeda dapat digunakan dengan nyaman. Jarak tempuh juga memengaruhi, tetapi ini juga tergantung kemampuan individu, ya. Jika terlalu jauh, maka sepeda lipat bisa menjadi pilihan karena bisa mix-commuting dengan angkutan umum, tapi sekali lagi, semua jenis sepeda dapat digunakan untuk commuting," Poetoet memaparkan.

Poetoet mengaku tak tahu berapa kira-kira penambahan jumlah peseda, termasuk anggota yang bergabung dengan B2W di masa pagebluk ini. Hal ini karena B2W merupakan komunitas berbasis social movement. Jadi, keanggotaan komunitas ini tak didata. "Namun berdasarkan laporan atau informasi yang saya dapatkan di pegiat B2W daerah atau kota, memang terdapat kenaikan pesepeda yang signifikan," ujarnya.

 

***

 

Pandemi COVID-19 tak disangka membawa tren baru di kalangan masyarakat Indonesia, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Solo, Yogyakarta dan masih banyak lagi lainnya. Tren itulah yang kemudian membuat roda industri transportasi sepeda yang sempat melambat, bangkit lagi.

Di Jakarta, tidak sedikit toko sepeda yang justru mencatatkan keuntungan lebih tinggi saat pandemi ini. Tidak lain karena pengguna sepeda yang meningkat hingga 10 kali lipat sejak Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan. Salah satunya yang terjadi di toko sepeda Rodalink, Pesanggrahan.

Marketing Communication Rodalink Indonesia, Rina Mutia, menjelaskan bahwa sejak PSBB diberlakukan di Jakarta, toko sepeda yang beralamat di Jalan Kencana Murni No.37, RW.6, Kembangan Selatan, Kota Jakarta Barat itu, mencatatkan peningkatan jumlah penjualan. Jenis sepeda yang paling banyak dilirik oleh konsumen adalah model sepeda hybrid atau sepeda dengan kemampuan urban riding, seperti sepeda lipat dengan merek Polygon, United, Pasific, dan masih banyak lagi lainnya. 

Adapun harga sepeda relatif, tergantung spesifikasi sepeda yang dipilih oleh para konsumen. Untuk sepeda urban, harganya sekitar Rp2 juta hingga Rp8 juta. "Saat kondisi seperti ini, sepeda urban menjadi salah satu pilihan untuk mereka yang ingin bersepeda di sekitar lingkungan mereka," ujar Rina kepada Qonita Azzahra dari GATRA.

Ketua Asosiasi Industri Persepedaan Indonesia (AIPI), Rudiyono, membantah ada kenaikan tinggi dalam pembelian sepeda selama pandemi COVID-19. Ia bahkan juga menepis kalau sekarang sepeda sedang jadi tren di saat pandemi. "Saya tanyakan ke teman-teman, ada yang cek lewat BPS. Kok kesannya produksinya naik, padahal mereka tidak merasa produksi naik. Bahkan, ada beberapa pabrik tutup. Jadi, kayaknya kontradiksi kalau ada kenaikan," tuturnya kepada Wahyu Wahid Anshory dari GATRA.

Menurut Rudiyono, penjualan sepeda masih didominasi oleh sepeda gunung (MTB) dan sepeda lipat yang menjadi tren bagi masyarakat kota besar. "Mereka [produsen] tidak merasa ada kenaikan produksi, malah turun," ujarnya.

Penjualan sepeda impor juga mengalami penurunan. Gempuran sepeda impor mengalami penurunan karena lockdown yang dilakukan Cina. Negara Tirai Bambu ini merupakan pengimpor sepeda tertinggi di Tanah Air. "Sebagian pabrik di Cina juga tutup, sementara di Indonesia ada tiga pabrik tutup. Di antaranya di Semarang dan Kudus," kata Rudiyono.

AIPI mencatat, produksi sepeda di kuartal I 2020 diperkirakan turun 40%-70%, bahkan diperkirakan akan ada lagi pabrik yang rencananya tutup jelang kuartal kedua tahun ini. Pada umumnya, permintaan yang diperkirakan sebanyak satu juta unit anjlok ke angka 600.000 unit. "Tahun lalu produksi naik sekitar dua juta unit. Kita sedang konsentrasi agar pandemi segera berakhir karena banyak juga ribuan buruh pabrik yang dirumahkan," kata Rudiyono.

Produksi nasional masih didominasi oleh Polygon, United, dan Pacific. AIPI berharap minat masyarakat yang mulai beralih ke olahraga sepeda atau bersepeda untuk bekerja juga meningkatkan produksi tahun ini. Termasuk kebijakan beberapa daerah, seperti DKI Jakarta melalui Pergub 51 Tahun 2020 yang mewajibkan perkantoran, fasilitas umum, dan pusat pertokoan menyediakan 10% area parkir untuk parkir sepeda.

"Sepertinya, dengan kebijakan bisa menaikkan produksi dan daya beli, tapi saya melihat dengan kondisi pandemi, banyak yang kehilangan pekerjaan. Masyarakat tidak memprioritaskan untuk membeli sepeda," kata Rudiyono.


 

Fitri Kumalasari