Home Kesehatan Alissa Wahid: Posyandu Jangan Sampai Jadi Klaster Corona

Alissa Wahid: Posyandu Jangan Sampai Jadi Klaster Corona

Yogyakarta, Gatra.com - Pos layanan terpadu (posyandu) punya peran penting menjaga kesehatan ibu dan anak. Setelah tak aktif selama pandemi Covid-19, pembukaan posyandu mesti mempertimbangkan urgensi dan protokol kesehatan.

Pegiat komunitas Jaringan Gusdurian Alissa Wahid mengingatkan tujuan aktifnya layanan posyandu. Menurut dia, selama ini, kegiatan posyandu perlu ditilik urgensinya, kesiapan berbagai pihak, hingga konsekuensinya tak terduga terkait pandemi jika layanannya dibuka.

“Apa sih target pembukaan posyandu? Kalau dibuka karena apa? Memang ada problem di balita sehingga langsung dibuka sesuai adaptasi baru atau ada kebutuhan untuk kembali berkumpul?" tutur dia, Minggu (19/7) malam.

Alissa berbicara di diskusi daring ‘Sonjo Angkringan: Menjalankan Posyandu di Era Pandemi’, gelaran Sambatan Jogja atau Sonjo, komunitas solidaritas warga terdampak pandemi di Yogyakarta.

Menurut dia, pembukaan posyandu mesti peka terhadap situasi di masa pandemi. Alissa mempertanyakan apakah masalah ibu hamil dan balita hanya bisa diatasi dengan pembukaan posyandu. Untuk itu, ia menekankan kesiapan penyelenggara posyandu merespons kondisi pandemi.

Alissa mengingatkan, jangan sampai orientasi pada suatu kegiatan justru menimbulkan dampak tak terduga, seperti menyebarkan pesan bahwa acara kumpul-kumpul sudah boleh. Apalagi selama ini posyandu jadi ruang bertemu warga, seperti arisan. Padahal, di sisi lain, pendidikan soal pencegahan Covid-19 ke warga masih sambil lalu.

“Suka tidak suka kita harus bicarakan ketika terjadi kerumunan, atau jika ada penularan oleh balita, ini worst case-nya, dan posyandu jadi rantai penularan baru. Kalau sebelumnya terjadi penularan Covid-19 di pesantren, jangan sampai posyandu jadi klaster,” kata psikolog yang juga pegiat di komunitas Sonjo ini.

Alissa menggaris bawahi pentingnya substansi layanan posyandu yang dapat ditempuh melalui sejumlah metode seperti secara daring. Layanan dengan pendekatan hibrid yang menggabungan metode langsung dan daring pun dapat dicoba.

Sebelumnya, Agus Priyanto dari staf Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta menjelaskan sejak Maret 2020, atau kala kasus Covid-19 pertama di DIY ditemukan, 5.724 posyandu yang biasa melayani 286 ribu balita di DIY, tak aktif. “Layanan dan pantauan ibu hamil dan balita serta intervensinya berkurang. Terjadi peningkatan drastis komplikasi obsetri,” tuturnya.

Untuk itu, Dinas Kesehatan DIY mulai menyiapkan draf protokol penyelenggaraan posyandu sesuai adaptasi kebiasaan baru. Antara lain prakondisi sistem layanan, pembatasan kehadiran, sistem sif dan antrean, aplikasi posyandu, hingga keterlibatan kader yang menghhindari kelompok rentan lansia.

“Selama ini regenerasi posyandu sulit karena banyak pengurus lansia. Kondisi ini bisa jadi momentum untuk regenerasi,” kata dia. Menurutnya, kendati secara resmi belum dimulai, sejumlah desa di Sleman dan Kulonprogo sudah menggelar posyandu.

Peneliti Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Universitas Gadjah Mada (PKMK UGM) Bella Dona menyatakan kondisi pandemi membuat 700 ribu bayi mengalami stunting di dunia.

Namun, manajemen risiko harus disiapkan saat hendak menggelar posyandu di masa pandemi. Setiap pihak wajib meningkatkan kapasitas pemahamannya soal layanan posyandu kala pandemi, mulai tingkat individu, keluarga, hingga komunitas.

Menurut dia, layanan dasar untuk kesehatan bayi dan ibu harus tetap jalan lewat berbagai cara sembari tetap mematuhi protokol pencegahan Covid-19. Misalnya layanan jemput bola, ketersediaaan informasi jadwal dan janji temu dengan pembatasan pendamping, telekonsultasi, atau pengisian kartu anak secara mandiri.

“Kalau daerahnya transmisi (Covid-19) tinggi atau zona merah, posyandu tidak dilaksanakan dulu. Kegiatan massal, seperti pemberian obat, juga ditunda,” kata Bella.

 

287