Home Olahraga Serunya Lari di Lintasan Virtual

Serunya Lari di Lintasan Virtual

Lomba lari virtual menjadi solusi pada periode pandemi, baik bagi penyelenggara event olahraga lari maupun para pelari. Jarak tempuh lari juga bisa dicicil. Pelari tetap dapat medali dan merasa sehat.


Bonnie Medana Pahlavie sudah tak asing mengikuti gelaran lari virtual. Anggota komunitas Pemprov DKI Jakarta Runners (PDJR) ini, mengaku sudah mengikuti lima kali gelaran event lari virtual. "Seru," ujarnya.

Hal yang membuat lomba lari virtual terasa seru, menurut Bonnie, pelari tidak harus menyelesaikan jarak yang harus ditempuh pada hari itu juga. Misalnya, untuk nomor lari 75 kilometer, pelari dapat mencicilnya sesuai kemampuan. Ada yang mencicil 10 kilometer sehari, hingga terkumpul 75 kilometer. "Penyelenggara biasanya memberikan periode larinya," kata Bonnie kepada GATRA.

Beberapa event lari virtual, lanjut Bonnie, biasanya meminta bukti berapa jarak yang sudah ditempuh pelari melalui aplikasi Sportware, melalui counter runner yang terhubung dengan aktivitas lari dan tercatat dalam apliksi. "Di-upload ke aplikasi mereka setelah kita selesai lari."

Ajang lari virtual sudah ada sebelum Covid-19 jadi pandemi. Event tersebut bisa diikuti melalui aplikasi yang sudah banyak tersebar di Google Play Store atau App Store. Model penyelenggaraannya ada yang berbayar, ada juga yang gratis. Sepengalaman Bonnie, event lari virtual gratis, biasanya dibatasi kuota peserta, sehingga pendaftarannya biasa adu cepat dengan calon peserta lain. Adapun lomba lari virtual berbayar tak dibatasi kuota. "Cuma untuk senang-senang saja. Enggak ada kompetisi apa-apa," ujarnya.

Salah satu platform lari virtual yang dapat diunduh di Google Play Store dan Apps Store, yaitu Lari.id. Sejak 2018, Lari.id sudah muncul sebagai penyelenggara ajang olahraga, termasuk lari. Setahun kemudian, Lari.id hadir dalam bentuk aplikasi yang bisa digunakan bagi pecinta lari untuk ikut lari virtual. "Lari.id, sejak 2019 sudah membuat aplikasi untuk virtual run, tapi karena pandemi Covid-19, jadi makin banyak event virtual run yang kami adakan," kata Public Relations Lari.id, Gabrielia Dinata, saat dihubungi GATRA.

Saat menggelar lomba lari konvensional, Lari.id bisa mengadakan satu kali acara besar dengan ribuan partisipasi masyarakat. Pagebluk membuat acara lari yang melibatkan massa, banyak beralih menjadi kegiatan dilakukan sendiri atau kelompok kecil. Peserta lari virtual tinggal mengunduh aplikasi dan melaporkan jarak yang sudah ditempuh sesuai pilihan kategori.

Lari virtual juga membuat sejumlah jenama (brand) yang sebelumnya awam, menjadi melek lari virtual. Hasilnya, kata Gaby, sapaan karib Gabrielia, banyak jenama yang beralih mengadakan ajang lari virtual. Lari.id sendiri bisa mengadakan beberapa kali event lari virtual dalam sebulan. Jenama-jenama besar yang sudah mereka tangani dalam ajang lari virtual, di antaranya produk makanan ringan, minuman yoghurt, dan lainnya. "Kita membuat banyak event, berharap menjaring banyak peserta," ucapnya.

Meski demikian, menurut hitung-hitungan Gaby, jumlah peserta lomba lari virtual tidaklah sebanyak partisipan ajang lari konvensional. Event lari konvensional biasanya melibatkan ribuan peserta, sedangkan lari virtual biasa diikuti ratusan pelari saja. "Karena mereka [peserta lari virtual] tidak dapat kemeriahan acaranya. Tidak ada kegiatan entertainment yang biasanya ada di acara offline, atau barang yang dibagikan dari sponsor. Kalau virtual run, mereka hanya dapat sesuai paket yang dibeli. Biasanya medali saja atau medali dan jersey," tuturnya. 

***

Selain Lari.id, ada komunitas Cerita Lari yang menyediakan paket maraton dan travel ke luar negeri. Sayangnya, pagebluk Covid-19 yang belum usai, membuat banyak gelaran lari maraton internasional batal dilaksanakan. Ini mendorong Cerita Lari mengadakan lari virtual. 

Menurut Pendiri Cerita Lari, Faiz Kasmy, hal ini dilakukan untuk menggairahkan antusiasme para pelari terhadap lari di luar negeri, terutama di World Marathon Majors. Selain itu, Cerita Lari juga mengajak para pelari untuk tetap berlari selama masa pandemi, karena pandemi malah membuat banyak pelari mengurungkan niat berlari di luar rumah.

"Kalau di luar, hampir semua batal. Termasuk di Indonesia juga, seperti Tokyo Marathon, Berlin Marathon, New York, Boston, Chicago Marathon batal. London Marathon di-reschedule dari 26 April ke 4 Oktober 2020, tapi belum tahu keputusannya akan tetap berjalan atau batal," kata Faiz.

Padahal pencinta lari tetap harus berlatih. Jika selama pandemi tidak ada event konvensional, diadakanlah lari virtual. Ajang lari virtual membuat pelari harus tetap latihan dan memiliki target. Apabila pelari akan mengikuti maraton 42 kilometer, maka ia harus memiliki program untuk mencapai target. "Saat target tercapai, akan dapat medali. Jadi feeling-nya masih dapat setelah mereka berlari dapat medalnya," ujar Faiz.

Penyelenggaraan lari virtual juga lebih fleksibel. Pelari bisa menentukan hari dan jam berlari dengan batasan 3-4 minggu untuk memenuhi target. Mengikuti lari virtual, pelari juga dituntut memiliki disiplin dan kejujuran. Dalam arti, ia benar-benar berlari, bukan bersepeda yang dihitung berlari.

"Kalau offline race, mereka benar-benar lari beramai-ramai, sehingga antusiasmenya tinggi. Virtual race ini kontrolnya ada di diri sendiri yang harus menghitung bagaimana mereka mencapai target. Kalau dari segi apa yang mereka dapat, hampir sama. Kalau sudah finis, tetap dapat medali," tutur Faiz.

Pada April lalu, Cerita Lari mengadakan lari virtual pertamanya, menyesuaikan dengan perhelatan World Marathon Majors di luar negeri. Ada enam World Marathon Majors yang jadi top world marathon, yaitu world marathon di Tokyo, Boston, London, Berlin, Chicago, dan New York. Keenamnya menjadi  impian para pelari untuk dapat bergabung dalam kompetisi tesebut. Jika pelari berhasil selesai di keenam maraton dunia tersebut, ia akan mendapat six star medal. "Sangat sedikit orang yang sudah mendapatkan achievement tersebut," ucap Faiz.

Namun, gelaran lari virtual yang diadakan Cerita Lari tidak menggunakan nama World Marathon Majors. Hal ini karena terkendala hak cipta. Cerita Lari menggantinya dengan nama World Marathon Challenge (WMC) yang gelarannya mirip World Marathon Majors. 

Menurut Faiz, lari virtual ini diadakan untuk menyemangati pelari yang tahun ini belum berkesempatan ikut World Marathon Majors. Mereka bisa menjajalnya terlebih dahulu via virtual. "Ini juga untuk menyemangati teman-teman yang belum bisa lari di luar negeri, bisa ikut di virtual run sebelum mengikuti langsung di tahun depan," ujarnya.

WMC sendiri sudah digelar empat kali. WMC pertama mengambil tema Run Tokyo, berlangsung pada 17 Februari-8 Maret 2020. WMC kedua dengan tema Run Boston, berlangsung pada 31 Maret-20 April 2020. WMC ketiga, Run London, berlangsung pada 27 April-17 Mei 2020. WMC keempat, Run Berlin, berlangsung 15 Juni-19 Juli 2020. Adapun WMC kelima dengan tema Run Chicago, akan berlangsung pada 10 Agustus-13 September 2020. Masa pendaftarannya sejak 28 Juli hingga 6 September 2020. Para peserta hanya perlu membayar pendaftaran Rp139.000. Biaya itu termasuk e-BIB, finisher medal, e-certificate, dan donasi orang tua asuh Rp10.000.

Awalnya, Cerita Lari hanya menargetkan 500 peserta. Namun seiring berjalannya waktu, naik menjadi 800-900 pendaftar. "Antusiasmenya cukup tinggi, hingga melebihi target. Event terdekat lari virtual kami adalah Chicago Run dan New York Run," ucap Faiz.

Kategori yang bisa dipilih, yaitu lari sendiri atau dengan kelompok. Cerita Lari mengadakan pilihan lari full marathon 42 kilometer. Pelaksanaannya bisa dicicil dengan waktu 3-4 minggu. Lari virtual ini juga terbuka bagi siapa pun. 

"Tinggal download aplikasinya, kemudian daftar di sana dan melakukan pembayaran. Kemudian, upload hasil larinya di aplikasi. Setelah periode lomba selesai, nanti akan dikirimkan medali," Faiz menjelaskan. Para peserta juga bisa membeli merchandise tambahan seperti kaos finisher

Fitri Kumalasari, Ryan Puspa Bangsa, dan Wahyu Wahid Anshory