Home Gaya Hidup Merdeka ke-75, Suku Anak Dalam Hidupnya Masih Numpang

Merdeka ke-75, Suku Anak Dalam Hidupnya Masih Numpang

Tebo, Gatra.com - Suku Anak Dalam (SAD) kelompok Temenggung Ngadap di Desa Tanah Garo Kecamatan Muara Tabir Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi, melaksanakan upacara HUT ke-75 RI, Senin (17/08).

Upacara yang dilaksanakan di hutan Sungkai Lubuk Dalam Desa Tanah Garo. Pada upacara memperingati hari kemerdekaan RI itu diikuti oleh Waris, Jenang dan sejumlah warga SAD.

Pada upacara ini, pimpinan SAD Desa Tanah Garo, Temenggung Ngadap bertindak sebagai pemimpin upacara, Jenang Yarani sebagai pembaca UUD 1945 dan Menti Gentar sebagai pembaca teks proklamasi.

Dalam arahannya, Temenggung Ngadap berpesan kepada seluruh warga SAD agar sama-sama menjaga hutan adat tempat mereka hidup dan berkehidupan. "Jika hutan ini habis, kemana nantinya tempat anak cucu kita hidup," kata Temenggung Ngadap.

Menurutnya hutan merupakan tempat tinggal SAD dar sejak  nenek moyang. "Kita hidup dan berkehidupan di dalam hutan, bukan dalam kota, jadi harus sama-sama kita jaga hutan ini. Sebab hutan ini bukan cuma milik kita sendiri, tapi juga milik anak cucu kita. Jadi jangan sampai diserobot orang," katanya.

Temenggung menyampaikan, menjaga hutan harus terus dilakukan sampai kapan pun. Pasalnya, menurut dia, sudah banyak warga SAD yang kehilangan hutan karena dijual, diserobot orang ataupun diserobot perusahaan. Akibatnya, SAD hidup menumpang di kebun-kebun perusahaan atau kebun-kabun warga.

Yang lebih miris kata Temenggung, karena kehilangan hutan SAD juga kehilangan mata pencaharian. Akibatnya mereka memimta-minta di sepanjang jalan untuk bisa bertahan hidup.

"Jadi jangan sampai kita disini hidup menumpang, meminta-minta, apalgi mencuri. Itu memalukan kita sebagai SAD. Jadi, mari sama-sama kita jaga hutan kita. Walaupun nanti saya sudah tidak ada, hutan ini harus tetap terjaga," kata Temenggung.

Sementara itu, Pendamping SAD Jambi, Ahmad Firdaus mengatakan, bagi SAD hutan adalah rumah mereka. Mereka hidup dari berburu, meramu dan menjual hasil hutan. Hasil hutan itu bukan kayu, melainkan seperi getah damar, getah balam, rotan, jerenang dan lainnya.

Cara hidup seperti itu masih dijalani oleh SAD kelompok Temenggung Ngadap, mereka masih berpegangan teguh pada adat dan istiadat mereka sebagai SAD," ujarnya.

Lebih lanjut, kata Firdaus, tanpa sepengetahuan Temenggung Ngadap, tiba-tiba muncul izin perusahaan perkebunan di hutan tempat mereka hidup dan berkehidupan."Heran saja, dari nenek moyang mereka dahulu sudah tinggal di sana. Kok bisa timbul izin perusahaan di sana. Sekarang status seluruh area kawasan hutan Temenggung Ngadap berada dalam izin perusahaan, yakni PT Limbah Kayu Utama (LKU)," kata Firdaus.

Diketahui, PT LKU merupakan perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI). Izin perusahaan ini diterbitkan pada tahun 2008 lalu dan hingga sekarang belum beraktivitas. Agar tidak terjadi konflik antara SAD dengan perusahaan, dia minta kepada pemerintah agar segera mencari solusi atas permasalahan tersebut.

"Ini rawan konflik kalau tidak cepat dicarikan solusinya," kata dia.

938