Home Gaya Hidup Jimly Asshiddiqie & Empat Buku Selama Pandemi

Jimly Asshiddiqie & Empat Buku Selama Pandemi

Pandemi Covid-19 yang membuat orang mengurangi aktivitas luar ruang, menjadi berkah bagi Profesor Jimly Asshiddiqie. Karena selama pandemi ini pula, ia berhasil menyelesaikan tulisan hingga empat buku. Tiga buku di antaranya sudah rampung dan akan diluncurkan pada pekan depan di Mahakamah Konstitusi (MK) bersama 30 buku lainnya.

Ketiga buku yang siap diluncurkan, yaitu Pengujian Formil Undang-Undang di Negara Hukum, Omnibus Law sebagai Metode Penataan Hukum, ‎dan Teori Hierarki Norma‎ Hukum.

"Kalau buku keempat belum terbit, masih diedit. Itu kumpulan makalah-makalah, tapi cukup tebal. Di antaranya hubungan antara agama dengan negara, ada tentang hukum internasional, macam-macam," kata Jimly kepada Wartawan GATRA, Iwan Sutiawan, via sambungan telepon pada Senin lalu.

Pria yang kini menjadi Anggota DPD RI tersebut, mengungkapkan bahwa penulisan buku tersebut rata-rata memakan waktu sekitar satu bulan. Hingga kini, sudah ada puluhan buku yang ditulis sejak ia memulainya pada sekitar 1980-an. "Asal dikerjakan, cepat kok. Buku saya sudah 70," ujarnya.

Lelaki kelahiran Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) tersebut mengungkapkan, ada pula sejumlah buku yang belum rampung hingga bertahun-tahun, di antaranya Blue Constitution. Buku ini mulai ditulis pada 2009. "Saya sudah menulis bab satu, dua. Ini lanjutannya [buku Green Constitution]," ucapnya. 

Mantan Ketua MK dan DKPP ini mengungkapkan, tidak rampungnya suatu buku, selain karena faktor suasana hati (mood), juga karena banyak buku yang ingin ditulis, sehingga buku sebelumnya terlupakan.

‎Jimly pertama kali terlibat menulis buku Islam dan Ilmu Pengetahuan. Ini merupakan kumpulan ceramah Prof. Dr. Ahmad Baiquni, M.Sc di Al-Azhar Indonesia. Adapun untuk karya orisinalnya, yaitu buku Pembaruan Hukum Pidana di Indonesia.

Bagi Jimly, menulis banyak buku bukan berarti semua karya itu menjadi sempurna‎"Saya berniat tidak untuk sempurna, sebab bagi saya, perfeksionis itu melanggar tiga hal: melanggar HAM, melanggar prinsip ilmiah, dan syirik," tuturnya.