Home Internasional Dunia Arab Egois, Tak Atasi Pandemi Malah Terus Berkonflik

Dunia Arab Egois, Tak Atasi Pandemi Malah Terus Berkonflik

Yogyakarta, Gatra.com - Covid-19 ternyata tak mengubah dunia Arab. Negara-negara Arab masih terus mengobarkan konflik, ketimbang bersatu menggalang upaya kemanusiaan mengatasi pandemi.

Hal itu disampaikan akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Ibnu Burdah, saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Kajian Dunia Arab dan Islam Kontemporer di kampus tersebut, Kamis (3/9).

Ibnu membacakan pidato berjudul “Quo Vadis Dunia Arab Kontemporer: Gerakan Protes, Politik Muslim, Covid-19, dan Arah Perubahan” dalam Rapat Senat Terbuka yang disiarkan akun Youtube UIN Sunan Kalijaga.

“Tata dunia dan juga dunia Arab sepertinya tidak akan banyak mengalami perubahan mendasar pasca Covid-19 nanti. Dunia, termasuk dunia Arab, memang harus menyesuaikan dengan kultur baru akibat pandemik ini, tetapi terkait tata masyarakat dan politik, dunia Arab sepertinya selalu saja tidak mau belajar dari sejarah,” ujar Ibnu.

Ia menjelaskan, egoisme dan kekuasaan membuat umat manusia sulit untuk belajar dari masa lalu untuk memperbaiki masa depan dunia yang lebih aman, damai, sejahtera, dan berkeadilan.

Menurutnya, hal itu mungkin sudah jadi watak dasar dunia internasional yang tanpa hierarki (anarki) selama ini. Masing-masing kekuatan akan senantiasa berlompa memperkuat dirinya hingga batas kekuatan lain tidak akan mampu mengejarnya.

“Dunia Arab juga tidak berbeda. Mereka terlibat konflik sangat panjang yang juga membawa kehancuran di mana-mana, Suriah, Yaman, Libya, Irak, dan lainnya,” kata Ibnu mengutip pidato sepanjang lebih dari 200 halaman yang salinannya diperoleh Gatra.com.

Negara-negara Arab menyiapkan diri untuk melindungi diri dengan memperkuat persenjataan. Namun, kata Ibnu, semua persiapan dengan dalih untuk mengamankan dan mempertahankan diri itu sama sekali tidak berarti ketika menghadapi musuh yang sangat kecil dan tampak tidak memiliki kekuatan apa- apa, yaitu penyebaran virus Corona.

Ibnu memaparkan, mereka tergagap dengan fakta ini bahwa musuh utama Arab Saudi ternyata bukan Iran, dan juga tidak sebaliknya. Musuh Qatar juga bukan Arab Saudi dan juga sebaliknya. Musuh Turki itu bukan rezim al-Sisi Mesir dan juga tidak sebaliknya. Musuh pemerintah Kerajaan Maroko itu bukan Front Polisario yakni gerakan Pemberontakan yang bertujuan melepaskan Sahara Barat dari Maroko, dan tidak juga sebaliknya.

Musuh masa depan Mesir itu bukan bendungan Sadd al-Nahd{ah di Ethiopia dan sebaliknya. Musuh utama Israel itu bukan Palestina dan sebaliknya. Musuh Uni Emirat Arab itu bukan kelompok Houtsi dan sebaliknya. Musuh Hizbullah itu bukan Israel dan sebaliknya.

“Faktanya, musuh utama mereka semua saat ini adalah penyebaran virus Corona. Mereka menghadapi musuh kemanusiaan bersama,” kata dia.

Akan tetapi, lanjut Ibnu, fakta ini pun ternyata tidak membuat kekuatan- kekuatan di dunia Arab itu tersadar dengan betapa kurang pentingnya berkonflik dan berlomba membangun persenjataan canggih yang serba mahal. “Mereka tetap saja egois dengan kekuasaannya,” kata dia.

Alih-alih membuat terobosan besar bersama untuk menghadapi ancaman pandemi, mereka masih saja melanjutkan konflik yang terjadi. Konflik senjata Saudi-Yaman, Suriah-Turki, konflik antarkelompok di Libya tetap berlanjut di tengah upaya bersama dunia menghadapi ancaman virus Corona.

“Sepertinya benar ungkapan Paus Yohanes Paulus II tentang penyelesaian konflik di dunia Arab atau Timur Tengah secara umum. Menurutnya, ada dua jalan perdamaian di kawasan itu, yang pertama adalah jalan mukjizat dan yang kedua jalan realistis,” kata Ibnu.

Ia menjelaskan, jalan mukjizat adalah ketika pihak-pihak yang berkonflik bersedia duduk bersama dan melakukan kompromi perdamaian yang serius dan sungguh-sungguh. Jalan mukjizat ini mustahil ditempuh.

“Jalan kedua adalah ketika Tuhan langsung turun ke bumi untuk mengintervensi sejarah di Timur Tengah dan memaksa pihak-pihak yang bertikai melakukan kompromi perdamaian. Jalan ini realistis menurutnya (Paus),” kata dia.

545