Home Info Sawit Tetap Ngotot 'Mengambil' Duit Pekebun

Tetap Ngotot 'Mengambil' Duit Pekebun

Pekanbaru, Gatra.com - Tim Kelompok Kerja (Pokja) Penetapan Harga (PH) TBS Pekebun Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Riau, benar-benar unik.

Walau sebulan belakangan para Pekebun swadaya merecoki soal kejanggalan penetapan harga, Pokja PH TBS tak ambil pusing.

Buktinya pada berkas penetapan harga periode 02-08 September 2020 yang didapat Gatra.com, Tim Pokja masih memberlakukan item potongan Biaya Operasional Tidak Langsung (BOTL) pada indeks K, item yang paling menjadi persoalan bagi Pekebun.

Kalau pada penetapan harga 12-18 Agustus 2020 BOTL yang dipotong Rp49,72, pada penetapan harga 02-08 September 2020 turun menjadi Rp48,59.

Tapi biaya penyusutan pabrik dan biaya pemasaran Crude Palm Oil (CPO) lokal, justru naik. Duit potongan penyusutan yang dari Rp32,49 menjadi Rp34,60. Lalu biaya pemasaran CPO lokal dari Rp42,34 menjadi Rp44,05.

Praktis, duit potongan dari Pekebun yang bisa dikeduk oleh pabrik milik 10 perusahaan --- PTPN V, Sinar Mas Group, Astra Agro Lestari Group, Asian Agri Group, Citra Riau Sarana, Musim Mas, Perdana Inti Sawit, Mitra Unggul Lestari, Duta Palma dan Ganda Buanindo --- yang ikut dalam penetapan harga itu makin gendut.

Sebab pada periode 02-08 September 2020 itu, TBS Pekebun yang diolah menjadi CPO mencapai 63,1 juta kilogram dan CPO 9 juta kilogram. Angka ini melonjak dari periode 12-18 Agustus 2020 yang hanya 59,3 juta kilogram dan 8,8 juta kilogram.

Inilah yang membikin para pekebun semakin bertanya-tanya. "Selama ini enggak ada pekebun dan lembaga pekebun yang kecipratan duit BOTL itu. Sementara di Permentan 1 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga TBS Pekebun disebutkan bahwa sebagaian dari dana BOTL itu menjadi jatah pekebun dan lembaga pekebun dalam bentuk dana pembinaan. Jadi, kemana duit itu?" rutuk Emi Rosadi, Ketua DPD Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, saat berbincang dengan Gatra.com, Selasa (8/9).

Emi kemudian meminta supaya Pokja PH TBS Pekebun Disbun Riau tidak berkelit soal duit itu. "Harga TBS sudah ditetapkan. Harga itu muncul setelah semua item dipotong. Kok dibilang pula duitnya enggak ada? Beda kalau BOTL ditulis Nol, berarti benar enggak dipotong. Ini, jelas-jelas angkanya ada di penetapan harga itu," Emi semakin geram.

Baca juga: Menyoal Aliran Duit Misterius di Kawasan Cut Nyak Dien

Yang membikin Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung gusar, mencuat pula omongan yang menyebut bahwa Pekebun swadaya tidak termasuk dalam hitung-hitungan harga TBS Disbun itu. "Makin hoax nih jadinya. Emang dari mana Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang ada itu dapat TBS kalau bukan mayoritas dari hasil panen Pekebun swadaya? Di Riau, luasan Plasma cuma 7%, korporasi 44%, dan 49% Pekebun swadaya. Masa aturan untuk yang 7% dibikin, yang benar sajalah! ” sanggah Gulat.

Yang pasti kata auditor Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) ini, Permentan nomor 1 tahun 2018 itu tidak membedakan plasma maupun swadaya. “Jadi, jangan memutar balikkan faktalah, itu regulasi resmi pemerintah, lho,” tegasnya.

Gulat tak menyangkal bahwa masih banyak Pekebun swadaya yang tidak bermitra langsung dengan PKS. Tapi hasil para Pekebun itu dijual kepada loading ramp (Peron) yang bekerjasama dengan PKS. "Apa enggak bermitra itu? Kalau Pekebun swadaya enggak punya kelembagaan sendiri, jangan mereka disalahkan, perusahaan juga harus bekerja keras merangkul petani swadaya,” ujar Gulat.

Lagi-lagi Gulat meminta persoalan yang ada enggak melebar kemana-mana. “Toh yang dipertanyakan pekebun itu sederhana sekali kok, kemana duit potongan yang menjadi hak Pekebun dan Lembaga Pekebun itu? Duit itu musti dipertanggungjawabkan dan tiap bulan dilaporkan kepada Gubernur. Saya yakin Gubernur Riau tidak tahu menahu soal potongan itu," ujar kandidat Doktor Lingkungan Universitas Riau, ini.

Di Provinsi Jambi kata Ketua DPW Apkasindo Jambi, Kasriwandi, Pokja TPH TBS Pekebun Disbun setempat tidak memberlakukan BOTL, begitu juga di Sumatera Selatan (Sumsel).

"Kami baru selesai melakukan penetapan harga. BOTL tidak dibikin lantaran Pekebun tidak mau. Juga lantaran peraturan khusus soal itu belum ada," kata Sekretaris DPW Apkasindo Sumsel, M Yunus kepada Gatra.com.

Di Sumatera Barat (Sumbar) lain pula. "BOTL masih kami bolehkan dipotong pada periode ini. Tapi kalau periode depan bukti-bukti penggunaan dana BOTL itu enggak ada, maka BOTL kami Nol kan," kata Sekretaris DPW Apkasindo Sumbar, Wily Nofranita.

Kepala Subdirektorat Pemasaran Hasil Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementerian Pertanian, Normansyah H. Syahruddin menyebut, Permentan nomor 1 2018 tidak hanya berlaku untuk Pekebun Plasma, tapi juga swadaya.

"Inti dari Permentan itu kan Kelembagaan dan Kemitraan. Terkait BOTL, itu adalah kesepakatan antara perusahaan dan Pekebun atau kelembagaan Pekebun," katanya kepada Gatra.com, Selasa (8/9).


Abdul Aziz

 

1153