Home Hukum Rendahnya Kompetensi Wartawan Kendala Media Mainstream

Rendahnya Kompetensi Wartawan Kendala Media Mainstream

Mataram, Gatra.com - Kebebasan pers di NTB saat ini sudah sangat maju dan berkembang sangat cepat dan pesat. Jika dibandingkan dengan era-era sebelumnya dimana otoritas tertentu sangat kental mengekang kebebasan pers, maka era sekarang tidak lagi terlihat adanya banyak hambatan.

 

"Justru sekaranglah era bagi pers untuk bisa menikmati kebebasan, bisa leluasa menjalankan fungsinya sebagai pilar pembangunan demokrasi yang makin kuat dalam upaya mewujudkan pembangunan NTB Gemilang," kata Sekda NTB, HL Gita Aryadi pada Webinar “Review Hambatan-hambatan Kebebasan Pers Dalam Demokrasi Indonesia” di Mataram, Rabu (9/9).

Sekda yang biasa disapa Miq Gita ini menyebutkan, jika kemajuan pers di NTB tak lepas dari peran pemerintah daerah yang sangat terbuka dan senantiasa mendukung kiprah pers agar lebih kompeten dan profesional.

Lanjut Miq Gita, tak hanya mendukung aspek peningkatan profesionalisme awak media saja, tetapi juga menyediakan ruang kemitraan bagi kebebasan pers, untuk ikut ambil bagian dalam keseluruhan proses pembangunan di NTB.

Namun dibalik kebebasan pers dan kesempatan terbuka lebar tersebut, Gita mengakui masih adanya sejumlah hambatan yang menjadi "PR" bersama untuk dibenahi. Ia memisalkan pertumbuhan jumlah media dan jurnalist yang begitu pesat, belum diiringi peningkatan kompetensi wartawan. "Masih banyak media mainstream yang belum memenuhi verifikasi, juga wartawan sebagian besar belum didukung sertifikasi dan Uji Kompetensi Wartawan (UKW)," tegasnya.

Dengan kondisi seperti itu menurutnya, sangat berpengaruh pada kualitas informasi yang disajikan, sekaligus salah satu hambatan kebebasan pers bagi media.

Pada webinar dengan tema "Hambatan - hambatan Kebebasan Pers di wilayah Bali, NTB dan Nusa Tenggara Timur (NTT)" tersebut Sekda mengatakan, ada empat hal besar yang berpotensi menghambat kebebasan pers. Yakni kekerasan terhadap jurnalis, informasi hoax, rendahnya kompetensi wartawan, rendahnya kepercayaan terhadap kontens informasi yg disajikan serta penyamaran dari sisi hukum atau regulasi.

Sekda juga mengutarakan, sebenarnya tidak mudah untuk menjadi seorang pewarta (wartawan, red) karena dibutuhkan keahlian khusus yang dibuktikan dengan dimilikinya sertifikat khusus. Berbeda dengan zaman sebelumnya, dimana kuantitas yang begitu tinggi dan kualitas sangat sedikit sehingga kualitas informasi yang tersebar dapat dipertanggung jawabkan tanpa adanya pemelintiran (pemutar balikan fakta, red).

Meski demikian, kata mantan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Provinsi NTB tersebut, berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah untuk mendukung kebebasan pers sekaligus meningkatkan kualitas pers yakni memfasilitasi terselenggaranya bimbingan teknis terhadap lembaga, membangun pola kemitraan yang profesional dengan perusahaan - perusahaan pers yang ada, membuka media komunikasi seluas - luasnya, mendukung terselenggaranya UKW dan mendorong perusahaan pers untuk menjadi badan hukum profesional.

Direktur Politik dan Komunikasi Kementerian Bappenas, Wariki Sutikno menjelaskan, kebebasan pers merupakan salah satu aspek yang ada di dalam demokrasi. Sehingga diperlukan peningkatan demokrasi dengan berbagai upaya - upaya yang telah diidentifikasi oleh Bappenas.

"Langkah - langkah yang telah diidentifikasi oleh Bappenas yakni, kualitas kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernega akan lebih baik, diplomasi internasional akan lebih disegani dan efektif. Jika kualitas demokrasi bagus dan bisa dipasarkan untuk mendatangkan devisa,” ujarnya.

Ketua Ikatan Jurnalis TV Indonesia (IJTI) NTB Riady Sulhi menambahkan, di NTB saat ini hanya 6 persen awak media yang telah terverifikasi UKW. Sedangkan saat ini, ada ratusan awak media mainstream baik itu media online dan cetak setiap hari turun melakukan liputan. "Ini menjadi kendala bagaimana kualitas liputan dan kualitas informasi yang akan disampaikan ke masyarakat," terang Sulhi.

441