Home Kesehatan Psikolog Monash Beberkan Kiat Aman Jalani Tes Covid-19

Psikolog Monash Beberkan Kiat Aman Jalani Tes Covid-19

Jakarta, Gatra.com - Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan pada Rabu (9/9) mengumumkan bahwa Pemprov DKI Jakarta memberlakukan kembali kebijakan pembatasan sosial skala besar (PSBB) seiring meningkatnya jumlah kasus Covid-19 di ibu kota.

Dengan pembatasan masif yang mulai berlaku pada 14 September 2020, kegiatan perkantoran non-esensial tidak diizinkan beroperasi dan mewajibkan para karyawan bekerja dari rumah. Meski PSBB merupakan tindakan konkret pemerintah untuk mengatasi peningkatan kasus positif, hal lain yang perlu diperhatikan yakni jumlah pengujian untuk mengidentifikasi kondisi sebenarnya.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI per 11 September 2020, jumlah masyarakat yang pernah dites Covid-19 mencapai 1.469.943. Jika dibandingkan dengan negara-negara wilayah Asia, Indonesia termasuk salah satu negara dengan tingkat pengujian Covid-19 terendah dengan 9.302 tingkat pengujian Covid-19 pada 11 September 2020, lebih rendah dari target yang diinstruksikan Presiden Jokowi yaitu 30.000 per hari.

Pakar psikologi terkemuka dari Monash University, Breanna Wright menyatakan sejak awal pandemi, istilah “suspect Covid-19” atau “super-spreader” berisiko menimbulkan rasa malu bagi mereka yang terkontak virus. Masyarakat yang merasa tidak sehat mungkin tidak ingin dilihat sebagai bagian dari masalah. Adanya stigma negatif yang melekat pada suatu penyakit membuat banyak orang justru tidak mencari perawatan.

Breanna selanjutnya berbagi tips untuk mendorong partisipasi masyarakat melakukan tes Covid-19.

1. Ciptakan rasa kesadaran yang positif untuk pengujian

Jelas rendahnya hasil tes positif sebuah indikator baik. Tetapi jumlah tes negatif yang tinggi jauh lebih informatif daripada tidak ada hasil tes sama sekali. Pengujian atau testing merupakan tindakan komunitas yang bersifat positif dan kesadaran sosial yang harus dipelihara, bahkan ditingkatkan.

2. Hapus stigma dan rasa malu

Dengan kondisi yang ada, masyarakat perlu bergotong royong untuk menghilangkan stigma tertular Covid-19. Selain itu, transfaransi data menjadi kunci utama dan berperan meningkatkan akurasi prediksi mengenai perkembangan kondisi di waktu mendatang.

3. Promosikan pesan positif

Secara psikologis, setiap orang pasti merasa jenuh atas situasi pandemi yang merugikan banyak kalangan. Dalam konteks ini, pesan dan informasi positif tidak ternilai harganya. Memasuki kuartal ke-4 tahun 2020, masyarakat membutuhkan harapan dan pesan bagaimana kita dapat melalui bencana ini secara bersama-sama dengan tetap antusias.

4. Terus permudah akses pengujian Covid-19

Hal paling mudah namun berdampak yang dapat dilakukan adalah membuat pengujian semudah mungkin. Sebagai contoh, pemerintah Victoria, Australia telah mencoba menghilangkan berbagai hal yang menghambat jalannya pengujian melalui tindakan seperti: pengujian seluler, pemberian insentif, dan penelitian mengenai pengujian Covid-19 yang lebih cepat.

Tes bagi banyak orang merupakan hal yang penting karena tanpa informasi yang cukup, tidak mungkin bagi pemerintah mencari jalan keluar selain pembatasan sosial berskala tertentu. Kesenjangan pengetahuan menjadikan pembuat keputusan tidak memiliki kepercayaan diri yang cukup untuk maju ke langkah berikutnya.

176