Home Ekonomi Efek Covid-19 Kian Berbahaya, LDII Beri Solusi Ini

Efek Covid-19 Kian Berbahaya, LDII Beri Solusi Ini

Jakarta, Gatra.com - Dampak yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19, terutama dalam bidang sosial ekonomi mampu menciptakan krisis. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pada akhir September, Indonesia masuk jurang resesi. Kementerian Keuangan, menurutnya, telah melakukan update proyeksi perekonomian Indonesia. Untuk tahun 2020 secara keseluruhan, perekonomian Indonesia menjadi minus 1,7 persen hingga 0,6 persen.

Bahkan pada Juni lalu, Kamar Dagang Indonesia (Kadin) memprediksi Pandemi Covid-19 menyebabkan 6 juta lebih tenaga kerja akan mengalami PHK. Pj Ketua Umum DPP LDII, Chriswanto Santoso mengatakan, imbas Covid-19 adalah menurunnya kesejahteraan masyarakat, "Masalah ini juga harus menjadi perhatian semua pihak. Kepedulian sosial bisa menjadi salah satu solusi tepat," ujarnya kepada media, di Jakarta, Selasa (29/9).

Menurutnya, Covid-19 ini mendorong munculnya kembali modal sosial bangsa yang terpendam, berupa gotong-royong, "Bila gotong-royong pada kota-kota besar memudar, kini saatnya menggali kembali. Kita bangsa besar yang khas. Modal dan ikatan sosial berupa gotong royong dengan memperhatikan protokol kesehatan secara ketat, itu menjadi solusi terbaik kala warga yang lain terpuruk akibat pandemi," imbuhnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, perhatian dan dukungan keluarga dan lingkungan, bisa menjadi salah satu faktor penyembuh yang besar. Saling bantu antar tetangga misalnya, dengan memberi bantuan sembako bagi warga yang menjalani isolasi mandiri. Hal tersebut merupakan langkah sederhana, namun memiliki imbas besar bagi pasien. Gotong-royong ini juga sudah dicontohkan Rasulullah dan para sahabat.

"Saat Madinah mengalami kemarau panjang selama setahun, dan kota Madinah menjadi tujuan pengungsi dari berbagai wilayah di sekitarnya, semangat gotong-royong ditumbuhkan Khalifah Umar bin Khattab," ungkapnya.

Saat itu, Sayyidina Umar bin Khattab memerintahkan satu warga Madinah membantu satu pengungsi. Dengan begitu, Masjid Nabawi yang penuh pengungsi bisa ditampung di rumah-rumah warga. Dan masalah kelaparan dan rumah tinggal teratasi dengan gotong-royong tersebut, "Tentu dengan pandemi, kepedulian sosial ini jadi sangat penting," imbuh Chriswanto.

Senada dengan Chriswanto, Ketua DPP LDII Ardito Bhinadi yang juga Wakil Sekretaris Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat (KPEU) MUI Pusat, mengatakan kepedulian sosial menjadi faktor kunci pengendali resesi ekonomi nasional yang menimpa keluarga.

"Imbas Covid-19 bukan hanya pada mereka yang terpapar, namun juga mereka yang sehat pada sisi sosial ekonomi. Ada empat hal yang dilakukan Umar bin Khattab dalam menangani wabah," ujar Ardito yang juga Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UPN Veteran Yogyakarta.

Pertama, Khalifah Umar bin Khattab membentuk tim khusus, yang mendata korban yang terdampak langsung atau terinfeksi dan mendata korban tak langsung, yakni mereka yang terimbas secara ekonomi, Data-data itu dilaporkan setiap hari.

Kedua, Umar bin Khattab memutus hubungan desa atau wilayah yang kena wabah dengan wilayah lain atau lockdown. Ketiga, ia membangun pusat-pusat karantina, dengan mengisolasi warga di pegunungan yang hawanya relatif bersih dan jauh dari permukiman warga.

Keempat, wilayah-wilayah yang tak terkena wabah diminta untuk mendistribusikan bantuan, "Prinsipnya, Khalifah meminta suatu wilayah yang sumber dayanya surplus dialihkan ke wilayah lain yang kena musibah," ujarnya.

Kelima, dalam jangka pendek, Umar bin Khattab membangun ketahanan pangan dengan membuka jalur-jalur distribusi pangan. Kerja sama perdagangan pangan juga dilakukan dengan negara-negara di luar Hijaz.

Sementara untuk jangka menengah, Umar bin Khattab menghidupkan lahan-lahan tidur dengan membangun pertanian, dengan menanaminya kembali. Catatan khusus, Umar dan para pembantunya sangat cakap dalam membangun irigasi.

Kembali menurut Chriswanto, dengan meneladani yang dilakukan para nabi hingga sahabat Rasulullah, umat Islam bisa cepat keluar dari krisis ekonomi akibat wabah, "Nabi Yusuf dulu mengajarkan menyimpan sebagian hasil panen dan mengkonsumsi sebagian, saat Mesir diterpa kemarau berkepanjangan, warganya berhasil melalui paceklik karena memiliki ketahanan pangan," ujarnya.

Sementara, dalam jangka panjang, Rasulullah SAW, kata Chriswanto, mengajarkan mujhid muzhid, bekerja keras namun efisien. "Umat Islam beliau anjurkan untuk menabung dan sedekah, lalu sisanya dikonsumsi. Praktik konsumsinya, adalah memprioritaskan kebutuhan pokok atau mendesak. Saat terjadi goncangan ekonomi, warga bisa tetap bertahan," paparnya.

Terkait dengan gotong-royong, Chriswanto mengingatkan adanya aspek-aspek tanggung jawab sosial dalam bermasyarakat. Pertama, yakni mereka yang berpengetahuan mengajari yang tidak tahu, "Hal ini menunjukkan pentingnya literasi agar masyarakat memiliki inforasi terhadap pandemi, baik dampak maupun solusi," imbuhnya.

Kedua, yang kuat membantu yang lemah, "Yakni ada distribusi antara yang berlebihan dan yang kekurangan, baik bantuan makanan, vitamin, obat, ataupun alat pelindung diri (APD)," ujarnya. Selanjutnya, yang ingat mengingatkan pada yang lupa. Mereka yang tak menerapkan protokol kesehatan saat berkumpul dalam ruang publik, supaya diingatkan, "Bahkan mereka yang kurang berolahraga, makan tak teratur, dan jam kerjanya tak seimbang agar diingatkan. Dalam skala individu, hal ini efektif mencegah penyebaran Covid-19," ujar Chriswanto.

Ardito menambahkan, perihal ketahanan ekonomi terdapat aspek yang harus diperhatikan, yakni mengatur pola prioritas keuangan keluarga, "Saat wabah alokasi belanja untuk kesehatan lebih banyak dibanding untuk liburan dan hiburan, misalnya," ujar Ardito.

Ia menyarankan, masyarakat tetap produktif saat pandemi untuk tetap berpenghasilan. Bisnis yang berkaitan dengan kesehatan bisa menjadi solusi alternatif.

"Bisnis-bisnis yang berkaitan dengan kesehatan bisa dijadikan harapan, membuat masker dan APD, lalu dijual atau meningkatkan pemasaran dengan sistem online," ujarnya.

Senada dengan Chriswanto Santoso, Ardito menyarankan agar warga memiliki buffer stock, baik aset yang mudah dicairkan seperti tabungan atau menginvestasikan uangnya ke dalam bisnis yang produktif. Dengan begitu saat terjadi goncangan ekonomi, bisa aman dari krisis.

485