Home Ekonomi Tol Lintasi Pemukiman, Warga Limapuluh Kota Layangkan Protes

Tol Lintasi Pemukiman, Warga Limapuluh Kota Layangkan Protes

Padang, Gatra.com - Sejumlah masyarakat Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat (Sumbar) melayangkan protes atas rencana pembangunan jalan tol. Pasalnya, jalan tol yang akan dibangun itu melintasi permukiman dan lahan produktif di daerah setempat.

Perwakilan nagari di Luhak Limopuluah itu bahkan telah mendatangi Gedung DPRD Sumbar. Mereka yang protes pembangunan jalan tol itu berasal dari Nagari Gurun dan Nagari Lubuh Batingkok, Kecamatan Harau serta Nagari Taeh Baruah, dan Nagari Simalanggang, Kecamatan Payakumbuh.

"Jalan tol itu akan menggusur perkampungan padat, musala, balai adat, serta lahan pertanian warga," kata Rahman Syarif Dt Parpatiah dari Kerapatan Adat Nagari (KAN) Baruah, Kecamatan Payakumbuh kepada Gatra.com, Minggu (4/10).

Menurut Rahman, pihaknya mengadu ke DPRD Sumbar untuk mengutarakan kekecewaan atas pembangunan jalan tol tersebut. Pihaknya tidak menolak pembangunan jalan tol, namun sebelum membangun hendaknya harus dimusyawarahkan terlebih dahulu agar nanyinya tidak langsung main gusur.

Rahman menilai, satwa dan hutan saja harus dilindungi. Dengan demikian, mestinya perkampungan pada penduduk, fasilitas adat, dan lahan pertanian juga tidak boleh dikorbankan. Dengan begitu, pembangunan bisa dialihkan melewati Gunung Bungsu tanpa harus menggusur perkampungan adat di daerah itu.

Ungkapkan kekecewaan juga dilontarkan warga Lubuk Batingkok, Mafilindo. Ia mengaku akan kehilangan mata pencarian. Apalagi, ia hanya berprofesi sebagai petani yang sudah mengolah lahan pertanian secara turun-temurun. Ia kecewa lahan pertaniannya yang subur dan produktif justru akan dijadikan jalan tol.

"Kami bukan menghambat pembangunan, tapi lahan yang akan dilewati untuk jalan tol itu lahan subur dan produktif. Kami sebagai petani berharap pembangunan jalan tol itu dialihkan," ujarnya.

Menanggapi keluhan warga Limapuluh Kota itu, Ketua DPRD Sumbar, Supardi, juga berharap pembangunan jalan tol ini jangan sampai merugikan masyarakat. Apalagi sampai menggusur permukiman padat penduduk, mengganggu lahan pertanian produktif, balai adat, hingga tempat ibadah.

Dengan demikian, ia berjanji akan membicarakan persoalan itu lebih lanjut dengan pemerintah daerah dan pihak terkait. Baginya, persoalan ini harus dicari solusi dan alternatifnya untuk meminimalisir penggusuran perkampungan penduduk. Selain itu, penghitungan ganti rugi lahan juga tidak boleh disamaratakan.

"Tentu ini harus disikapi secara bijak. Sebisa mungkin tidak mengganggu lahan produktif dan menggusur permukiman penduduk. Tim apraisal juga haru mempertimbangkan harga, lahan tidur dengan lahan produktif nilai ekonominya beda. Jadi [jangan di]-samakan," ujarnya.

9109