Home Politik LPSK Minta DPR Masukkan RUU PKS ke Prolegnas 2021

LPSK Minta DPR Masukkan RUU PKS ke Prolegnas 2021

Jakarta, Gatra.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) meminta DPR memasukkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) sebagai prioritas yang harus dibahas pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2021.

Wakil Ketua LPSK, Livia Iskandar, dalam keterangan tertulis, Senin (6/10), menyampaikan, pembehasan hingga pengesahan RUU PKS menjadi UU ini sangat mendesak mengingat jumlah kasus kekerasan seksual yang kian marak terjadi.

Menurutnya, kekerasan seksual itu dilakukan dengan aneka modus seperti yang terungkap ke publik akhir-akhir ini. Kondisi ini menjadi salah satu alasan urgensi pembahasan dan pengesahan RUU PKS.

"Posisi LPSK adalah mendorong agar RUU tersebut dimasukkan dalam prioritas pembahasan DPR pada Tahun 2021," ujar Livia.

LPSK mencatat, pada akhir bulan September 2020, terdapat 223 saksi dan atau korban yang mengajukan permohonan perlindungan dalam perkara-perkara yang berdimensi kekerasan seksual. Pada Tahun2018, LPSK telah memberikan perlindungan kepada saksi atau korban kekerasan seksual sebanyak 401 orang dan pada tahun 2019 berjumlah 507 orang.

Livia melanjutkan, LPSK banyak menerima permohonan perlindungan dari korban kekerasan seksual, namun dalam proses hukum yang berjalan seringkali kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi kepada korban dianggap tidak memenuhi unsur-unsur perbuatan pidana. Oleh karenanya, diperlukan UU yang mampu menjangkau bentuk-bentuk kekerasan seksual yang semakin berkembang jenis, maupun modusnya.

"Dalam banyak kasus, dengan tidak dapat dilanjutkannya proses hukum, korban seringkali mendapatkan serangan balasan dari pelaku, contohnya melakukan laporan balik, situasi ini tentu perlu mendapatkan perhatian semua pihak dalam kaitannya dengan perlindungan kepada korban kekerasan seksual," katanya.

Livia melanjutkan, dari hasil kajian LPSK, terdapat beberapa aspek penting yang harus menjadi muatan dalam pembahasan RUU PKS. Pertama, adalah soal pemenuhan hak saksi dan atau korban untuk perlindungan, bantuan rehabilitasi medis, psikologis maupun psikososial dan fasilitasi restitusi.

Kedua, dampak sosial yang diakibatkan tindak pidana pada kasus-kasus kekerasan seksual. Seperti pada sebuah kasus kekerasan seksual di Bengkulu, keluarga korban justru dikucilkan oleh masyarakat dan diusir dari tempat tinggalnya.

Oleh karena itu, diperlukan kerangka sosio-ekologis untuk pemulihan yang komprehensif dan masyarakat dapat lebih menunjukkan empati serta kepedulian dan tidak menyalahkan korban sebagai pemicu kekerasan seksual.

Ketiga, pembahasan mengenai pengaturan restitusi (ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku) bagi korban agar dapat dipastikan mengikat kepada pelaku dan dapat dieksekusi.

Terakhir, keberadaaan Victim Impact Statement (pernyataan dampak atas kejahatan yang dialami oleh korban) dalam hukum acara persidangan kasus kekerasan seksual agar diadopsi di RUU PKS, korban dapat memberikan pernyataan akan dampak yang dialaminya yang merupakan bentuk partisipasi korban dalam proses peradilan pidana, baik berupa tulisan maupun lisan yang ditujukan kepada majelis hakim.

123