Home Gaya Hidup Jamasan Pusaka Digelar dengan Protokol Kesehatan Ketat

Jamasan Pusaka Digelar dengan Protokol Kesehatan Ketat

Banyumas, Gatra.com - Masyarakat adat pada dua desa di Banyumas, Jawa Tengah menggelar jamasan pusaka, Jumat (30/10). Pada masa pandemi COVID-19 ini, mereka beradaptasi dengan menerapkan protokol kesehatan dan membatasi jumlah pengunjung.

Bahkan di objek wisata religi Langgar Jimat Kalisalak, Desa Kalisalak, Kecamatan Kebasen, Banyumas, panitia juga melarang pengunjung memasuki area prosesi adat. Warga maupun peziarah hanya bisa menyaksikan pencucian pusaka peninggalan Sunan Amangkurat I ini dari kejauhan.

Ketua Kerabat Jamasan Desa Kalisalak, Bachtiar mengatakan, sesuai imbauan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, prosesi pencucian yang sudah berlangsung selama 343 tahun ini berjalan singkat, kurang lebih 3 jam. Petugas penjamas juga dibatasi hanya 6 orang termasuk juru kunci Satiman dan petugas penjamas Ki Mad Salam. Setelah dicuci langsung dimasukkan lagi ke langgar.

"Sesuai aturan dari Bupati Banyumas, kami hanya membatasi prosesi pencucian hanya pada tradisi utama saja. Atraksi pendukung tidak digelar. Dari Kraton Solo juga menyarankan tradisi seperti Sekaten tidak dijalankan," katanya.

Dia mengatakan, ritual lainnya hanya berupa doa bersama memohon keselamatan bangsa dan negara agar segera terbebas dari pandemi COVID-19.

Prosesi penjamasan dimulai dari mengeluarkan ratusan pusaka untuk dicuci dan dihitung pada altar yang disediakan. Benda yang pertama kali dijamas berupa "bekong" atau alat penakar beras. Lalu menyusul berbagai pusaka mulai dari koin, batu, keris, mata tombak, sampai kain.

Bachtiar mengatakan, berbeda dengan tahun sebelumnya, kali ini, naskah daun lontar yang tersimpan di Langgar Jimat tidak dibaca. Sebab, petugas pembaca dari Surakarta berhalangan hadir.

"Untuk pembacaan naskah daun lontar tidak ada. Jadi hanya pendataan (pusaka) saja," ucapnya.

Sementara itu, pada prosesi di Desa Dawuhan, Kecamatan Banyumas, warga yang datang tak mencapai 100 orang. Mereka masih bisa melihat dari dekat 300an pusaka yang telah dijamas.

Setelah pencucian selesai, benda-benda itu dibawa kembali ke Museum Pusaka untuk dijemur dan dihitung. Sementara sesepuh adat dan juru kunci menafsirkan pertanda yang muncul saat menghitung jumlah pusaka.

"Keunikan Jamasan Pusaka Kalibening adalah jumlah pusaka dan jimat yang selalu berubah. Padahal, selama setahun tempat penyimpanannya tidak pernah dibuka. Tapi tahun ini, kami tidak membacakan tafsir dari perubahan jumlah pusaka, hanya melakukan penghitungan," kata Juru Kunci Museum Kalibening, Sururudin.

699