Home Kebencanaan Sultan: Kekeliruan Antisipasi Erupsi Merapi Jangan Terulang

Sultan: Kekeliruan Antisipasi Erupsi Merapi Jangan Terulang

Yogyakarta, Gatra.com – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan kekeliruan antisipasi erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Sleman pada 2010 tak boleh terulang. Saat itu, warga harus mengungsi sampai Kabupaten Kulonprogo dan Gunungkidul karena ketakutan.

Hal itu disampaikan Raja Keraton Yogyakarta itu di sela kunjungan ke kantor Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, Senin (7/12).

“(Erupsi) 2010 kan tidak punya pengalaman tapi (lantas) jadi pengalaman bagus. Biasanya hanya meleleh kira-kira 5-7 kilometer dari pucuk Merapi. Akhirnya meletus, jaraknya 10, 12, sampai 20 kilometer untuk hujan abu. Ini kan pengalaman bagi kita untuk mengantisipasi, sehingga kekeliruan-kekeliruan di 2010 jangan terulang,” katanya.

Sultan mengatakan, saat itu semula hanya disediakan enam dapur umum di lokasi pengungsian. Namun karena Merapi terus menerus erupsi, warga mengungsi sampai Gunungkidul dan Kulonprogo.

“Lha kami terpaksa buka dapur umum di Gunungkidul, Kulonprogo. Sebetulnya kan juga bisa ditertawakan, ketog kono ngopo (mengungsi sampai sana kenapa). Tapi faktanya karena rasa takut masyarakat kan sampai Gunungkidul. Kulonprogo pun ada dapur umum,” katanya.

Menurut Sultan, hal itu akan mempersulit petugas dalam menangani pengungsi. “Kan mempersulit kita. Jadi 26 dapur umum, setiap hari, pagi, siang, malam harus mengirim (logistik). Transportasinya jauh. Karena rasa takut, jadi pengalaman yang tidak bisa kita perhitungkan,” katanya.

Sultan berkata, pengalaman erupsi 2010 juga menunjukkan tindakan pengungsi, terutama bapak-bapak, yang sesekali kembali ke rumah untuk memberi makan hewan ternak, seperti sapi, bebek, dan ayam.

“Persoalannya bapak-bapak ini karena merasa punya rumah, dia harus bersih-bersih, tilik omah (mengecek rumah), dan sebagainya. Itu sebetulnya sudah dari dulu naik-turun seperti itu, tidak bisa tidak,” katanya.

Menurut Sultan, kondisi ini akan terulang saat ini kendati Merapi telah berada di level II ‘Waspada’. Namun saat status naik ke tingkat tertinggi, level IV atau ‘Awas’, Merapi harus disikapi secara berbeda.

“Jadi ya memang tidak mudah (pengungsi tetap berada di barak). Dia punya aset seperti itu harus ditinggalkan memang agak susah dan itu yang memang menjadi dasar dia bolak-balik, tidak mudah stay di tempat itu. Hanya kalau sudah (status) ‘Awas’, nah itu lain,” katanya.

Kepala BPPTKG Hanik Humaida mengatakan aktivitas vulkanik Merapi saat ini masih tinggi. “Kegempaan masih tinggi, kemudian deformasi masih belum memendek, per hari 11 centimeter. Sejak 5 November (2020) masih naik-turun, naik lagi,” katanya.

Hanik mengatakan kubah lava baru juga belum muncul, tapi sudah terbentuk retakan-retakan kawah akibat desakan magma menuju permukaan. “Desakan magma terus terjadi, sehingga menyebabkan rekahan-rekahan di atas,” ucapnya.

317