Home Politik Pengamat Intelijen: Waspada Spionase Diplomat Asing

Pengamat Intelijen: Waspada Spionase Diplomat Asing

Jakarta, Gatra.com – Polemik kedatangan diplomat Jerman di markas Front Pembela Islam (FPI) di Petamburan menemui titik terang. Sebelumnya viral di media sosial foto yang diklaim sebagai sosok perwakilan dari Kedutaan Besar Jerman. Pada Jumat lalu (18/12), Kedubes Jerman di Jakarta mengonfirmasi bahwa diplomatnya telah mendatangi markas pusat DPP FPI.

Menurut Kedubes tindakan tersebut merupakan inisiatif pribadi sang diplomat dan bukan penugasan resmi dari pemerintah Jerman. “Kedutaan Besar Jerman menyesalkan kesan yang ditimbulkan atas insiden tersebut, baik kepada publik maupun mitra kami di Indonesia. Kami menjamin tidak ada niat politik apapun dalam kunjungan tersebut,” demikian keterangan tertulis Kedubes Jerman.

Pengamat intelijen Ridlwan Habib mempertanyakan kehadiran diplomat Jerman ke markas FPI di saat Komnas HAM masih menyelidiki kasus meninggalnya enam (6) laskar dari Front Pembela Islam itu. “Tindakan itu mencurigakan dan patut diduga melakukan tindakan spionase atau mata mata, “ ujar Direktur The Indonesia Intelligence Institute, Ridlwan Habib di Jakarta (21/12).

Terlebih upaya kunjungan itu dilakukan secara diam-diam sehingga sarat kecurigaan. Ridlwan menyebut diplomat asing sama sekali tidak berkepentingan terhadap kasus yang menimpa FPI. “Apalagi saat ini sedang ada kasus hukum yang dialami anggota FPI, tindakan diplomat Jerman itu janggal,” ujar alumni S2 Kajian Intelijen UI itu.

Ridlwan menyebut di dunia intelijen, profesi diplomat sering digunakan sebagai cover atau kedok dari agen intelijen. Mereka melakukan penyamaran dalam tugas atau dikenal sebagai istilah “undercover” sehingga negara sasaran agak repot melakukan penindakan. Hal itu menurutnya lazim dilakukan oleh berbagai negara. “Namun jika terbukti melakukan tindakan spionase secara terang-terangan, bisa diusir paksa, persona non grata,” katanya.

Hal itu sesuai dengan pasal 3 Konvensi Jenewa yang mengatur hak-hak dan kekebalan diplomatik. “Seorang diplomat asing dilarang keras melakukan tindakan mata mata di negara tempat tugasnya. Menlu berhak mengusir diplomat itu,” lanjut Ridlwan.

Dirinya mencontohkan sebuah peristiwa pada 1982. Saat itu oknum diplomat Rusia bernama Finenko tertangkap melakukan kegiatan spionase dengan membeli informasi pada oknum TNI AL bernama Susdaryanto. “Mereka tertangkap satgas operasi Pantai Bakin dan Finenko langsung dipulangkan paksa,” katanya.

Ridlwan menilai tindakan kunjungan diam diam diplomat Jerman yang tidak diakui sebagai perintah resmi sudah cukup sebagai bukti. “Kemlu RI bisa meminta identitas lengkap diplomat Jerman itu dan mendesak agar yang bersangkutan pulang ke Jerman,” pungkasnya.

691