Home Hukum Pemberhentian Ketua KPU oleh DKPP Dinilai Ganjil

Pemberhentian Ketua KPU oleh DKPP Dinilai Ganjil

Jakarta, Gatra.com - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberhentikan Arief Budiman dari jabatan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Rabu, pekan lalu (13/1). Keputusan ini tertuang dalam putusan perkara nomor 123-PKE-DKPP/X/2020. DKPP berdalih bahwa pemberhentian tersebut didasari oleh dua hal. 

Pertama, Arief pernah mengeluarkan surat pengantar keputusan presiden kepada Evi Novida Ginting, yang dianggap DKPP sebagai pengaktifan kembali Evi, yang sebelumnya juga telah diberhentikan DKPP karena dianggap melanggar kode etik, sebagai anggota KPU RI.
 
Kedua, Arief mendampingi Evi saat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, yang dianggap DKPP sebagai bentuk perlawanan terhadap putusan DKPP. 
 
Menilai persoalan ini, pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan, sanksi pemberhentian tersebut ganjil dan mengganggu muruah KPU. Pasalnya, Arief selaku ketua, menurut Feri, hanya menemani Evi untuk menempuh jalur hukum yang sah.
 
Dengan begitu, tindakan Arief untuk mendukung Evi dalam menggugat pemberhentian atas dirinya ke PTUN tidak lain adalah bentuk kepedulian atasan terhadap bawahannya, bukan pelanggaran dan perlawanan hukum. "Jika tindakan ke pengadilan melanggar etika, saya tidak habis pikir," ujar dia dalam diskusi yang digelar LHKP PP Muhammadiyah. 
 
Feri juga menuturkan bahwa persoalan semacam ini tidak boleh dibiarkan, dan berpotensi akan muncul kembali di kemudian hari dengan aktor-aktor yang berbeda. Menurut dia, perseteruan DKPP dan KPU merupakan persoalan luar biasa dalam penataan penyelanggara pemilu secara konstitusional.
 
"KPU dan Bawaslu sudah seperti Tom and Jerry. Sekarang ditambah lagi ada DKPP, jadi ada Tom dan Jerry dan Spike, seekor bulldog yang tugasnya menambah keributan," ujar dia. 
 
302