Home Internasional Covid-19 Meningkat, PM Jepang dalam Tekanan Publik

Covid-19 Meningkat, PM Jepang dalam Tekanan Publik

Tokyo, Gatra.com - Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga menghadapi tekanan baru pada hari Senin (25/1) atas penanganannya terhadap pandemi virus korona, melalui jajak pendapat baru yang menunjukkan banyak orang percaya bahwa pemerintah terlalu lambat menanggapi gelombang infeksi terbaru.

Dikutip Reuters, Senin (25/1), anggota parlemen oposisi juga semakin kecewa dengan gaya kepemimpinan Suga yang pendiam. Menurut mereka Suga tidak memberikan jawaban terperinci atas pertanyaan tentang krisis COVID-19 dan Olimpiade Tokyo akan dimulai dalam waktu kurang dari enam bulan lagi.

Suga sedang berjuang menghentikan penurunan Covid-19 dan menstabilkan pemerintahannya yang berusia empat bulan meski telah meluncurkan serangkaian tindakan untuk menahan gelombang ketiga infeksi virus korona dan Olimpiade yang akan dimulai pada 23 Juli.

Menurut jajak pendapat yang diterbitkan surat kabar Asahi pada hari Senin menyebut dukungan untuk kabinet Suga pun turun menjadi 33 persen dari 39 persen bulan lalu, dengan ketidaksetujuan meningkat 10 poin menjadi 45 persen.

Jajak pendapat yang dilakukan melalui telepon pada akhir pekan lalu menunjukkan 80 persen responden menganggap pemerintah terlalu lambat mengumumkan keadaan darurat, dalam menanggapi wabah virus corona yang telah melanda negara itu sejak Desember.

Kritikus juga mengatakan Suga membutuhkan waktu terlalu lama untuk menghentikan kampanye pariwisata domestik, yang menurut beberapa ahli telah berkontribusi pada penyebaran virus di luar hotspot awal di wilayah Tokyo.

Yoshihito Niki, seorang spesialis penyakit menular dan profesor di Rumah Sakit Universitas Showa, setuju bahwa pemerintah seharusnya menghentikan kampanye lebih awal.

"Jelas itu bermasalah, bukan hanya karena hal itu mungkin telah berkontribusi pada peningkatan jumlah kasus oleh orang-orang yang bepergian ke seluruh negeri, tetapi juga memberi kesan kepada kaum muda bahwa mereka dapat menurunkan kewaspadaan," katanya.

Pemerintah mengatakan keputusannya untuk tetap berpegang pada kampanye pariwisata domestik, sesuai berdasarkan data infeksi pada saat itu.

Data infeksi yang dirilis selama akhir pekan menunjukkan bahwa gelombang infeksi COVID-19 ketiga, dan paling mematikan di Jepang, telah memuncak.

Tokyo mencatat 986 kasus baru pada hari Minggu, turun di bawah 1.000 untuk pertama kalinya sejak 12 Januari. Prefektur Osaka juga melaporkan jumlah kasus baru terendah sejak tanggal tersebut.

Secara nasional, NHK melaporkan hitungannya adalah 3.990, di bawah 4.000 untuk pertama kalinya sejak 4 Januari. Jepang telah memiliki total 365.723 kasus virus korona baru dan 5.120 kematian.

Suga mengatakan bahwa meskipun kasus di Tokyo turun, pemerintah tidak terburu-buru untuk mencabut keadaan darurat.

"Para ahli mengindikasikan bahwa perlu melihat situasi sedikit lebih banyak untuk menentukan bahwa itu adalah tren yang menurun," katanya kepada parlemen.

Menteri Ekonomi Yasutoshi Nishimura mengatakan pemerintah tidak akan mengakhiri keadaan darurat bahkan jika kasus di Tokyo turun di bawah 500 per hari.

Jajak pendapat Asahi dilakukan setelah anggota parlemen oposisi mengkritik singkatnya jawaban Suga atas pertanyaan tentang tanggapan pemerintah terhadap krisis COVID-19 dan Olimpiade selama debat parlemen pada hari Kamis.

Komite pengarah Majelis Tinggi mengajukan petisi ke kantor Suga untuk memberikan tanggapan yang lebih menyeluruh selama debat di masa depan, menurut surat kabar Mainichi dan Asahi.

"Untuk mengatasinya dengan jawaban yang abstrak dan sangat singkat sama dengan menolak untuk menjelaskannya kepada orang-orang," kata Mainichi mengutip anggota parlemen dari Partai Demokrat Konstitusional Jepang, Tetsuro Fukuyama, mengatakan pekan lalu.

Suga mendukung komitmen pemerintah untuk menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Panas meskipun sebuah laporan di The Times pekan lalu mengatakan para pejabat di Tokyo telah mengabaikan harapan untuk mengadakan acara tersebut tahun ini.

Jajak pendapat menunjukkan bahwa publik sangat menentang penyelenggaraan Olimpiade di tengah pandemi.

Profesor ilmu politik Universitas Nihon Tomoaki Iwai mengatakan Suga bukan komunikator yang hebat, meski kepemimpinannya saat ini tidak diragukan lagi.

"Tidak ada calon yang kuat untuk menggantikannya. Kemungkinan pemerintah saat ini akan berlarut-larut meski dukungan publik sangat lemah, yang akan sangat tragis," katanya.

129