Home Hukum Belajar Risiko Investasi dari Kasus Jiwasraya

Belajar Risiko Investasi dari Kasus Jiwasraya

Jakarta, Gatra.com –‎ Pengamat pasar modal juga Dirktur Avere Investama, Teguh Hidayat, mengatakan, pemilik dana atau investor di sektor industri keuangan ‎harus mengetaui risiko gagal bayar saat menempatkan dana agar tidak terjadi seperti di kasus Jiwasraya.

Teguh dikutip dari Antara pada Selasa (9/3), menyampaikan, pengetahuan tentang risiko tersebut dengan cara ‎meningkatkan pengetahuan dan literasi untuk meminimalkan risiko investasi. 

Menurutnya, tidak semua investor memahami dunia investasi dalam perasuransian sehingga kebanyakan para pemilik dana tidak begitu kritis atas risiko yang dihadapi.

"Masalahnya, investor banyak yang cenderung hanya memikirkan keuntungan saja, tanpa melihat risiko. Namun, ketika gagal bayar barulah sadar dan pusing menghadapi persoalan," ujarnya.

Menurut Teguh, diperlukan perhitungan yang matang investor sebelum membeli produk investasi yang menjanjikan bunga tetap dan tinggi, termasuk saving plan PT Jiwasraya. Hal ini ditujukan agar investor bisa memahami risiko gagal bayar. 

"Bunga yang dijanjikan memang tinggi dan menggiurkan. Tapi, investor perlu hati-hati, apalagi misalnya yang menempatkan dana di asset management. Di mana dananya itu kena goreng-goreng saham. Di sini, investor harus kritis,” ujarnya.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta telah memvonis 6 terdakwa perkara korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) hukuman seumur hidup.

Keenam terdakwanya yakni mantan Direktur Utama (Dirut) Asuransi Jiwasraya, Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Asuransi Jiwasraya, Hary Prasetyo; Kepala Divisi dan Keuangan Asuransi Jiwasraya, Syahmirwan, Direkutr PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto; Komisaris Utama PT Trada Alam Minera, Heru Hidayat; dan Direktur Utama PT Hansos International, Benny Tjokrosaputro.

Tak teriam dengan vonis itu, Bentjok yang juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp6 triliun, mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.

897