Home Info Sawit Saatnya Uji Rendemen, Evaluasi Indeks K

Saatnya Uji Rendemen, Evaluasi Indeks K

Jakarta, Gatra.com - Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) bakal melakukan pengujian rendemen --- kadar minyak --- kelapa sawit milik petani  plasma.

Itupun plasma yang selama ini Tandan Buah Segar (TBS) nya diolah oleh Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang masuk dalam tim penetapan harga.

Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan (Disbun) Sumsel, Rudi Arpian tidak menjelaskan berapa banyak PKS yang menjadi anggota tim penetapan harga meski jumlah PKS yang ada di Sumsel mencapai 77 unit.

Dan kalau hanya rendemen plasma yang TBSnya diolah PKS anggota tim penetapan harga yang diuji, berarti jadi tidak semua sawit kebun plasma yang akan diuji.

Sementara dari data yang disodorkan Rudi, sampai saat ini ada sekitar 312.508 hektar kebun plasma yang tersebar di 12 kabupaten kota.

Sekitar 273.356 hektar Tanaman Menghasilkan (TM), 36.350 hektar Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan sisanya Tanaman Tidak Menghasilkan (TTM).

Pengujian rendemen ini menjadi teramat penting kata Rudi lantaran hasil pengujian rendemen terakhir digelar 10 tahun lalu, jadi sudah tidak relevan lagi.     

"Rendemen inikan faktor penentu harga TBS, jadi sudah musti diperbaharui. Soalnya teknik budidaya tanaman kelapa sawit sudah semakin berkembang, termasuk ketersediaan bibit unggul," cerita Rudi kepada Gatra.com, Rabu (17/3). 

Dari hasil pengujian nanti kata Rudi, akan ketahuan pola pemeliharaan tanaman sawit petani. Kalau misalnya di satu hamparan rendemennya lebih rendah ketimbang rendemen tanaman seumurannya di hamparan lain, berarti pola pemeliharaan di rendemen yang rendah itu musti ditingkatkan. 

Yang pasti kata Rudi, pengujian rendemen itu dilakukan tetap berdasarkan umur tanaman dan pengambilan sampel musti disepakati oleh perusahaan dan petani plasma.

Baca juga: Siapa Untung di Indeks K

"Uji rendemen ini juga mengacu pada Permentan No. 01 Tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun. Di Pasal 11  Ayat 1 disebut bahwa rendemen CPO dan PK dievaluasi secara periodik paling kurang sekali 5 tahun," ujarnya.

Rudi menyebut, pengujian rendemen tadi adalah bagian dari misi utama Gubernur Sumsel Herman Deru dan wakilnya Mawardi Yahya untuk menggenjot pendapatan petani.

Apalagi sektor perkebunan sudah dirasakan sangat memberikan kontribusi positif di tengah  melemahnya perekonomian akibat pandemi.

Tentang sawit petani swadaya kata Rudi, Pemprov Sumsel  akan melakukan pengujian rendemen, namun saat ini masih berupaya melakukan pendekatan kepada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) terkait pembiayaan.  

Kalau Pemprov Sumsel baru akan memperbaharui data rendemen sawit, Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) justru meminta supaya Indeks K yang selama ini dipakai sebagai penentu harga TBS yang dibayarkan kepada petani, segera diperbaharui.

Soalnya Indeks K itu kata Ketua Umum DPP Apkasindo, Gulat Medali Emas Manurung, sudah 10 tahun belum pernah diperbaharui, indeksnya malah semakin menurun dari tahun ke tahun.

Multi potongan dalam penetapan harga --- misalnya Biaya Operasional Tidak Langsung (BOTL), penyusutan, mobilisasi dan lain-lain --- justru semakin menekan harga TBS.

"Belum lagi "mafia" potongan timbangan di PKS yang memotong sampai 10%, itu sudah jelas merampok, tapi semua aparat terkait nampaknya tutup mata," rutuk Gulat.

Sementara selama 10 tahun terakhir, perbaikan teknik budidaya sawit petani sudah dilakukan dan upaya itu meningkatkan rendemen TBS petani, khususnya dari aspek bibit unggul dan pemupukan.

"Cek saja ke produsen kecambah sawit pada 10 tahun terakhir, pemesan kecambah mayoritas petani sawit, bukan korporasi," pinta Gulat.

Misalnya ke PPKS Medan. Tahun lalu kata Gulat, PPKS Medan berhasil memasarkan 3 juta kecambah DxP. Tapi hampir 80% kecambah itu, justru pesanan petani.

"Inilah salah satu cara yang kami pakai untuk naik kelas. Tapi di Indeks K, kami selalu saja tinggal kelas lantaran berbagai potongan tadi. Padahal dengan upaya naik kelas tadi, mustinya angka Indeks K semakin besar dan berkeadilan," harapnya.

"Biaya penyusutan pabrik juga harus dievaluasi itu, masak pabrik yang enggak efisien petani sawit yang menanggung," tambahnya.

Soalnya kata kandidat doktor lingkungan Universitas Riau ini, bukan rahasia lagi PKS memotong duit sawit petani untuk mengganti biaya perawatan pabriknya, padahal biaya olah TBS sudah dibebankan ke biaya produksi CPO.

"Jika biaya penyusutan PKS dibikin 1%, maka dalam 100 bulan kemudian, semestinya PKS itu sudah milik petani, gimana dong?" ayah dua anak ini menyentil.


Abdul Aziz

889