Home Hukum Hunian DP 0 Rupiah Anies Baswedan Tersandung Kasus Tanah

Hunian DP 0 Rupiah Anies Baswedan Tersandung Kasus Tanah

Jakarta, Gatra.com- Rencana Perumda Pembangunan Sarana Jaya milik Pemda DKI mengembangkan hunian DP 0 rupiah, terganjal kasus tanah. Hunian DP 0 rupiah merupakan janji kampanye Gubernur Anies Baswedan.

Pengembangan hunian bertajuk Proyek Munjul itu sedianya dibangun di Munjul, Kelurahan Pondok Rangon, kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Sarana Jaya telah menggelar beauty contest untuk mencari mitra pembiayaan Agustus tahun lalu. Tidak jelas kelanjutan proyet di atas lahan 4 hektare itu, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melapor ke KPK, 19/03.

"Bersama ini disampaikan copy sertifikat Hak Guna Bangunan Lahan di Munjul, Kelurahan Pondok Rangon, kecamatan Cipayung Jakarta Timur yang saat ini KPK sedang melakukan Penyidikan dugaan korupsi pembelian lahan tersebut oleh BUMD DKI Jakarta Perusahaan Daerah Sarana Jaya," kata Boyamin Saiman, koordinator MAKI.

Lahan tersebut terdiri dari Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 97,98, dan 99 yang diterbitkan oleh Kantor BPN Jakarta Timur pada 31 Juli 2001 dengan masa berlaku hingga 31 Juli 2021 atas nama pemilik Yayasan Kongregasi Suster-suster Carolus Borromeus dengan luas keseluruhan sekitar 4 hektare.

"Berdasar data tersebut terdapat hal-hal yang memperkuat telah terjadinya dugaan korupsi pembayaran pembelian lahan oleh PD Sarana Jaya kepada sebuah perusahaan yang mengaku memiliki lahan tersebut," katanya.

Bahwa lahan tersebut dimiliki oleh sebuah Yayasan sehingga tidak bisa dijual kepada sebuah perusahaan bisnis swasta. Lahan Yayasan hanya boleh dialihkan kepada Yaysan lain untuk digunakan tujuan fungsi sosial, hal ini berdasar ketentuan Pasal 37 Ayat (1) huruf B Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 Tentang Yayasan.

"Semestinya sejak awal PD Sarana Jaya mengetahui tidak bisa membeli lahan tersebut karena lahan dimiliki oleh sebuah Yayasan yang kemudian dijual kepada perusahaan swasta yang mana dilarang oleh UU Yayasan, sehingga dengan melakukan pembayaran kepada sebuah perusahaan swasta sekitar Rp200 miliar adalah sebuah bentuk pembayaran yang tidak diperolehnya sebuah lahan yang clear and clean serta berpotensi kerugian total lost (uang hilang semua tanpa mendapat lahan)," katanya.

Boyamin juga menyoroti bahwa lahan tersebut HGB habis tahun Juli 2021 dan selama ini tidak pernah dilakukan pembangunan apapun sesuai izin HGB. "Sehingga berpotensi tidak akan diperpanjang HGB-nya sehingga semestinya PD Sarana Jaya menunggu perpanjangan HGB untuk melakukan pembayaran sehingga dengan pembayaran sebelum HGB diperpanjang adalah bentuk pembayaran yang sia-sia dan berpotensi tidak akan memperoleh lahan tersebut," tegasnya.

Apalagi, sebelum terbit HGB tahun 2001, lahan tersebut adalah berstatus Hak Pakai yang dimaknai lahan milik pemerintah sehingga ketika lahan tersebut terlantar karena tidak didirikan bangunan maka berpotensi HGB dicabut atau setidaknya perpanjangannya akan ditolak sehingga pembayaran oleh PD Sarana Jaya adalah sesuatu hal ceroboh dan uang terbuang percuma.

Bahwa dengan rencana penjualan lahan oleh pemegang HGB kepada perusahaan swasta yang kemudian dijual kepada PD Sarana Jaya patut diduga telah melanggar UU Yaysan sehingga HGB tersebut dapat dicabut oleh pemerintah karena tidak sesuai peruntukannya sehingga pembayaran PD Sarana Jaya kepada sebuah perusahaan swasta patut diduga turut serta korupsi yang merugikan negara.

"Berdasar hal-hal tersebut, kami meminta segera diumumkan tersangka dan dilakukan penahanan terhadap para tersangka dugaan korupsi pembayaran PD Sarana Jaya untuk rencana memperoleh lahan di Munjul, Pondok Rangon, Cipayung , Jakarta Timur," tegas Boy.

3919