Home Hukum Mengais Rezeki di Tanah Sengekta Matoa Golf

Mengais Rezeki di Tanah Sengekta Matoa Golf

Jakarta, Gatra.com - Kasus sengketa lahan Matoa Golf & Country House yang melibatkan Induk Koperasi Angkatan Udara (Inkopau) dan PT Saranagraha Adisentosa masih belum menemukan titik terang. Lahan ini padahal menjadi tempat bagi warga sekitar untuk mencari penghidupan.

Karyawan Matoa Golf, Bahrudin (52), mengaku menggantungkan hidupnya di lahan seluas 60 hektar ini sejak tahun 1993. Penghasilan yang didapat dengan bekerja di bagian perawatan lapangan membuatnya bisa menyekolahkan kedua anaknya.

Menurut penuturan Bahrudin, pekerja-pekerja bisa memenuhi kebutuhan hidup karena upah rutin yang didapat di Matoa Golf. "Yang biasanya (pekerja) kurang berani ngambil-ngambil (beli) barang atau elektronik, jadi lebih berani karena didukung gaji tetapnya di sini," ujar Bahrudin ketika ditemui di Matoa Golf, Jakarta Selatan, pada Selasa (23/03).

Hal serupa juga dirasakan oleh Arippudin (41). Ia mampu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dengan bekerja sebagai satpam di Matoa Golf sejak tahun 2004. Aripuddin menyebutkan bahwa dengan bergabung di Matoa golf, kebutuhan seperti pendidikan anak dan kendaraan bisa terpenuhi.

"Semenjak kami bergabung di Matoa golf, kami bisa kredit kendaraan roda dua dan bisa menyekolahkan anak kami," ucap Arippudin di Matoa Golf, Jakarta Selatan, pada Selasa (23/03).

Bahrudin dan Aripuddin adalah sebagian kecil dari warga sekitar yang mencari penghidupan di Matoa Golf. Matoa Golf sendiri memiliki 500 karyawan yang sebagian besar adalah warga sekitar dengan presentase 80% - 90%.

Operational Manager, Asmawih (45), menyebutkan bahwa dirinya membawahi 259 pekerja yang 85% dari pekerja tersebut adalah warga sekitar. Adapun warga sekitar yang dimaksud Asmawih adalah warga dari kelurahan seperti Cipedak, Ciganjur, Krukut, Tanah Baru, dan Curug.

Adapun General Manager Matoa Golf, Muhammad Fahmi, mengkonfirmasi bahwa mayoritas pekerja Matoa Golf adalah warga sekitar. Ia menjelaskan kalau warga sekitar memang lebih diprioritaskan untuk bekerja di Matoa Golf ketimbang penduduk-penduduk jauh.

Menurut penuturan Fahmi, memprioritaskan warga sekitar untuk bekerja adalah bentuk upaya memajukan dan meningkat taraf hidup warga sekitar itu sendiri. Hal ini merupakan keinginan mendiang Pak Bob Hasan selaku pendiri.

"Beliau memang ingin memajukan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat di sekitar Matoa Golf, jadi ada tujuan secara sosial," tutur Fahmi di Matoa Golf, Jakarta Selatan, pada Selasa (23/03).

Dilansir dari majalah Gatra pada hari Selasa (17/03), lahan Matoa Golf masuk dalam Renaca Strategis (Renstra) IV tahun 2019-2024 sebagai lahan alternatif pembangunan fasilitas pertahanan udara milik TNI AU. meski begitu, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Udara, Indan Gilang Buldansyah, menyebutkan, Lapangan Golf akan tetap beroperasi.

Asmawih berpendapat bahwa banyak orang yang hidupnya terancam jika Matoa Golf berhenti beroperasi. Hal ini dikarenakan pekerja-pekerja Matoa Golf hidup dengan keluarga mereka masing-masing dari tempat ini.

"Dari 500 (karyawan) itu mereka punya keluarga, punya istri, punya anak. Kalau dikalikan 3, hampir 1500 orang yang bergantung dengan operasionalnya Matoa Golf ini. Dengan ditutupnya ini, ya, akan matilah mereka," ujar Asmawih di Matoa Golf, Jakarta Selatan, pada Selasa (23/03).

Selaku karyawan, Bahrudin berharap kepada pihak TNI AU untuk mengurungkan niat mengambil alih lahan sampai batas waktu yang ditentukan "Harapan kita sebagai karyawan dan karyawati Matoa sini, sangat butuh kerjaan ini, jadi kita mengharapkan untuk menangguhkannya" ucap Bahrudin.

 

1367