Home Ekonomi Harga Gabah Anjlok, Bulog Sumsel Didesak Serap Beras Petani

Harga Gabah Anjlok, Bulog Sumsel Didesak Serap Beras Petani

Palembang, Gatra.com - Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), mendesak agar Perum Bulog di provinsi setempat dapat meningkatkan serapan beras petani. Ini menyusul lantaran anjloknya harga gabah saat ini.

Anggota Komisi II DPRD Provinsi Sumsel, Azmi Shofix SIP, menolak mengimpor beras seperti yang direncanakan pemerintah. Apalagi, Sumsel sendiri surplus beras.

“Kita meminta Bulog Sumsel dapat menyerap beras dari petani. Kita juga meminta kepada Satgas Polda Sumsel dan Tim Sergap Pertanian Pusat untuk menyelidiki terhadap dugaan monopoli terhadap anjloknya harga gabah dan beras di tingkat petani,” ujarnya di Palembang, Kamis (25/3).

Karena itu, Azmi pun menyarankan kepada Dinas Pertanian, Dinas Perdagangan dan Perum Bulog segera berkoordinasi bersama mitra kerja pengadaan di seluruh wilayah Sumsel untuk segera membuat Memorandum of Understanding (MoU) dalam kontrak kerja sama tentang penyerapan gabah dan beras petani.

“Kami sangat berharap itu (gabah dan beras petani) yang dibeli dan diserap oleh mitra kerja dan penggilingan-penggilingan kecil juga diserap Bulog sesuai harga yang diterapkan oleh pemerintah,” katanya.

Berdasarkan laporan masyarakat, lanjutnya, seperti di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur harga gabah berkisar Rp 3.200, di Kabupaten Banyuasin kisaran Rp 2.800 hingga Rp 3.200. Bahkan, beras secara globalnya di wilayah Sumsel antara Rp 6.500 sampai Rp 7.000 per kilogram (kg).

Dijelaskannya, sesuai standar Harga Pokok Penjualan (HPP) Bulog yang ditetapkan sesuai Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 24 Tahun 2020, harga beras di Gudang Bulog berkisar Rp 8.300 per kg.

“Tentunya, itu masih terlalu jauh dari Rp 6.500 hingga Rp 7.000 ke Rp 8.300 per kg. Paling tidak, petani itu masih menikmati di angka Rp 7.300 atau Rp 7.400. Jadi, dari petani dibeli oleh penggilingan Rp 7.500 atau Rp 7.600, lalu dari penggilingan dijual ke Bulog seharga Rp 8.300. Nah, petani itu sangat merasakan dampaknya,” ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPD Partai Demokrat Sumsel, Firdaus Hasbullah, mengatakan partainya mengapresiasi sejumlah anggota Fraksi Demokrat yang ada di DPRD Sumsel, yang selama ini bersuara lantang penolakan itu lantaran merugikan para petani.

“Soal impor beras, saya mengapresiasi sekali hal itu (penolakan). Sebagai salah satu unsur pimpinan Partai Demokrat di Sumsel dan angkat bicaranya anggota Fraksi Partai Demokrat, dalam hal ini Azmi Shofix selaku yang konsen masalah itu dan duduk dibidang pertanian yang telah menyuarakan penolakan,” ujarnya.

Pihaknya juga berharap, agar rekan rekan lainnya, yakni anggota DPRD lainnya dapat ikut bersuara. Apalagi, Gubernur Sumsel, Herman Deru pun sudah angkat bicara menolak impor beras di Bumi Sriwijaya.

“Ya, kenapa itu (impor beras harus ditolak) karena Sumsel ini kan cukup untuk cadangan dan kebutuhan beras bagi masyarakat, yang jumlahnya sangat besar sekali,” katanya.

Terpisah, Pengamat Kebijakan Publik, Safran, menambahkan jika kebijakan impor beras oleh pemerintah tersebut akan merugikan rakyat khususnya para petani. Pasalnya, Indonesia sebagai bangsa agraris yang pasti selama ini pertanian menjadi komoditas unggulan.

“Kalau bangsa agraris seyogyanya para petani itu hidup makmur, jadi ada apa kebijakan negara ini. Saya sendiri tak melihat negara hadir untuk rakyatnya. Setiap panen tidak terjadi itu cita-cita petani, tapi jadi jerit tangis petani,” ujarnya.


 

235