Home Kebencanaan Pemantauan Terumbu Karang di Alor Dihentikan Sementara

Pemantauan Terumbu Karang di Alor Dihentikan Sementara

Kalabahi, Gatra.com – Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Wilayah Kabupaten Alor menghentikan semetara pemantau kesehatan terumbu karang di kawasan konservasi Suaka Alam Perairan (SAP) Selat Pantar dan laut sekitarnya.

Kepala Kantor Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) NTT wilayah Kabupaten Alor, Muhammad Saleh Goro, dalam keterangan pers, Senin (5/4), menyampaikan, kegiatan pemantauan atau Reef Health Monitoring (RHM) yang dilakukan mulai 31 Maret hingga 13 April 2021, dihentikan sementara karena situasi dan cuaca buruk di perairan lokasi pemantauan.

"Saat ini tim RHM sementara menghentikan kegiatannya dan bertahan di Kalabahi, ibu kota Kabupaten Alor sampai situasi memungkinkan untuk dilanjutkan kembali," katanya.

Kegiatan RHM berkolaborasi dengan Yayasan WWF Indonesia ini dilakukan di 47 titik lokasi pengamatan yang tersebar dari Kecamatan Pantar Barat Laut hingga Kecamatan Alor Timur. RHM adalah salah satu metode penelitian ilmiah yang dilakukan untuk mengamati dampak pengelolaan kawasan konservasi perairan terhadap kondisi ekosistem terumbu karang, baik di dalam maupun di luar kawasan.

Rangkaian kegiatan RHM melibatkan tim gabungan peneliti terumbu karang dari berbagai institusi, yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT, Dinas Perikanan Kabupaten Alor, Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang, Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar Wilker NTT, Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, serta Yayasan WWF Indonesia.

Saleh dalam siaran pers, lebih lanjut menjelaskan, hasil pengamatannya akan menjadi rekomendasi untuk pengelolaan adaptif dan kolaboratif kawasan tersebut agar lebih efektif dan efisien.

"Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT Wilayah Kabupaten Alor selaku Satuan Unit Organisasi Pengelola (SUOP) Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) SAP Selat Pantar dan laut sekitarnya, saat ini sedang menyusun roadmap pengembangan KKPD," ujarnya.

Roadmap tersebut nantinya sebagai landasan dalam melakukan pengelolaan kawasan secara kolaboratif guna mengakomodir semua kepentingan dalam KKPD dengan tujuan akhir adalah peningkatan ekonomi masyarakat untuk mendorong dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Alor.

"Kegiatan Kolaboratif ini didorong dimulai dari desa di Sekitar KKPD SAP Selat Pantar dan laut sekitarnya dengan tetap melakukan pendekatan adat dan agama yang saling terkoneksi antarsemua pemangku kepentingan, baik di pusat, Provinsi NTT maupun Kabupaten Alor," ujarnya.

Selain itu, saat ini juga dilakukan koordinasi dengan berbagai pihak serta mempersiapkan revisi dokumen Rencana Pengelolaan dan Zonasi (RPZ) KKPD SAP Selat Pantar dan laut sekitarnya mengacu kepada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 31 Tahun 2020 terkait Pengelolaan Kawasan Konservasi.

"Data RHM 2021 dari Yayasan WWF Indonesia, kami jadikan pedoman dalam penyusunan dokumen revisi RPZ Kawasan Konservasi Perairan Daerah SAP Selat Pantar dan Laut Sekitarnya," katanya.

Kawasan konservasi SAP Selat Pantar dan laut sekitarnya secara resmi ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35/KEPMEN-KP/2015 pada 16 Juni 2016.

Kawasan ini memiliki potensi tutupan terumbu karang, ekosistem hutan bakau, ekosistem padang lamun (Setyawan et al. 2018), serta jalur migrasi setasean dan tempat tinggal beragam megafauna laut karismatik, seperti paus, dugong, lumba-lumba, hiu paus, hiu tikus, pari manta, serta penyu.

Data survei tahun 2002 dari Khan, menunjukkan, ditemukan kurang lebih 3.211 individu dari 11 spesies setasean yang terdiri dari 5 spesies paus dan 6 spesies lumba-lumba.

Kegiatan pengamatan ini merupakan pengambilan data repetisi (T2) dari pengambilan data dasar (T1) yang dilakukan tahun 2017 silam, untuk melihat status dan tren kesehatan ekosistem terumbu karang. Pada pengamatan sebelumnya, tercatat tutupan karang keras hidup sebesar 32,5%. Kondisi ini menurun dari pemantauan sebelumnya di tahun 2014, yaitu sebesar 36%.

“Kegiatan pengamatan ini akan melihat lagi kondisi kesehatan terumbu karang setelah 3 tahun upaya perlindungan," kata Tutus Wijanarko, Project Executant Yayasan WWF Indonesia.

WWF Indonesia berharap kondisi terumbu karang di dalam kawasan akan lebih baik, sehingga bisa dikatakan bahwa upaya perlindungan yang dilakukan sudah efektif.

Selain mengamati kondisi kesehatan terumbu karang, kegiatan pengamatan ini juga melihat keragaman jenis ikan karang, serta megafauna lainnya, yakni penyu, hiu, pari manta, dan sebagainya. Kemudian, keragaman makrobentos, yakni kima, teripang, bintang laut, mahkota berduri atau Crown of Thorns, drupella, dan lola.

Hasil pengamatan tersebut nantinya akan menjadi masukan bagi Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT, Wilayah Kabupaten Alor, untuk digunakan dalam merumuskan strategi rencana pengelolaan ke depan.

329