Home Kesehatan Indonesia Tidak Berpengalaman Buat Vaksin COVID-19

Indonesia Tidak Berpengalaman Buat Vaksin COVID-19

Jakarta, Gatra.com – Menteri Riset dan Teknologi (Kemenristek) / Kepala BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), Prof. Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro, menerangkan bahwasanya Indonesia belum punya pengalaman membuat vaksin dari awal hingga siap untuk dilakukan vaksinasi, saat mengembangkan Vaksin Merah Putih.

“Kita belum punya pengalaman dari awal sampe akhir, yang ada pengalaman penelitian di hulu untuk melahirkan misalnya bibit vaksin untuk Hepatitis B, bibit vaksin untuk Demam Berdarah Dengue (DBD), maupun bibit vaksin untuk Malaria. Tetapi bibit vaksin tersebut belum pernah dibawa ke manufaktur, dalam hal ini misalnya ke Bio Farma,” terangnya.

Hal itu disampaikan di workshop virtual yang diadakan oleh Badan POM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) pada Selasa siang, (13/4). Di mana, acara tersebut juga disiarkan langsung via Zoom, kanal YouTube Badan POM RI serta Instagram resmi Badan POM, @bpom_ri.

Bambang mengatakan, bahwa Kemenristek BRIN berupaya agar Tanah Air dapat melahirkan vaksin COVID-19, yang dinamakan Vaksin Merah Putih. Menurutnya, Vaksin Merah Putih merupakan pengembangan bibit vaksin yang menggunakan isolat virus yang beredar di Indonesia. Nantinya, hendak dilakukan sedemikian rupa oleh para peneliti di negara ini, serta tentunya produksinya akan dilakukan oleh Indonesia juga.

Selain itu, ia memaparkan 6 institusi yang tengah terlibat dalam Vaksin Merah Putih. Berikut daftarnya:

1. Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman

Platform: Sub Unit Protein Rekombinan.

2. Universitas Airlangga (Unair)

Platform: Inactived Virus, sebelumnya Adenovirus.

3. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Platform: Protein Rekombinan.

4. Institut Teknologi Bandung (ITB)

Platform: Protein Rekombinan dan Adenovirus.

5. Universitas Indonesia (UI)

Platform: DNA, mRNA, dan VLP (Virus Like Particles).

6. Universitas Gadjah Mada (UGM)

Platform: Sub Unit Protein Rekombinan.

Alasan mengapa Kemenristek BRIN memberikan kesempatan terhadap 6 institusi tersebut untuk bekerja sesuai dengan pakemya masing-masing, yakni menurut Bambang, karena dalam pengembangan vaksin, kini Indonesia harus mampu menguasai berbagai macam platform yang ada di dalam teknologi vaksin. Terutama, platform yang dianggap sebagai suatu kemajuan teknologi. Contohnya, DNA maupun mRNA.

“Karena bagaimana pun, kita tidak pernah tahu jenis apa nanti virus yang akan datang di Indonesia maupun di dunia. Sehingga, kemampuan kita menguasai beberapa platform menjadi penting. Dan kita juga ingin tau seberapa banyak peneliti kita yang paham mengenai pengembangan vaksin itu sendiri,” ujarnya.

Lanjut Bambang, bahwa setelah mengalami proses, mereka bisa melihat dari ke-6 institusi tersebut ada 2 perkembangannya yang paling cepat yaitu yang pertama dari LBM Eijkman dengan protein rekombinan. Khususnya ekspresi ragi atau ekspresi yeast, di mana PT Bio Farma (Persero) sudah siap menjadi pihak manufacturing-nya.

Dan yang kedua ialah dari Unair yang menggunakan inactivated virus dan telah mendapatkan mitra industri yaitu PT Biotis. “Di mana, PT Biotis menurut info yang kami terima, masih sedang mengurus izin CPOB-nya [Cara Pembuatan Obat yang Baik] dengan BPOM ya. Dan tentunya, kita juga harapkan temuan BPOM agar kita punya industri pengembangan vaksin di luar Bio Farma ya,” harap Bambang.


 

1774