Home Teknologi Menguji Si Pengendus Corona dengan Standar Dunia

Menguji Si Pengendus Corona dengan Standar Dunia

Yogyakarta, Gatra.com - Badan Standardisasi Nasional (BSN) menyiapkan laboratorium khusus untuk menguji perangkat pendeteksi Covid-19, Gadjah Mada Electronic Nose Covid-19 alias Genose C19.

Upaya untuk menetapkan standar dan menjaga kualitas hingga ujungnya meningkatkan kepercayaan publik atas suatu inovasi karya anak bangsa dalam menghadapi pandemi.

Di tengah suasana pandemi, warga DKI Jakarta, Arumingtyas, 27 tahun, harus bekerja beberapa lama di Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia pun harus meninggalkan ibu kota melalui Stasiun Gambir, medio Maret lalu.

Saat itu, perangkat GeNose C19 telah digunakan sebagai alat skrining Covid-19 di sejumlah stasiun. “Itu pertama kali saya nyoba. Layanannya cepat, meski harus antre karena banyak orang,” ujar dia kepada Gatra.com, Senin (3/5).

Melalui GeNose C19, Arum harus mengembuskan napasnya di sebuah kantong plastik. Senyawa dari embusan napas itu akan ditangkap sensor dan dibaca suatu perangkat dengan kecerdasan buatan hingga muncul data terkait Covid-19. Hasilnya, kala itu Arum dinyatakan negatif Covid-19.

Namun Arum masih menyimpan keraguan atas kemampuan GeNose C19 mendeteksi Covid-19 hingga mesti menjalani tes antigen setibanya di Yogyakarta. “Karena hanya tiup napas saja. Sebelumnya kan selalu swab (PCR) dan antigen. Secara sains juga masih dipertanyakan,” tuturnya.

Arum tak sendiri. Keraguan atas inovasi karya tim Universitas Gadjah Mada (UGM) juga diutarakan sejumlah akademisi. Hal ini seperti disampaikan peneliti John Curtin School of Medical Research, Australian National University, Ines Atmosukarto.

“Penelitian dasar sampai pemakaian GeNose di lapangan kok cepet banget, sehingga mungkin untuk dunia peneliti pasti ingin melihat data, validasi, dan prosesnya,” kata dia, dalam diskusi daring ‘Pandemi Covid-19 Ubah Riset Sains di Indonesia?’, Maret lalu.

Dalam acara itu, co-inventor GeNose C19, Dian K. Nurputra, menjawab keraguan itu dengan menjelaskan bahwa GeNose C19 tak lepas dari risetnya mengenai breathalyzer untuk volatile organic compound (VOC) dalam kasus tubercolusis (TBC). VOC adalah senyawa organik yang mudah menguap dalam napas manusia.

Namun kemudian dunia, tak terkecuali Indonesia, digebuk pagebluk Covid-19. Di awal masa pandemi, ia melihat kecepatan pengetesan Covid-19 di Indonesia menggunakan PCR sangat lama.

Dian bersama sejumlah peneliti UGM lantas menyusun proof of concept (evaluasi gagasan) mengenai VOC terkait Covid-19. “Tujuannya untuk memetakan dan membandingkan VOC orang sakit Covid-19 dengan VOC orang sehat atau berpenyakit lain,” kata Dian.

Pada tahap evaluasi gagasan itu, protokol proof of concept divalidasi oleh Komite Etik FK UGM, Clinicaltrials.gov, dan Dirjen Farmalkes Kemenkes. Setelah itu, tim peneliti diizinkan melakukan evaluasi gagasan itu dengan alat purwarupa.

Purwarupa GeNose C19 itu melakukan skrining terhadap VOC orang sehat, pasien sakit non-Covid-19, seperti asma, TBC, penyakit paru obstruktif kronis, juga penderita Covid-19 di RS Bhayangkara dan RS Lapangan Khusus Covid-19, Yogyakarta. “Napas semua pasien diambil berulangkali pada tahap itu,” kata dia.

Sesuai hasil proof of concept, tim peneliti menyusun hipotesis bahwa purwarupa GeNose bisa menskrining VOC pasien Covid-19. Menurut dia, sampling system GeNose jauh lebih stabil daripada alat serupa dari negara lain.

Tim peneliti memantau perubahan VOC pasien Covid-19 dari hari pertama pasien dinyatakan positif Covid-19 hingga negatif. Melalui pemantauan itu, tim peneliti GeNose C19 menemukan bahwa pola VOC pasien positif Covid-19 benar-benar berbeda dari orang yang negatif.

Setelah itu, penelitian masuk ke tahap validasi. Alat dan kecerdasan buatan GeNose C19 lantas melewati uji diagnostik oleh Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan dan Dirjen Farmalkes. Uji diagnostik pra-pemasaran melibatkan 2.200 sampel.

Untuk uji pasca-pemasaran, peneliti mendapatkan hampir 3.000 sampel. “Secara keseluruhan, kami telah melakukan pengujian terhadap sekitar enam ribu sampel napas,” kata Dian.

Operator juga terus diingatkan agar mengikuti prosedur penggunaan GeNose C19 sesuai petunjuk di buku manual. Tim juga terus mengembangkan dan memperbarui kemampuan GeNose C19, seperti menambah fitur analisis lingkungan.

“Perangkat lunak kecerdasan buatan juga akan terus diperbarui. Apabila operator tidak memperbarui, dalam dua minggu perangkat lunak yang lama tidak dapat digunakan,” ujarnya.

GeNose C19 telah mendapat izin edar dari Kementerian Kesehatan. Skrining lewat alat itu juga telah menjadi syarat perjalanan melalui Surat Edaran Satgas Covid-19 Nomor 5 dan 12 Tahun 2021, juga Surat Edaran Kementerian Perhubungan Nomor 11 dan 26 Tahun 2021. Dengan ditempatkan di pusat-pusat keramaian, inovasi itu disebut dapat memulihkan mobilitas, pariwisata, hingga kondisi ekonomi yang terimbas pandemi.

Rektor UGM Panut Mulyono menjelaskan, hingga April 202, GeNose C19 telah diproduksi sebanyak 3.000 unit. Dari jumlah tersebut, 2.400 unit telah beredar, dan 600 unit sedang menunggu pemasangan, terutama di layanan transportasi di bawah kewenangan Kementerian Perhubungan.

“Pada Mei ini diproduksi 2.000 unit dan juga di Juni nanti akan diproduksi 2.000 unit. UGM terus meningkatkan produktivitas secara massal dari GeNose ini dengan menggandeng mitra-mitra UGM karena kebutuhan GeNose C19 yang begitu besar,” tutur Panut di webinar Gatra Inovation Awards 2021, Jumat (30/4).

Untuk menetapkan standar kualitas, tim GeNose C19 berkolaborasi dengan BSN menyusun standar nasional Indonesia (SNI) untuk pengendus Covid-19 itu.

Pada Jumat itu, BSN dan tim GeNose mengawali langkah tersebut dengan menggelar diskusi “Persiapan Proses Standardisasi GeNose C19 sebagai Salah Satu Alat Deteksi Covid-19” di University Club UGM, Sleman, DIY.

Iswanto, Direktur Utama PT Swayasa Prakarsa, selaku produsen GeNose C19, menyatakan GeNose C19 telah memenuhi standar Kemenkes melalui adanya izin edar Kemenkes nomor AKD 20401022883.

GeNose C19 telah lolos uji diagnostik dan tengah dalam tahap uji validasi eksternal oleh tim independen dari Universitas Andalas, Universitas Indonesia, dan Universitas Airlangga.

Menurutnya, sertifikasi oleh SNI akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap GeNose C19. “Masukan yang tadi disampaikan BSN akan menjadi catatan kami, sehingga ke depannya kualitas GeNose memiliki jaminan mutu yang jauh lebih baik,” kata Iswanto.

Kepala BSN Kukuh S. Achmad menyatakan BSN tidak mau kehilangan momentum standardisasi alat GeNose C19. “Semakin cepat prosesnya, semakin baik,” ujarnya.

Ia menjelaskan BSN ditugaskan oleh pemerintah untuk mengoordinasi kegiatan standardisasi di Indonesia, termasuk untuk alat kesehatan seperti GeNose C19.

“BSN mendukung penuh alat GeNose C19 sebagai salah satu alat deteksi Covid-19. Kami akan mengidentifikasi standar nasional Indonesia yang dibutuhkan untuk standardisasi alat kesehatan seperti GeNose C19,” tutur Kukuh.

Kukuh menjelaskan SNI merupakan persyaratan yang disusun oleh komite teknis BSN yang terdiri dari para pakar. Para pakar ini akan memeriksa setiap komponen GeNose. Hasil diskusi awal ini juga bakal menjadi masukan untuk tim komite teknis.

Untuk menjamin konsistensi kualitas GeNose, Kukuh juga menyatakan perlu laboratorium yang dapat menguji dan mengkalibrasi GeNose C19. “Kami akan menyiapkan laboratorium yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) untuk kebutuhan tersebut,” kata Kukuh yang juga Ketua KAN.

Saat ini, 12 skema akreditasi yang dioperasikan oleh KAN telah mendapat pengakuan Mutual Recognition Arrangement (MRA) dalam organisasi International Accreditation Forum (IAF) dan International Laboratory Accreditation Cooperation (ILAC), termasuk skema akreditasi laboratorium pengujian dan laboratorium kalibrasi.

Hasil uji dari laboratorium pengujian dan kalibrasi terakreditasi KAN diterima oleh seluruh anggota IAF dan ILAC di dunia. Sampai akhir 2020, tercatat 1453 laboratorium penguji dan 327 laboratorium kalibrasi dengan berbagai ruang lingkup yang telah terakreditasi KAN.

BSN juga memiliki Laboratorium Standar Nasional Satuan Ukuran (SNSU) di Kawasan Puspiptek, Serpong. “Laboatorium SNSU dapat menjamin ketertelusuran pengukuran karena kemampuan laboratorium SNSU BSN selaku National Metrology Institute (NMI) Indonesia telah diakui oleh dunia internasional,” ujar Kukuh.

Kukuh yakin, melalui dukungan standardisasi dan penilaian kesesuaian dari BSN yang mengacu standar dunia, hasil inovasi karya anak bangsa GeNose C19 dapat diterima hingga tingkat global.

Dengan begitu, jika lolos sertifikasi SNI, GeNose C19 amat mungkin dapat memenuhi permintaan dari mancanegara. “Dengan hasil uji dan kalibrasi yang valid dan tertelusur, GeNose C19 dapat terus berkembang dan diterima di kancah internasional,” ujarnya.

361