Home Kesehatan Vaksinator, Ruangan & Perlindungan Nakes Puskesmas Terbatas

Vaksinator, Ruangan & Perlindungan Nakes Puskesmas Terbatas

Jakarta, Gatra.com – Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI) melaporkan, sekitar 19% responden pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) khawatir karena mereka memiliki keterbatasan vaksinator, ruangan serta perlindungan bagi tenaga kesehatan atau nakes, menurut hasil survei CISDI.

“Lalu bagi yang khawatir [responden puskesmas] itu sekitar 19%, mereka khawatir karena keterbatasan tenaga vaksinator, ruangan dan perlindungan untuk tenaga kesehatan yang masih kurang. Lalu layanan yang dianggap paling mungkin terganggu selama proses tersebut adalah layanan rawat jalan (11,4%), layanan antenatal dan postnatal (6%), layanan imunisasi dasar dan lanjutan pada anak (5,43 %)," ungkap Direktur Kebijakan CISDI Olivia Herlinda, dalam “Peluncuran Hasil Survei Kesiapan Puskesmas untuk Vaksinasi dan Diskusi Publik” secara virtual, Selasa (4/5) siang.

Di sisi lain, terang Olivia, terdapat 80% responden yang tak khawatir akan terjadi gangguan layanan kesehatan yang lain di puskesmas, walaupun ada tambahan tugas vaksinasi COVID-19.

Adapun diketahui, survei tersebut dilakukan pada tanggal 1 Februari-15 Maret 2021. Di mana bertujuan, guna mendapatkan pemetaan serta gambaran secara cepat mengenai kebutuhan dan upaya penguatan puskesman, yang dibutuhkan segera untuk kesiapan puskesmas melakukan vaksinasi.

“Jadi memang kemarin survei ini kami, kami edarkan secara online, pengumpulan datanya itu dari tanggal 1 Februari hingga 15 Maret dan memang karena online, jadi memang samplingnya sendiri apa, kita hanya mungkin lewat sosial media dan juga lewat broadcast WhatsApp dan sebagainya. Dan apa, dan mungkin hanya mencakup pada kelompok-kelompok yang punya akses untuk, untuk paling tidak smartphone ya untuk mengisi online survei ini. Jadi itu mungkin jadi salah satu keterbatasan,” tutur Olivia.

Selain itu, untuk kriteria inklusinya sendiri, ujarnya, seseorang yang saat ini sedang bekerja di puskesmas, tempat pelaksana vaksinasi COVID-19. “Jadi kalau tidak, surveinya akan langsung berakhir dan kuesionernya diadopsi dari kuesioner WHO [World Health Organization] dan juga vaksinasi Kementrian Kesehatan, di mana hasilmya kami analisa secara deksriptif menggunakan STATA,” kata Olivia.

Ia pun menerangkan, total respondennya yaitu berjumlah 184 orang, yang mewakili 184 puskesmas di 34 provinsi. Akan tetapi, ini tidak mewakili di seluruh Indonesia. Mayoritas responden dari Jawa Timur (15,8%), Jawa Barat (13,6%), Sumatera Utara (13,6%), Daerah Istimewa Yogyakarta (6,5%), dan Nusa Tenggara Barat (6,5%). Respondennya sendiri pun kebanyakan berjenis kelamin perempuan (75%) dan sisanya laki-laki, serta rata-rata kebanyakan sudah bekerja di atas 3 tahun di puskesmas. Lalu, dari segi profesi terbanyak adalah dokter umum (37%), perawat (19%) dan bidan (13%) yang melakukan pengisian survei tersebut.

“Lalu dari segi jabatan dan segi posisi di puskesmas, paling banyak adalah PJ [Penanggung Jawab] Program UKP [Upaya Kesehatan Perseorangan] Kefarmasian dan Lab [19,6%], PJ Program UKM [Upaya Kesehatan Masyarakat] Essensial dan Keperawatan [17,4%], dan juga Kepala Puskesmas [12,5%],” lanjut Olivia.

Seraya ia menambahkan, CISDI juga melihat dalam aspek pengelolaan limbah medis, di mana tampak cukup baik dan 90% responden puskesmas telah mempunyai tempat yang aman untuk mengelola limbah medis. Selain itu, 95% responden tersebut pun memiliki perangkat laptop atau komputer serta tenaga terlatih guna melakukan pencatatan dan pelaporan data vaksinasi melalui PCare.

“Jadi perlu diingat lagi, sebenernya pengambilan data ini kan, pengambilan data pada survei ini memang kami lakukan pada saat tahap satu berjalan yaitu untuk tenaga kesehatan, dan juga ketika tahap kedua baru mulai berjalan yaitu untuk tenaga publik dan juga untuk lansia. Itu jadi mungkin saat itu juga bebannya bervariasi ya saat, saat tersebut karena distribusi vaksinya juga, juga belum cukup merata,” terang Olivia.

144