Home Hukum Marak Pemerasan, Literasi Hukum Pemdes Perlu Ditingkatkan

Marak Pemerasan, Literasi Hukum Pemdes Perlu Ditingkatkan

Banyumas, Gatra.com– Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) menilai pengetahuan alias literasi hukum dan kebijakan publik aparatur pemerintah desa masih rendah. Penilaian itu muncul setelah Peradi mengadvokasi kasus pemerasan sejumlah kepada desa di Kabupaten Banyumas yang diduga dilakukan oleh ketua sebuah ormas di Jawa Tengah, dengan modus audit Laporan Pertanggungjawaban Keuangan (LPJ) Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).

Ketua Peradi Banyumas, Happy Sunaryanto mengatakan kasus pemerasan kades dengan modus audit LPJ tersebut diduga juga terjadi di wilayah lain di Jawa Tengah, oleh pelaku yang sama. Salah satunya di Kabupaten Purbalingga. Maraknya kasus ini memperlihatkan bahwa literasi hukum aparatur desa perlu ditingkatkan.

“Dan ini kita melakukan adovokasi, bukan ansich advokasi, yang lebih penting adalah edukasi. Edukasi, karena kepala desa itu ternyata masih tidak paham, mana sih kebijakan publik yang perlu diberikan, (mana yang tidak),” kata Happy.

Karenanya, dalam proses advokasi kasus pemerasan kades di Banyumas ini, selain bertindak selaku kuasa hukum, Peradi juga mulai mengedukasi aparat desa lainnya. Harapannya, ke depan, aparat desa tak mudah dintimidasi oleh ormas atau LSM yang kerap meresahkan pemerintah desa.

“Beberapa waktu yang lalu sudah ada pembicaraan (rendahnya literasi hukum) seperti itu dengan Pemkab, melalui bagian hukum termasuk juga wakil bupati,” ujarnya.

Diketahui, Polresta Banyumas, Jawa Tengah menetapkan Siswo Subroto alias SS, Ketua Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Jawa Tengah atas dugaan pemerasan terhadap lima kepala desa di Kecamatan Kemranjen, Banyumas dengan nilai Rp375 juta.

Mulai Senin (17/5/2021) Subroto ditahan. Kasus ini terus bergulir dan tak tertutup kemungkinan akan membuka kasus-kasus pemerasan di desa-desa lainnya. Pasalnya, dari aduan, pemerasan dengan modus yang sama juga terjadi desa-desa lain di Banyumas.

Ksatreskrim Polresta Banyumas, Kompol Berry mengungkapkan, kasus ini mengemuka setelah Wagiyah (54), Kades Sibrama, Kecamatan Kemranjen melaporkan Subroto atas dugaan pemerasan. Usai menerima laporan, Satreskrim mulai menggelar penyelidikan.

Dari hasil penyelidikan terungkap ada empat kepala desa lain yang juga menjadi korban pemerasan oleh tersangka. Empat desa di Kecamatan Kemranjen itu antara lain Petarangan, Grujugan, Karanggintung, dan Sibalung. Total kerugian mencapai Rp 375 juta. Polisi juga mengungkap modus dugaan pemerasan, yaitu dengan mengancam kepala desa perihal penyelenggaraan pemerintahan desa.

Penyidik Polresta Banyumas menjerat tersangka dengan Pasal 368 KUHP subsider 369 KUHP lebih subsider 335 KUHP. Tersangka terancam hukuman maksimal sembilan tahun penjara.

1310