Home Info Sawit 'Meradang' di Negeri Orang

'Meradang' di Negeri Orang

Jakarta, Gatra.com - Walau belum setahun di Brussel ibukota Belgia, Andri Hadi sudah dikenal oleh puluhan pemilik perusahaan di sana.

Bukan lantaran lelaki 60 tahun ini juga pemilik perusahaan, tapi justru oleh suratnya yang melayang ke perusahaan-perusahaan itu.

Ada sekitar 34 perusahaan yang sudah dihinggapi surat Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Belgia, Kadipaten Agung Luksemburg, dan Uni Eropa ini, yang meminta supaya perusahaan itu tak sembarangan menjelekkan kelapa sawit.

"Saya kan sering menurunkan intelijen untuk memantau produk-produk di sini. Dan ternyata banyak yang dilebeli No Palm Oil," cerita ayah tiga anak ini pada Palm O'Corner diselenggarakan oleh PASPI X HIMATEK ITB, kemarin.

Doktor ilmu hukum internasional jebolan Universitas Padjajaran Bandung ini sengaja didapuk jadi pembicara di acara bertemakan "Sawit sebagai Tambang Energi Berkelanjutan" itu.

Nah, setiap ada produk dengan label kayak begitu kata Andri, dia langsung menyurati pemilik perusahaan itu.

"Apa maksud Anda membikin label No Palm Oil. Kalau memang enggak pakai Palm Oil, kenapa harus disebutkan, kenapa enggak dibikin saja itu pakai minyak apa, Rapeseed misalnya," begitulah poin isi surat itu.

Andri langsung menyurati lantaran dia merasa itu seolah-olah kampanye tersembunyi untuk memojokkan kelapa sawit.

Jangankan perusahaan, ketika pada 13 April 2021 Menteri Iklim, Lingkungan Hidup Pembangunan Berkelanjutan dan Green Deal Belgia, Zakia Khattabi mengumumkan larang penggunaan Biofuel sawit dan minyak kedelai yang diterakan dalam Royal Decree on product standards for transport fuel from renewable sources, Andri langsung protes dan mengirimkan surat keberatan.

Malah pada pertemuan Dubes RI dengan Presiden Parlemen Federal Belgia, Presiden Parlemen regional Wallonia dan pejabat tinggi Belgia, Andri juga menyampaikan langsung sikap keberatan Indonesia itu.

Baca juga: Modal 300 Sertifikat Sampai ke Meja Makan

Memang kata Andri, di Uni Eropa, menguat stikma negatif terhadap sawit dan turunannnya. Biodiesel disebut penyebab deforestasi, consumer product dibilang pula bikin penyakit.

Meski tanpa landasan ilmiah, Uni Eropa sudah memasukkan sawit pada kategori high-ILUC-risk dan Forest and Ecosystem Risk Commodities (FERC). Ini tertera pada Renewable Energy Directive (RED II) yang dibikin Uni Eropa pada 2018 lalu.

Itulah makanya, Indonesia sangat berkepentingan memenangkan gugatan atas RED II dan Delegate Regulation mengenai ILUC WTO yang saat ini sedang berproses.

Kalau menang, negara anggota Uni Eropa tentu musti merevisi kebijakan nasionalnya masing-masing atas diskriminasi sawit. "Alhamdulillah, lawyer kita sangat bagus sekali, argumennya kuat," puji Andri.

Selama ini, dari 27 negara anggota Uni Eropa, pengimpor terbesar minyak sawit adalah Belanda, Spanyol, Italia, Jerman, Perancis, Yunani, Swedia, Belgia, Denmark dan Irlandia.

Dan ke depan kata Andri, trend pasar biodiesel di UE akan semakin berat lantaran lewat ambisi zero pollution yang jadi salah satu pilar EGD, Uni Eropa akan melakukan transisi ke sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan. Sawit dan turunannya dianggap tidak ramah lingkungan.

UE sendiri sedang mendorong elektrifikasi dan hydrogen. Belgia kemudian jadi hydrogen hub di Eropa.


Abdul Aziz

902