Home Info Sawit Bermula Dari Banderol Mahal Sebotol Coklat

Bermula Dari Banderol Mahal Sebotol Coklat

Medan, Gatra.com - Gus Dalhari Harahap bukanlah satu dari sederet intel yang ditebar oleh Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Belgia, Kadipaten Agung Luksemburg, dan Uni Eropa, Andri Hadi, di supermarket-supermarket untuk mencari tahu produk-produk yang memojokkan minyak sawit, katakanlah yang doyan menuliskan 'No Palm Oil'. Sebab lelaki 51 tahun ini bukan tinggal di Eropa dan bukan pula pegawai pemerintah.

Meski begitu, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPW-Apkasindo) Sumatera Utara (Sumut) ini, justru ikut berhasil menemukan label No Palm Oil di Brastagi Supermarket (BS) di kawasan Gatot Soebroto, Medan.

Tiga hari lalu, tak sengaja ayah tiga anak ini bertandang ke BS itu. Menengok-nengok coklat yang terpajang di rak-rak yang tersusun rapi di sana.

"Nah, mata saya langsung tertuju ke botol coklat kecil, tapi harganya mahal. Produk Pod Chocolate itu Rp138.500 sebotol. Beratnya cuma 425 gram, cerita Ketua Harian DPP Apkasindo ini kepada Gatra.com, Kamis (3/6).

Baca juga: Coklat 'No Palm Oil' Diphase out Dari Medan

Sedang asyik menengok kemasan coklat bikinan PT Bali Coklat yang bermarkas di Mengwi Bali itu, seorang teman menelpon Gus, memberi tahu kalau ada produk coklat asal Bali yang di lebelnya tertulis No Palm Oil.

"Dapat cerita seperti itu, saya langsung cek coklat yang ada di tangan saya. Lah, kok ada tulisan No Palm Oil? Berarti, ini yang dibilang teman ini," Gus membatin.

Singkat cerita, lelaki ini mengambil dua botol coklat; satu Pod Speread Sea Salt & Cacao Nibs dan satu lagi Pod Speread Coconut dan bergegas ke kasir.

"Saya tengok banyak botol coklat kayak begitu di rak itu. Saya beli dua untuk barang bukti saya," cerita Gus.

Beres membayar, Gus minta dipertemukan dengan orang yang berwenang di Supermarket itu. "Kok bisa ada ini?" Gus bertanya kepada Pangeran, orang yang 'dituakan' di Supermarket itu.

"Kami enggak tahu, Pak. Namanya retail umum, kami menjual apa yang laku lah, Pak," Pangeran menjawab.

"Anda tahu enggak, 'kita' sudah mengeluarkan biaya banyak untuk melawan black campaign soal sawit? Ini mengganggu kedaulatan Negara ini. Saya bisa 'maklum' kalau produk Anda dari luar, tapi ini, produk dalam negeri. Anda enggak mungkin enggak tahu kalau sawit itu tanaman Tanah Air," suara Gus mulai serius.

"Maaf Pak, terus terang kami enggak tahu soal itu," Pangeran melunak.

"Bagus Anda bilang begitu dari awal,"

"Jadi maunya Bapak gimana?" Pangeran bertanya.

"Saya minta semua produk itu dicabut tanpa terkecuali. Supermarket Anda ini untuk golongan menengah ke atas, kalangan berpendidikan, bahaya kalau produk ini ada di sini," pinta Gus.

Sorenya, Gus dapat kabar kalau produk-produk itu mulai ditarik dari rak-rak yang ada, enggak hanya di Supermarket itu, tapi juga di tiga toko lain.

"Penarikan itu dilakukan setelah mereka menggelar rapat dengan distributor, itu kata mereka," cerita Gus.

Kepada Gatra.com, Head HRD BS, Harlen Lubis mengaku kalau semua produk berbau No Palm Oil itu sudah ditarik dari toko. "Kami enggak mau menjual barang yang menyalahi," ujarnya.

Gus kemudian berpesan, agar para pemilik supermarket untuk ikut melawan kampanye negatif atas kelapa sawit. Cara yang paling sederhana adalah dengan mengecek label produk.

"Sawit ini sudah menjadi marwah bangsa, kita berjibaku melawan kampanye hitam dari luar, jangan malah di dalam Negeri sendiri, muncul yang begituan pula," tegasnya.


Abdul Aziz

383