Home Hukum Kejagung Tangkap Dirut PT Hasta di Hotel Aston

Kejagung Tangkap Dirut PT Hasta di Hotel Aston

Jakarta, Gatra.com – Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) menangkap Direktur Utama (Dirut) PT Hasta Mulya Putra, ERO, pada Selasa pagi (8/6), sekitar pukul 06.00 WIB di Hotel Aston, Solo, Jawa Tengah.

"ERO merupakan tersangka dalam Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pemberian Fasilitas Pembiayaan PT Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Sidoarjo kepada Debitur PT Hasta Mulya Puta," kata Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung di Jakarta.

Leo menjelaskan, penangkapan terhadap pria 49 tahun tersebut bermula dari ketidakhadirannya untuk menjalani pemeriksaan tanpa alasan dan keterangan alias mangkir pada Senin kemarin (7/6).

Tim Penyidik Pidsus Kejagung kemudian melakukan pemantauan di beberapa lokasi, termasuk di rumah tersangka yang berlokasi di Kelurahan Banyuanyar, Kecamatan Banjarsari, Solo, Jawa Tengah.

Tim Penyidik mendatangi rumah atau kediaman tersangka pada Selasa dinihari (8/6), pukul 04.00 WIB. Namun tersangka ERO tidak berada di kediamannya.

"Selanjutnya, pada pukul 05.00 WIB, Tim Jaksa Penyidik melakukan pemantauan di sekitar Kota Solo karena diduga tersangka berusaha melarikan diri," kata Leo.

Ketika memantau di sekitar Jalan Slamet Riyadi, Tim Jaksa Penyidik Pidsus menemukan mobil tersangka berada di Hotel Aston Solo. Tim Jaksa Penyidik lantas berjaga di sekitar lokasi hingga berhasil menangkap tersangka ERO pada saat hendak meninggalkan hotel (check out) pukul 06.00 WIB.

Selanjutnya, tersangka ERO dibawa ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Surakarta untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan dan diinterogasi mengenai alasan ketidakhadirannya atau mangkir pemeriksaan.

"Setelah tersangka ERO dinyatakan sehat dan negatif Covid-19, tersangka kemudian dititip di Rumah Tahanan Kepolisian Resort (Polres) Surakarta. Selanjutnya Tim Jaksa Penyidik akan segera memberkaskan perkara tersebut untuk diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum," katanya.

Leo menjelaskan, kasus dugaan korupsi ini berawal pada tahun 2013, yakni PT Hasta Mulya Putra melalui direkturnya, tersangka ERO mendapatkan fasilitas pembiayaan dari PT Bank Syariah Mandiri (BSM) Kantor Cabang Sidoarjo sebesar Rp14.250.000.000 (Rp14,25 miliar).

Fasilitas pembiayaan sejumlah Rp14,25 miliar itu untuk membiayai usaha modal kerja pengerjaan proyek pembangunan Ruko dan perumahan di Kota Madya Madiun. Fasilitas pembiayaan tersebut dicairkan dalam 3 tahap. yakni pada 23 Agustus 2013 sebesar Rp7,5 miliar, 3 September 2013 sebesar Rp2 miliar, 3 Oktober 2013 sebesar Rp4.750.000.000 (Rp4,75 miliar).

Pemberian fasilitas pembiayaan tersebut dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan menggunakan 9 bilyet deposito senilai Rp15 miliar milik Lim Chin Hon, warga negara Malaysia sebagai jaminan atau agunannya.

Penggunaan deposito sebagai jaminan dilakukan tanpa sepengetahuan dan persetujuan Lim Chin Hon selaku pemiliknya. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya peran dari James Kwek, warga negara Singapura.

James Kwek menjadi perantara antara tersangka ERO dengan PT Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Sidoarjo dalam hal ini tersangka PZR selaku Kepala Cabang dan tersangka FAR selaku Sales Assistant yang menjanjikan akan memberikan bunga (nisbah/bagi hasil) yang besar kepada Lim Chin Hon.

"Atas permintaan James Kwek deposito tidak diikat gadai oleh PT Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Sidoarjo," ungkap Leo.

Untuk mengantisipasi jika sewaktu-waktu Lim Chin Hon mencairkan deposito, maka tersangka PZR dan FAR meminta tersangka ERO untuk menyerahkan 20 sertifikat SHGB Ruko atas nama PT Hasta Mulya Putra di Pusat Grosir Madiun, Jl. Seruni Timur, Kota Madya Madiun, Jawa Timur.

Sertifikat SHGB Ruko itu, lanjut Leo, sebagai jaminan pendamping. Selanjutnya, tersangka ERO menyerahkannya kepada tersangka PZR dan FAR sebanyak 20 sertifikat SHGB Ruko tersebut tidak diikat hak tanggungan oleh tersangka PZR dan FAR.

Bahwa dana pembiayaan yang telah diterima PT Hasta Mulya Putra sebesar Rp14,25 miliar oleh tersangka ERO tidak digunakan sebagaimana tujuan diajukan dan diberikannya pembiayaan. Bahkan, tersangka ERO tidak dapat menjelaskan rincian penggunaan masing-masing tahap pencairan fasilitas pembiayaan yang diterimanya.

Tersangka ERO tidak bisa menjelaskan rinciannya karena PT Hasta Mulya Putra tidak pernah membuat pembukuan, meskipun dalam akad pembiayaan PT Hasta Mulya Putra berkewajiban mengelola dan menyelenggarakan pembukuan atas pembiayaan secara jujur dan benar dalam pembukuan tersendiri.

"Fasilitas pembiayaan yang diterima PT Hasta Mulya Putra yang digunakan untuk pembangunan perumahan hanya sebesar Rp1 miliar, yaitu untuk pembangunan Ruko dan Perumahan di Wilayah Caruban Madiun," katanya.

Adapun sisanya sejumlah Rp13,25 miliar digunakan untuk usaha pengeboran minyak di Wonocolo. Adapun Ruko Pusat Grosir Madiun dan Perumahan Rawa Bhakti Residence pada saat pengajuan pembiayaan telah selesai dibangun yakni pada tahun 2011.

"Sedangkan Perumahan Bumi Citra Legacy (BCL) II tidak terdapat pembangunan, hanya ada 1 unit rumah contoh," katanya.

Menurut Leo, serangkaian perbuatan yang dilakukan tersangka PZR bersama-sama dengan FAR dan ERO telah melanggar ketentuan yang berlaku. Pertama, SK Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995.

"Kedua, SE Pembiayaan Nomor 9/013/PEM tanggal 8 Mei 2007, SE Pembiayaan Nomor 9/029/PEM tanggal 26 Juli 2007 dan SE Pembiayaan Nomor 6/008/PEM tanggal 4 Mei 2004, SE Pembiayaan Nomor 10/016/PEM tanggal 22 Mei 2008," ujarnya.

Perbuatan tersebut mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara pada PT Bank Syariah Mandiri Kantor Cabang Sidoarjo sebesar Rp14.004.287.140,03 (Rp14 miliar lebih) sebagaimana Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.

6925