Home Milenial Mantan Anak Punk Hasilkan Duit dari Budidaya Maggot

Mantan Anak Punk Hasilkan Duit dari Budidaya Maggot

Slawi, Gatra.com - Anak-anak jalanan dengan gaya ala punk yang kerap dijumpai di traffic light selama ini lekat dengan stigma kotor, urakan dan bebas, serta dianggap meresahkan bahkan pelaku kriminal. Meski begitu, bukan berarti mereka tak bisa diajak untuk berubah dan meninggalkan kehidupan penuh kebebasan dan tanpa tujuan yang dijalani dari satu kota ke kota lain.

Sosok Bagus Indy Rohmani (23) bisa menjadi salah satu contoh. Acil, sapaan akrabnya, pernah menggelandang di jalan selama 10 tahun untuk mendapatkan kebebasan dan kesenangan. Stigma yang melekat pada dirinya sebagai “anak punk” membuatnya kenyang dengan razia.

Kehidupan jalanan itu sudah sepenuhnya Acil tinggalkan. Hari-harinya kini disibukan dengan pekerjaannya membudidayakan maggot atau larva lalat tentara hitam (black soldier fly) di sebuah ruko di Jalan Raya Tegalandong, Desa Tegalandong, Kecamatan Lebaksiu, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, tak jauh dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Slawi.

Sudah sekitar enam bulan Acil diberi tanggungjawab oleh pamannya, Muhammad Afifudin (45), pemilik ruko, untuk membudiyakan maggot, pekerjaan yang sebelumnya belum pernah ia lakoni.

"Awalnya ragu saat dimintai tolong oleh paman saya untuk bekerja memelihara ayam sembari budiaya maggot. Setelah belajar, akhirnya bisa," kata Acil saat ditemui belum lama ini.

Berkat ketekunannya belajar, anak muda dengan tubuh bertato itu dengan cepat memahami cara menetaskan dan membesarkan larva lalat yang merupakan hewan pengurai sampah organik hingga mampu memberinya penghasilan.

"Setelah menetas dari telur, rata-rata maggot sudah bisa dipanen sampai dengan dua minggu," ujarnya.

Hasil panen berupa larva tersebut selanjutnya sudah siap dijual dengan dalam bentuk basah dan kering. Produk maggot dengan kandungan protein tinggi ini biasa dimanfaatkan untuk pakan ternak, baik burung, unggas maupun ikan.

Larva basah berupa maggot hidup ukuran besar dengan usia sekitar dua minggu dijual dengan harga Rp8.000 per kilogram, sedangkan maggot hidup ukuran kecil yang baru menetas dijual Rp15.000 per kilogram.

"Kalau yang larva kering berupa maggot yang digoreng dengan pasir panas harganya Rp8.000 dalam bentuk kemasan ukuran Rp75 gram. Sementara yang dibuat tepung dijual Rp8.000 per kemasan ukuran 50 gram," ujar Acil.

Adapun makanan yang diberikan selama masa pemeliharaan, antara lain buah-buahan. Sebab Maggot lebih cenderung menyukai limbah organik dari buah-buahan dibandingkan sayuran.

"Jika terpaksa adanya sayur-sayuran habisnya lama, malah seringnya tidak habis. Lain dengan buah-buahan seperti pepaya, apel atau pear, itu habisnya cepat. Kalau yang paling disukai adalah sisa makanan seperti nasi dan daging. Itu membuat maggot cepat besar," jelas Acil.

Untuk mencukupi kebutuhan makanan tersebut, setiap dua hari sekali Acil keluar masuk toko buah, lingkungan permukiman dan pondok pesantren. "Selain itu juga ke tempat pembuangan sampah sementara," ucapnya.

Sementara itu, Muhammad Afifudin mengungkapkan, penghasilan kotor dari budidaya maggot di ruko miliknya ersebut sekitar Rp5 juta per bulan. "Tarafnya baru uji coba," katanya.

Selain Acil, Afifudin juga mempekerjakan dua mantan anak punk lainnya untuk mengelola usahanya. Mereka sebelumnya belajar bersama Afif hingga akhirnya bisa menguasai cara membudidayakan maggot.

“Budidaya maggot ini diperlukan orang-orang yang tidak sungkan bersentuhan dengan limbah rumah tangga. Ketika sudah ikut merasakan dan belajar bersama beternak larva black soldier fly, lalu diberikan tanggung jawab, mereka sudah bisa jalan sendiri. Saya tinggal mengawasi dan mengarahkan,” ujarnya.


 

1508