Home Kesehatan Gedung DPRD Diusulkan Jadi ICU dan Rawat Inap Darurat

Gedung DPRD Diusulkan Jadi ICU dan Rawat Inap Darurat

Sragen, Gatra,com - Prihatin dengan antrean panjang pasien Covid-19 masuk ke ruang rawat inap dan ICU RS, Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Sragen, Sugiyamto mengusulkan penanganannya di gedung DPRD. Artinya, tempat kerja wakil rakyat tersebut dijadikan ICU dan ruang rawat inap darurat.

"Jujur saja saya enggak tega. Sudah banyak yang tidak tertolong karena kehabisan kamar perawatan di RS. Selama mengantre, nyawa terlanjur melayang. Jika Pemkab kesulitan menambah ruang isolasi, silakan pakai saja gedung DPRD. Saya ikhlas," katanya kepada wartawan, Senin (12/7).

Ia sendiri merasakan betapa sulitnya mencarikan ruangan perawatan untuk pasien Covid-19 di Sragen. Sebab semua kamar ICU di semua RS utama dan rujukan sudah terisi penuh. Meski dirujuk ke RSUD Moewardi Surakarta, kondisinya tidak jauh berbeda. Pasien tetap harus menunggu kamar kosong baru bisa masuk. Padahal situasi pasien lainnya tak menentu.

"Jarak Sragen ke Solo tidak dekat. Selama perjalanan, kondisi bisa memburuk. Apalagi belum tentu sampai Solo, dapat kamar. Situasi diperparah oksigen medis langka," lanjutnya.

Ia menceritakan pamannya meninggal terkonfirmasi positif Covid-19 di RS di Solo. Sebelumnya, ia kesulitan mendapatkan penanganan medis di RS di Sragen. "Kemarin, saja sehari ada 6 warga di Masaran yang meninggal Covid-19. Rata-rata juga keterlambatan penanganan dan enggak segera dapat oksigen," tuturnya. 

Selain mengusulkan ruang ICI dan rawat inap darurat di DPRD, ia berharap Puskesmas yang ada  bisa dimaksimalkan untuk membuka layanan perawatan pasien Covid-19.

Wakil Direktur Bidang Pelayanan dan Mutu, RSUD dr Soehadi Prijonegoro Sragen, Joko Haryono menyebutkan kondisi 17 tempat tidur atau bed di ruang ICU untuk pasien Covid-19 saat ini memang penuh. Akibatnya, pasien dengan kondisi agak parah terpaksa harus mengantre di IGD. Hingga Senin malam kemarin, jumlah antrian pasien covid-19 di IGD masih 15 sampai 16 pasien.

Joko menyampaikan sebenarnya kapasitas kamar atau bed untuk isolasi di bangsal masih ada beberapa yang kosong. Hanya saja untuk pasien dengan kondisi yang parah tidak bisa langsung dipindah ke isolasi karena memerlukan pengawasan ketat.


 

1950