Home Kesehatan Pendiri APHA dan Peneliti Pangan Papua Tutup Usia

Pendiri APHA dan Peneliti Pangan Papua Tutup Usia

Jakarta, Gatra.com – Papua berduka karena salah satu putra terbaiknya, Hendrik H.J. Krisifu, meninggal dunia. Dekan Fakultas Hukum Universitas Cendrawasih (Uncen) Papua tersebut tutup usia pada pukul 09.00 WIT pagi tadi.

Ketua Umum Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia, Laksanto Utomo, di Jakarta, Kamis (15/7), menyampaikan duka mendalam atas meninggalnya salah satu pendiri APHA Indonesia bertitel doktor dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung tersebut.

Laksanto menyampaikan, sesuai informasi yang diterima, salah satu tokoh yang terlibat dalam penelitian ketahanan pangan masyarakat Papua itu wafat di Rumah Sakit Abepura. Dia didiagnosa Malaria dan menjalani isolasi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abepura.

Hendrik Krisifu dalam Fokus Group Discussion (FGD) bertajuk "Inovasi Sagu Sebagai Makanan Pokok dan Bahan Dasar Makanan dalam Menciptakan Ketahanan Pangan Masyarakat Adat di Papua" awal Juni 2019 lalu, menyampaikan, di Papua itu terdapat sejumlah makanan pokok selain sagu, yakni umbi-umbian, di antaranya keladi dan petatas.

Makanan pokok masyarakat adat Papua tergantung zonasi mereka berada. Masyarakat adat yang ada di zona pegunungan tinggi dan zona kaki gunung dan dataran tinggi mengonsumsi umbi-umbian.

"Zona rawa-rawa konsumsi sagu. Zona dataran rendah pesisir pantai dan pulau-pulau konsumsi umbi-umbian dan sagu," ungkapnya.

Hendrik mengungkapkan, sudah ada regulasi yakni peraturan pemerintah daerah (perda) untuk mencegah terganggunya lahan atau hutan sagu. Pertama, Perda Kabupaten Jayapura Nomor 3 Tahun 2000 tentang Pelestarian Kawasan Hutan Sagu dan Perda Provinsi Papua Nomor 27 Tahun 2013 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Pokok Berkelanjutan.

Namun aturan itu tidak berjalan sesuai harapan. Sebaliknya, berasisasi menjadikan masyarakat Papua beralih dari makanan pokoknya. Hendrik memperkirakan kemungkinan 80-90% warga sudah beralih ke nasi.

Bukti sudah tingginya konsumsi beras di Papua, lanjut Hendrik, masyarakat sempat melakukan aksi unjuk rasa ketika terjadi keterlambatan beras raskin. "Kalau persentasenya saya tidak tahu persis tetapi kalau melihat seperti itu, 80-90%," katanya.

153