Home Ekonomi Covid-19 di Indonesia Jadi Refleksi Kesalahan Paradigma Pembangunan

Covid-19 di Indonesia Jadi Refleksi Kesalahan Paradigma Pembangunan

Jakarta, Gatra.com - Ketua Departemen Ekonomi & Pembangunan, Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Investasi (Ekuin) DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Farouk Abdullah Alwyni menyampaikan bahwa ledakan persoalan Covid-19 yang semakin tidak terkendali dan bahkan telah menempatkan Indonesia sebagai episentrum baru Covid-19 Asia menggeser India dalam hal kasus aktif menunjukkan lemahnya kapasitas sektor kesehatan Indonesia dalam menangani persoalan ini.

"Kapasitas rumah sakit dan tenaga kesehatan yang terbatas semakin mempersulit penanganan Covid-19 ini di lapangan." ujarnya kepada Gatra pada Jumat (23/07).

Seperti diketahui, sampai dengan hari ini jumlah kasus positif Covid-19Indonesia telah mencapai 3.033.339, dengan kasus aktif sebesar 561.384, dan tingkat kematian 79.032 jiwa.

Dalam penjelasan alumnus New York University ini, persoalan kesehatan yang dihadapi Indonesia saat ini menunjukkan persoalan mendasar terkait paradigma pembangunan negara selama ini.

"Paradigma pembangunan selama ini yang cenderung short-sighted dan hanya menekankan pada pendekatan pertumbuhan ekonomi semata, pada akhirnya mengekspos salah satu persoalan pembangunan mendasar yang dihadapi Indonesia, yakni masalah kesehatan." jelasnya.

“Cara pandang yang sekedar menyamakan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi semata berkontribusi besar terhadap kegagalan fundamental dalam pembangunan sektor kesehatan,” tambahnya.

Farouk menjelaskan, persoalan lemahnya sektor kesehatan Indonesia sebenarnya bukan hal yang baru dan sudah ada sejak sebelum persoalan Covid-19, level kesehatan Indonesia dalam konteks internasional adalah tergolong rendah.

Farouk memaparkan laporan World Economic Forum – Global Competitiveness Index 2019 yang menempatkan Indonesia dalam posisi 96 dari 141 negara dan berada di posisi 6 di ASEAN di bawah Singapura (1), Thailand (38), Brunei (62), Malaysia (66), dan Vietnam (71).

Berdasarkan data Human Development Index (HDI) dari UNDP (2020) Indonesia juga berada dalam posisi 6 di bawah negara-negara ASEAN tersebut di atas terkait ranking kesehatan berdasarkan angka harapan hidup.

Mantan Direktur Bank Muamalat ini menambahkan, belum lagi kalau menyoroti persoalan stunting yang mencapai 37%, hal ini menurut Bank Dunia melebihi banyak negara di Asia Tenggara seperti Myanmar (35%), Filipina (33%), Vietnam (23%), Malaysia (17.5%), dan Thailand (16%). Selain itu, tambah farouk, fakta lain yang kurang menggembirakan terkait tingkat kematian Ibu dalam proses kelahiran (maternal mortality ratio), yang mencapai 177 untuk setiap 100,000 kelahiran, bandingkan dengan rata-rata negara maju (OECD) yang hanya berjumlah 14, jumlah ini bahkan melebihi Timor Leste yang berjumlah 142.

Persoalan yang serupa juga dapat dilihat dari jumlah kematian bayi (infant mortality rate), di mana untuk setiap 1000 kelahiran mencapai 21, jauh lebih tinggi dari Thailand (8) dan Malaysia (7).

Hal yang perlu digarisbawahi menurut Farouk adalah ledakan pandemic Covid-19 sekarang ini sesungguhnya adalah sekedar sebuah konsekuensi logis dari kesalahan paradigma pembangunan negara selama ini, yang mereduksi konsep pembangunan menjadi sekadar pertumbuhan ekonomi saja.

"Paradigma pembangunan yang seperti ini mengabaikan banyak aspek fundamental dari pembangunan itu sendiri, yang dalam hal ini adalah pembangunan sektor kesehatan yang berkualitas, ketiadaan inilah, yang pada gilirannya justru membuat perekonomian kita memburuk dan mundur ke belakang." ungkapnya.

Pada akhirnya, jelas Farouk, biaya yang dikeluarkan menjadi sangat mahal, BPK menyebutkan di akhir tahun 2020 bahwa total anggaran penanganan Covid-19 mencapai Rp. 1.035,2 triliun.

“Sebuah nilai yang fantastis, yang sekitar 13% nya saja disebutkan oleh Sri Mulyani di antaranya sudah bisa membiayai 9.352 jalan, atau 293.222 meter jembatan, atau 67.708 unit sekolah,” pungkas Farouk Alwyni.

212