Home Hukum Sejumlah Organisasi Tolak Revisi Perda 2/2020, Soroti Pidana

Sejumlah Organisasi Tolak Revisi Perda 2/2020, Soroti Pidana

Jakarta, Gatra.com –‎ Sejumlah organisasi masyarakat menolak revisi Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Corona Virus Disease 2019. Organisasi tersebut menyoroti rencana penambahan sanksi pidana dalam peraturan yang mengatur penanggulangan Covid-19. 

Organisasi yang menolak revisi Perda tersebut terdiri dari Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), Urban Poor Consortium (UPC), dan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta). Selain itu, terdapat Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).

Alasan mereka menolak revisi Perda tersebut adalah karena sanksi pidana berpotensi menerpa dan menyengasarkan masyarakat miskin kota yang menggantungkan hidup pada pekerjaan informal harian di luar rumah. Menurunnya, kondisi kesejahteraan membuat sanksi pidana tidak efektif dan tidak sensitif.

"Sebagaimana telah terdokumentasikan di berbagai peliputan media, masyarakat miskin terpaksa keluar rumah untuk dapat bertahan hidup," demikian pernyataan sejumlah organisasi di atas melalui keterangan tertulis yang diterima pada Minggu (25/7).

Alih-alih menambah sanksi pidana, konsistensi penegakan hukum, edukasi masyarakat. dan transparansi data, menurut mereka adalah hal-hal yang perlu dilakukan pemerintah untuk mendorong tertib hukum dalam masyarakat.

Alasan revisi tidak menyertai evaluasi dari pola komunikasi dan tanggung jawab hukum yang dipegang pemerintah dalam menangani Covid-19, dan dinilai cenderung menyalahkan warga atas meningkatnya penularan Covid-19.

Mereka juga berujar bahwa penegakan hukum protokol kesehatan menggunakan Perda 2/2020 di DKI Jakarta juga disebut belum konsisten dan adil kepada semua masyarakat.

"Hal tersebut seringkali memicu ketidakpercayaan publik pada pemerintah yang akan menghambat penanganan Covid-19," kata mereka.

Adapun alasan lain penolakan terhadap Perda ini adalah sanksi pidana untuk masyarakat yang dipandang sebagai bentuk pengalihan dari gagalnya pemerintah dalam melaksanakan tanggung jawab dalam Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan.

Pengendalian Covid-19, kata mereka, tidak akan berhasil jika tidak memberi jaminan kebutuhan hidup juga akses kesehatan yang layak dan gratis bagi seluruh lapisan masyarakat.

Menurut mereka, simpangsiurnya data penerima bantuan sosial di DKI Jakarta perlu diperbaiki, alih-alih memidanakan orang lain. Selain itu, transparansi informasi, realokasi anggaran, dan mekanisme aduan yang terukur juga bagi mereka perlu menjadi prioritas.

45