Home Hukum Soal Taman Nasional Komodo, Doni: Tinjau Kembali Kebijakan Pemerintah

Soal Taman Nasional Komodo, Doni: Tinjau Kembali Kebijakan Pemerintah

Jakarta, Gatra.com- Pegiat Konservasi Doni Parera menganggap permintaan dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) atau Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menyetop proyek infrastruktur Taman Nasional (TN) Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT) itu terlambat.

Namun itu sebetulnya merupakan momentum bagi pemerintah Indonesia untuk melihat kembali kebijakan-kebijakan yang telah dan akan mereka lakukan di kawasan TN Komodo. Hal ini disampaikannya melalui Zoom dalam diskusi media bertajuk "TN Komodo dalam Bahaya: Respon Publik terhadap Peringatan UNESCO kepada Pemerintah Indonesia", yang disiarkan langsung via kanal YouTube WALHI Nasional pada Kamis malam, (5/8).

"Jadi, ketika kita setuju bahwa situs ini menjadi warisan dunia, kita harus mau menerima bahwa kemudian setiap perubahan yang mau kita lakukan di sana itu harus atas persetujuan semua orang yang mewarisi situs ini, begitu," ucap Doni.

Ia pun menilai bahwasanya apa yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia itu membahayakan konservasi. Di mana hewan komodo sudah bertahan hidup jutaan tahun tanpa ada campur tangan manusia, namun sekarang dengan hanya beralasan ekonomi dan pariwisata maka mereka malah masuk ke habitat atau rumah satwa tersebut. Serta melakukan apa yang mereka pikir bagus untuknya, tanpa berpikir hal itu akan berdampak seperti apa untuk komodo ke depannya.

"Kita hanya mau mengakomodir, ini perusahaan-perusahaan rakus dari Jakarta yang hanya modal ijin saja mau merusak warisan dunia ini. Begitu pun pemerintah kita, buka jalan kepada orang-orang rakus bermodal surat ijin dari kementerian ini untuk merusak kawasan Taman Nasional Komodo ini. Konservasi dalam bahaya dan kemudian dibiarkan," ujar Doni.

"Pejabat-pejabat kita di Kementerian Kehutanan mungkin ada main mata dengan orang-orang yang telah memodali pemilu kali lalu kemudian meminta jatah untuk pengembalian modal mereka, menggadaikan Taman Nasional Komodo, seperti itu. Dan ini sangat membahayakan konservasi," imbuhnya.

Doni menambahkan, ada ketidakadilan terhadap masyarakat Kampung Komodo yang total populasinya sekitar 2 ribu jiwa yang hidup berjejal di dalam 17 hektar lahan. Menurutnya, jika berani merambat di luar itu akan berhadapan dengan hukum. Sementara, datanglah pengusaha yang bermodal surat ijin dan kemudian dikasih konsesi puluhan tahun untuk menggarap 600-an hektar. "Keadilan itu di mana?," tanyanya.

Padahal, kata Doni, masyarakat Kampung Komodo ini adalah agen konservasi sejati bagi Taman Nasional Komodo. Di mana mereka telah menyerahkan lahan itu untuk menjadi taman nasional tanpa adanya ganti rugi sedikitpun. Lalu dengan kearifan lokalnya, mereka menjaga komodo ini siang-malam, 24 jam dan menganggap seperti saudara mereka. 

"Kenapa pemerintah tidak kemudian memberdayakan mereka lewat koperasi atau lewat apa saja untuk mengelola wilayah itu? Kenapa dikasih ke pemodal yang jelas rakus? dia hanya mau mengambil keuntungan. Kalo komodo hilang ya selesai urusan dia, dia kembali ke Jakarta. Kita di sini [jika] ditinggalkan bagaimana?," tanyanya lagi.

"Himbauan dari UNESCO ini sangat baik untuk kita, bagi pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan yang telah dan akan mereka lakukan. Karena itu pertama membahayakan konservasi dan kedua tidak adil. Itu menurut saya," terang Doni.

43