Home Hukum Remisi 214 Napi Koruptor, Pengamat: Ciderai Rasa Keadilan

Remisi 214 Napi Koruptor, Pengamat: Ciderai Rasa Keadilan

Jakarta, Gatra.com – Kinerja Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) tidak kunjung menunjukan perbaikan setelah satu tahun lebih. Berbagai kebijakan yang dikeluarkan kerap menjadi sorotan karena dianggap bertentangan dan buang-buang anggaran.

 

Kebijakan itu adalah pemindahan narapidana narkotika ke lapas Nusakambangan yang dinilai membuang-buang waktu dan anggaran. Pasalnya, peredaran narkotika masih terus marak dan semua bermuara di balik jeruji besi.

 

Teranyar adalah kebijakan pemberian remisi kepada 214 narapidana koruptor belum lama ini. Hal itu dinilai telah menciderai masyarakat setelah mereka sebelumnya merugikan negara atas korupsi yang dilakukan, namun malah diberi keringanan.

 

Sosok Reynhard Silitonga itu sendiri memang memiliki rekam jejak sebagai Direktorat Narkoba di dua Polda. Namun, hal itu tak menjadi jaminan karena hingga kini Rutan dan Lapas masih menjadi tempat paling aman berbisnis narkoba bagi para bandar yang berstatus napi. 

 

Harapan Menkumham Yasonna Laoly sewaktu memilih Dirjen PAS dengan maksud memberantas peredaran narkoba di Rutan dan Lapas nyatanya tidak terealisasi. Namun Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebut 80% peredaran narkotika yang selama ini diungkap pihaknya berujung di dalam penjara. 

 

"Karena itu tadi bandarnya tidak bisa dihalangi, karena mau pindah ke mana bandar tetap aja bandar. Lapas ini tidak ada cara untuk menghambatnya, semua masuk Lapas sama," ujar Pengamat Kebijakan Lembaga dari Universitas Indonesia, Arthur Josias Simon Runturambi, kepada wartawan, Selasa (24/8).

 

Kebijakan memberi remisi 214 narapidana koruptor juga kembali membuat gempar masyarakat. Pasalnya, lanjut Arthur, mereka yang selama ini mencuri uang rakyat malah bisa bebas lebih awal setelah mendapatkan pemotongan hukuman.

 

Di sisi lain, Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mengaku heran dan mempertanyakan remisi yang diberikan oleh Kemenkumham kepada narapidana korupsi Djoko Tjandra. Sebab, Djoko Tjandra (Djoker) dinilai melakukan tindakan melawan hukum karena melarikan diri sebelum putusan perkara dibacakan pada 2009 silam.

 

"ICW mempertanyakan alasan Kemenkumham memberikan pengurangan hukuman berupa remisi umum hari kemerdekaan kepada Joko S Tjandra," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, kemarin.

 

Menurut Kurnia, persyaratan pemberian remisi tidak hanya bagi narapidana yang telah menjalani 1/3 masa tahanan, akan tetapi napi yang memiliki kelakuan baik. "Selain itu, jangan lupa, syarat untuk mendapatkan remisi sebagaimana diatur dalam Pasal 34 Ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tidak hanya mensyaratkan telah menjalani 1/3 masa pidana, melainkan juga berkelakuan baik," tutur dia.

 

"Maka dari itu, pertanyaan lanjutannya: apakah seseorang yang melarikan diri selama sebelas tahun dianggap berkelakuan baik oleh Kemenkumham?" ujarnya.

 

Dari kebijakan yang dikeluarkan Ditjen PAS, Menteri Hukum dan HAM diminta segera bertindak cepat. Jangan sampai institusi yang saat ini dipegang Reynhard Silitonga malah kembali membuat blunder. Karena hal itu pastinya akan membuat masyarakat semakin kecewa dengan sosok kepemimpinannya.

 

85