Home Politik Pengamat: Jangan Larang Publik Khawatir Wacana Presiden Tiga Periode

Pengamat: Jangan Larang Publik Khawatir Wacana Presiden Tiga Periode

Jakarta, Gatra.com – Pegiat pemilu, Titi Anggraini, mengungkapkan bahwa di tengah riuhnya wacana presiden tiga periode, publik tak boleh dilarang untuk mengkhawatirkan hal tersebut.

“Publik jangan dilarang untuk mengkhawatirkan ini. Kenapa publik jangan dilarang? Justru publik wajar kalau kemudian khawatir,” ujar Titi dalam sebuah webinar yang digelar oleh Muhammadiyah pada Senin, (13/9/2021).

Titi mengungkapkan bahwa kekhawatiran publik tersebut dapat dipandang wajar dan sangat beralasan. Pasalnya, sebagian publik menilai bahwa wacana presiden tiga periode tersebut tidak sesuai dengan konstitusi. Terlebih lagi, wacana tersebut juga dinilai sebagai salah satu agenda sisipan amandemen UUD 1945.

Walau begitu, Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, telah menjamin bahwa lembaga yang dipimpinnya tak pernah membahas hal tersebut dalam berbagai pertemuannya. Ia mengungkapkan bahwa sebetulnya yang ingin dibahas dari amandemen tersebut adalah reformulasi sistem perencanaan pembangunan nasional model Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) atau Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

Akan tetapi, politisi Demokrat, Benny Harman, mengkhawatirkan munculnya bentuk hukum yang lebih otoritarian, atau dari atas ke bawah (top-down), ketika PPHN berhasil dibentuk sebagai salah satu hasil amandemen UUD 1945 apabila dituangkan dalam bentuk Tap MPR dan bukan UU.

Dengan demikian, kekhawatiran publik akan wacana-wacana yang berkembang sejauh ini membanjiri ruang publik sampai ke berbagai level. Terlebih lagi, Titi melihat sudah ada satu kelompok yang menggaungkan wacana presiden tiga periode saat ini.

Titi memang tak menyebut nama kelompok tersebut. Akan tetapi, apabila ditelusuri lebih jauh, kelompok tersebut merujuk pada Jokpro—sebuah kelompok relawan Presiden Joko Widodo yang pertama kali mengkampanyekan wacana presiden tiga periode.

“Nah, pendukung presiden tiga periode pasti akan menggunakan momentum amandemen konstitusi untuk memperjuangkan dan mengadvokasi aspirasinya. Proses amandemen sangat dinamis. Tidak ada limitasi substansi secara absolut hanya pada soal PPHN,” ujar Titi.

“Jadi, publik saya kira juga tidak bisa dilarang-larang untuk khawatir karena realitas politiknya memungkinkan kekhawatiran itu untuk terjadi,” pungkas Titi.

135