Home Info Sawit Sepuluh Tahun ISPO, Sertifikasi Perlu Dipacu

Sepuluh Tahun ISPO, Sertifikasi Perlu Dipacu

Jakarta, Gatra.com- Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) adalah suatu kebijakan yang diambil Pemerintah Indonesia lewat Kementerian Pertanian untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia dan ikut berpartisipasi dalam rangka memenuhi komitmen Presiden Republik Indonesia untuk mengurangi gas rumah kaca serta memberi perhatian terhadap masalah lingkungan.

ISPO dibentuk pada tahun 2009 oleh pemerintah Indonesia untuk memastikan bahwa semua pihak pengusaha kelapa sawit memenuhi standar pertanian yang diizinkan. ISPO merupakan standar nasional minyak sawit pertama bagi suatu negara, dan negara lain kini mencoba mempertimbangkan untuk mengimplementasikan standar serupa di antara produsen minyak sawit.

Setelah sepuluh tahun, lahan sawit yang mendapatkan sertifikasi melalui Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) hingga Juni 2021 baru 5,8 juta hektare. Adapun jumlah sertifikat yang diterbitkan sebanyak 760 yang terdiri dari 746 perusahaan, 10 koperasi swadaya, dan 4 Koperasi Unit Desa (KUD) plasma.

“Kita lihat pencapaiannya semakin maju dan baik, bahkan sebanyak 139 sertifikat diterbitkan selama pandemi,” kata Ketua Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB) Achmad Manggabarani dalam webinar memperingati 10 tahun ISPO, Rabu (22/9).

Berdasarkan data Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), luasan lahan yang ditargetkan untuk mendapatkan sertifikasi ISPO adalah sebesar 16,38 juta hektar. Artinya, hingga Juni, jumlah lahan yang disertiikasi baru 35,4% dari target.

Sementara itu, jumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit nasional yang ditargetkan mendapatkan sertifikasi adalah sebanyak 2.056. Terbitnya sertifikasi ISPO dibagi tiga periode. Pertama, periode 2011-2015 berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No.19 Tahun 2011 dengan jumlah sertifikat ISPO untuk 127 perusahaan.

Kemudian, periode 2016-2019 berdasarkan Permentan No.11 Tahun 2015 sebanyak 494 sertifikat. Serta periode 2016-2019 berdasarkan Permentan No. 38 Tahun 2020 sebanyak 139 sertifikat.

Achmad Manggabarani berharap adanya percepatan implementasi sertifikasi ISPO bagi para pekebun dengan meningkatkan pemahaman dan komitmen pelaku usaha perkebunan, menyegerakan terbentuknya sekretariat komite ISPO, penyediaan dana untuk kegiatan penetapan kelas kebun bagi perusahaan dan Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan untuk Budidaya (STD-B) bagi perkebunan rakyat, serta penyediaan tenaga pendamping pekebun.

"Pembentukan sekretariat komite ISPO sebagai pelaksana harian ini sangat dibutuhkan, kalau bisa disegerakan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Ini harus menjadi prioritas kalau kita ingin mewujudkan percepatan sertifikasi ISPO,” kata dia.

Sementara itu, ketua umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan bahwa Gapki sebelumnya menargetkan seluruh anggotanya sudah tersertifikasi ISPO pada akhir 2020, namun terhambat karena adanya pandemi, dan adanya transisi sistem sertifikasi ISPO.

Joko menyebut, saat ini sudah 496 anggota Gapki yang menerima sertifikasi ISPO dan akan didorong upaya percepatan sertifikasi para anggota Gapki untuk mewujudkan target 100% anggota tersertifikasi ISPO.

Upaya yang dilakukan pun beragam, seperti melakukan pelatihan dan sosialisasi mengenai ISPO kepada anggota, bahkan Gapki membentuk satu komite khusus yang membidangi implementasi ISPO. “Kita tidak ada target lain selain seluruh anggota harus 100% tersertifikasi ISPO. Kita sudah lakukan apa yang bisa kita lakukan, ini tinggal masalah waktu saja,” katanya.