Home Ekonomi Nelayan Pati Tuntut Menteri Kelautan dan Perikanan Dicopot

Nelayan Pati Tuntut Menteri Kelautan dan Perikanan Dicopot

Pati, Gatra.com - Nelayan Juwana menggelar unjuk rasa di bantaran Sungai Silugonggo turut Desa Bendar, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Selasa (28/9). Selain membentangkan poster bernada penolakan, para nelayan pursein dan jaring tarik berkantong (cantrang) mengibarkan bendera putih pada setiap kapal. 

Aksi tersebut dilatarbelakangi adanya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Yang berimbas pada kenaikan PNBP dan PHP sebesar 400%. Mereka pun menuntut supaya Menteri Kelautan dan Perikanan dicopot dari jabatannya. 

Ketua Paguyuban Nelayan Mina Santosa (Jaring Tarik Berkantong), Hery Budianto mengatakan, adanya kebijakan tersebut sangat mencekik warga yang menggantungkan hidup dari melaut. Lantaran PNBP dan PHP naik secara ugal-ugalan tanpa melihat realita di lapangan. 

"Kenaikan ini sangat tidak masuk akal dan sangat memberatkan nelayan. Untuk membayar PNBP dan PHP saja, pendapatan nelayan sudah minus," ujarnya. 

Dikatakan Hery, perekonomian nelayan sudah sangat terpuruk digerus pandemi Covid-19. Belum selesai pagebluk, beban nelayan ditambah dengan kebijakan yang sangat merugikan bagi nelayan. Nelayan mengancam, bakal mogok nasional jika PP No 85 Tahun 2021 benar-benar diterapkan. 

"Kami minta agar PP 85 tersebut dicabut. Kalau tidak dicabut, kami para nelayan akan melakukan mogok masal melaut tingkat nasional," jelasnya.

Hery menyebut, adanya kenaikan PNBP dan PHP yang sebelumnya hanya Rp50 juta, tapi karena adanya itu, kenaikannya pun mencapai Rp350 juta pertahun. Padahal, untuk pendapatan kapal kantong berjaring sekali melaut tidak sampai sebesar itu.

"Untuk PHP sebelumnya hanya Rp500 ribu per Gross Ton (GT), tetapi sekarang naik 400 persen menjadi Rp3,3 juta per GT. Sedangkan untuk PNBP yang sebelumnya hanya Rp 40 ribu, sekarang menjadi Rp268 ribu per GT. Ini sangatlah berat sekali," bebernya.

Perwakilan Nelayan Pursin, Fauzan Nur Rokhim menyebut, munculnya PP 85 ini sangat memberatkan nelayan, terutama pada Pasal 2 (4). Sebab, dalam pasal tersebut terdapat penarikan praproduksi dan pascaproduksi.

"Lebih parahnya lagi, harga patokan ikan (HPI) itu tidak sesuai dengan HPI di pasaran ikan. Sementara HPI yang ditentukan pemerintah itu lebih berat. Kalau sebelumnya misalnya HPI itu Rp6.000, terjadi kenaikan 100%, yaitu Rp12.000," ungkapnya, Selasa (28/9).

Menurutnya, dengan penerapan pola pajak yang seperti itu, para nelayan tidak ada yang sanggup. Justru kebijakan tersebut sangat memberatkan nelayan. Sebelum adanya PP No 85, para nelayan Juwana juga kurang sejahtera. Sebab, selama tujuh bulan melaut, Anak Buah Kapal (ABK) terkadang hanya mendapatkan Rp2,5 juta, imbas dari berbagai penarikan pajak yang ada.

"Apalagi dengan adanya PP yang naiknya sampai 400%. Ini sangat memberatkan. Kalau PP ini tidak dicabut, kami akan melakukan mogok melaut nasional," tegasnya.

Nelayan menuntut, agar Menteri Kelautan dan Perikanan dicopot dari jabatannya. Mengingat selama ini nelayan belum pernah merasakan kebijakan yang benar-benar pro dengan nelayan. 

"Kami menuntut agar Menteri ini dicopot, karena kebijakannya sama sekali tidak ada yang pro dengan rakyat. Selama 5 tahun tidak ada kontribusi dari Menteri untuk memudahkan nelayan dalam melaut. Yang ada malah mencekik, adanya ini malah membunuh. Jadi kami minta copot Menteri," tegasnya. 
 

1397