Home Kesehatan Pandemi, Ketangguhan Masyarakat, Kesiapan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

Pandemi, Ketangguhan Masyarakat, Kesiapan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

Jakarta, Gatra.com — Lebih dari setahun perjalanan pandemi, persepsi masyarakat akan risiko pandemi COVID-19 dan kesiapan pelayanan gizi dan kesehatan ibu dan anak (KIA) mengalami perubahan. Masyarakat mulai beradaptasi dengan situasi pandemi dan hal ini memengaruhi ketangguhan dan strategi untuk meminimalkan dampaknya.

Pandemi tidak hanya berdampak pada sektor ekonomi dan kesehatan, tetapi juga berdampak pada hubungan dalam rumah tangga dan hubungan antara rumah tangga dengan masyarakat. Untuk mengatasinya, rumah tangga dan masyarakat melakukan berbagai strategi koping/adaptasi, baik yang berfokus pada penyelesaian masalah maupun pengendalian emosi.

Rumah tangga baru sebatas melakukan koping dan belum mengarah pada strategi adaptasi yang lebih permanen. Koping yang dilakukan rumah tangga masih berupa respons cepat dan bersifat sementara terhadap perubahan dan dampak pandemi. Peneliti senior SMERU, Ana Rosidha mengatakan, adaptasi dampak pandemi dilakukan dengan mengandalkan sistem organisasi masyarakat.

Beberapa pemerintah daerah menurutnya telah melakukan sejumlah inovasi teknis untuk mendukung kebijakan pengendalian/pengurangan dampak pandemi agar lebih efektif dan efisien. “Proses membangun ketangguhan masyarakat rentan pada masa pandemi COVID-19 masih panjang dan menghadapi berbagai tantangan,” ujar Ana dalam diskusi virtual di Jakarta pada Selasa (19/10).

Kolaborasi multipihak menurutnya sangat diperlukan guna mendukung proses pembentukan ketangguhan masyarakat. “Studi kami merekomendasikan agar pemerintah memperkuat kebijakan penanganan pandemi sehingga koheren antar dan di setiap level pemerintahan, memastikan konsistensi dalam pelaksanaannya dan responsif terhadap perubahan dampak pandemi yang dialami masyarakat,” kata Ana.

Persepsi risiko masyarakat juga perlu diperkuat melalui komunikasi risiko yang efektif untuk mengeliminasi rasa aman semu Selama lebih dari satu tahun pandemi, persepsi risiko masyarakat terhadap penularan COVID-19 berfluktuasi dan cenderung menurun. Situasi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk pertimbangan berbagai risiko pandemi dan rasa aman semu.

“Komunikasi risiko yang efektif dapat menjadi jalan mengatasi rasa aman semu sekaligus membangun perilaku adaptif masyarakat terhadap protokol kesehatan secara berkelanjutan dan konsisten,” ucapnya.

Kapasitas organisasi masyarakat, lanjut Ana, perlu diperkuat untuk mendukung adaptasi kolektif. Salah satunya dengan menggelar pelatihan bagi masyarakat yang menjadi relawan serta pelibatan dan fasilitasi masyarakat dalam program penanganan pandemi di tingkat komunitas.

Ketangguhan dalam menghadapi pandemi tidak hanya ditemukan pada tingkat individu atau masyarakat. Penyedia layanan kesehatan, termasuk layanan gizi dan KIA, juga menunjukkan kemampuannya untuk bertahan dalam memberikan layanan selama pandemi. Penyedia layanan kesehatan terus mengembangkan inovasi dengan berbagai penyesuaian selama pandemi. Kesiapan inovasi layanan gizi dan KIA memengaruhi kemampuan ibu untuk memanfaatkan layanan tersebut.

Temuan studi SMERU menunjukkan bahwa capaian layanan kesehatan ibu, bayi, dan balita sempat menurun sekitar 6 bulan pertama pandemi COVID-19. Pemerintah daerah menerapkan berbagai inovasi, mulai dari memperbanyak kunjungan rumah hingga memanfaatkan akses internet untuk layanan daring. Namun, berbagai faktor masih menghambat upaya inovasi layanan gizi dan KIA yang dilakukan.

Masalah struktural merupakan salah satu faktor penghambat akses ibu terhadap layanan gizi dan KIA Salah satu masalah struktural yang sudah lama ada, bahkan sebelum pandemi, adalah rendahnya kesadaran ibu dalam mengakses layanan gizi dan KIA. Permasalahan ini menghambat pencapaian target layanan kesehatan terutama di daerah.

Studi SMERU merekomendasikan agar pemerintah merumuskan strategi komunikasi khusus untuk memperdalam pemahaman ibu dan lingkungan pendukungnya mengenai virus corona serta layanan gizi dan KIA. Selain itu, upaya untuk terus memperluas layanan kesehatan tetap dilakukan, terutama di wilayah dengan akses layanan kesehatan yang terbatas.

“Upaya yang dapat dilakukan adalah terus meningkatkan sebaran tenaga kesehatan, mengoptimalkan program rumah tunggu, memperluas cakupan kepersertaan Progam JKN dan menambah kemitraan BPJS-Kesehatan dengan fasilitas kesehatan swasta,” kata peneliti SMERU, Nurmala Selly Saputri.

Layanan telemedisin dapat menjadi solusi jangka panjang atas permasalahan struktural dan permasalahan yang muncul akibat pandemi Di tengah pandemi, khususnya, ketakutan akan kemungkinan terpapar COVID-19 merupakan masalah yang mengemuka. Masalah ini teridentifikasi menyebabkan tertundanya layanan kesehatan yang seharusnya diterima ibu dan balita.

“Inovasi pelayanan oleh daerah tidak mudah dilakukan karena adanya faktor penghambat berasal dari permasalahan struktural yang terjadi sejak sebelum pandemi, antara lain kurangnya jumlah tenaga kesehatan, keterbatasan akses transportasi dan jalan, kesulitan ekonomi, maupun pengaruh budaya,” pungkas Nurmala.

271