Home Ekonomi P2T2: Hetikan Polemik, Berantas Mafia Tanah, Urusi Tanah Rakyat

P2T2: Hetikan Polemik, Berantas Mafia Tanah, Urusi Tanah Rakyat

Jakarta, Gatra.com – Direktur Eksekutif Perkumpulan Penggarap Tanah Terlantar (P2T2), Arman Suleman, meminta agar Wakil Ketua Komisi II DPR, Junimart Girsang dan pihak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menghentikan polemik terkait mafia tanah.

Arman dalam surat terbuka P2T2 kepada Juniver dan Kementerian ATR/BPN yang diterima Gatra.com pada Senin (25/10), menyampaikan, Juniver meminta Menteri ATR/BPN, Sofyan Djalil mengundurkan diri Kabinet Indonesia Maju.

Juru Bicara (Jubir) Kementerian ATR/ BPN, Teuku Taufiqulhadi, lanjut Arman, lantas meresponsnya secara masif. P2T2 pun menyesalkan hiruk pikuk pertikaian silang pendapat tersebut. Bahkan, masalah ini pun menjadi gorengan politis untuk mendorong dilakukan reshuffle.

“Maka disarankan agar kedua pihak lebih baik menghabiskan energi untuk memperbaiki apa yang dikritik, lalu wujudkan dengan lugas bantahan kritik itu ketimbang hanya berpolemik,” ujarnya.

Debat tersebut tidak produktif. Pasalnya, mafia tanah sudah ada sejak dahulu, jauh sebelum Sofyan Djalil menjabat sebagai menteri ATR/BPN dan Junimart menjadi anggota DPR RI.

P2T2 menyampaikan, permintaan Juniver agar Sofyan Djalil mengundurkan diri terdengar seolah benar. Namun sesungguhnya keliru. Pasalnya, Sofyan Djalil telah membuktikan ada mafia tanah di lingkup Kementerian ATR/BPN. Sofyan juga berani membentuk Satgas antimafia tanah di kementeriannya.

“Jadi dalam konteks mafia tanah kita lihat bahwa perilaku hitam ratusan anak buahnya diungkap oleh Sofyan Djalil dan diberi sanksi,” katanya.

Menurut Arman, jika lantas dari proses penghukuman terhadap para oknum di Kementerian ATR/BPN lalu dituduh bahwa sepertinya kementerian menjadi bagian dari mafia tanah, tentu itu adalah pemikiran yang jauh dari rasional.

“Sehingga jangan dorong Sofyan Djalil untuk mundur dari jabatan sebagai menteri karena alasan marak mafia tanah. Perlu dicermati secara benar dan adil terkait keberadaan mafia tanah tersebut,” katanya.

Soal polemik ini, lanjut Arman, P2T2 yang awalnya berdiri di Bogor, Jawa Barat, menyarankan kepada Junimart seyogyanya jika mengeritik soal distribusi tanah, sebaiknya dengan memberi solusi atau mewacanakan agar distribusi tanah bisa disinergikan dengan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Menurutnya, langkah tersebut bisa maksimal diformulasikan antara distribusi tanah dengan PTSL. Sebelumnya, PTSL kerap dilihat seperti bagi-bagi sertifikat semata, namun setelah kritik Junimart maka bisa saja Kementerian ATR/BPN memadukan distribusi tanah yang diorganisir Pemda untuk diusulkan ke BPN dari proses inventarisir Hak Guna Usaha (HGU) atau Hak Guna Bangunan (HGB) menjadi pembagian tanah kepada rakyat dengan pensertifikasian melalui PTSL.

"Saran kami, ideal jika Sofyan Djalil bisa memformulasikan ide itu bersama Pemda supaya lahan-lahan eks HGU atau HGB langsung saja didistribusikan kepada masyarakat dengan sertifikasi melalui PTSL,” ujarnya.

Arman mencontoh, konflik HGU PTPN II di Sumatera Utara (Sumut) yang diupayakan banyak kelompok masyarakat agar dilepas atau didistribusi kepada warga. Salah satunya dilakukan oleh kelompok Cinta Tanah Sumatera (CTS). Setelah diinventarisir oleh Pemerintah Provinsi Sumut, seharusnya 20% HGU menjadi eks HGU yang langsung didistribusi kepada rakyat melalui PTSL.

“Jadi, program PTSL sesuai program Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa terpenuhi bersamaan dengan terwujudnya asas pemerataan pemerolehan tanah melalui pola distribusi dan atau redistribusi tanah,” ujarnya.

Selanjutnya, kata Arman, soal masyarakat terdampak program PTSL seperti kerap ada kesalahan nama, ukuran, dan luasan oleh petugas BPN dan rekanannya, P2T2 berpendapat bahwa itu cenderung dipengaruhi PTSL mengejar target politik ketimbang target administratif.

“Karena itu, kami sarankan agar diperbaiki oleh Sofyan Djalil dengan tidak menjadikan PTSL bagian dari performa politik namun dikedepankan menjadi performa kinerja. Jangan dituding rekanan Kementerian ATR/BPN menghasilkan kinerja yang tidak sah, sebab mereka gunakan APBN,” katanya.

P2T2 menyarankan demikian, karena tanah yang diperpanjang HGU dan atau HGB-nya, ternyata menimbulkan efek ketidakadilan bagi masyarakat di sekitar area HGU atau HGB tersebut. Namun hal itu juga terjadi karena DPR RI gagal mengawasinya. Coba DPR cek apakah proses perpanjangan HGU atau HGB sudah dilakukan sesuai prosedur atau tidak.

“Lihat HGU PTPN II, diduga kuat Pemda Kabupaten Deli Serdang tidak beri rekomendasi tetapi HGU tetap saja diperpanjang. Lihat perpanjangan HGU atau HGB di Jawa Barat. Kabarnya, syarat-syarat adninistratifnya tidak dipenuhi saat perpanjangan. Istilahnya perpanjangan HGU atu HGB itu dikenal dilakukan dengan cara disalin,” ujarnya.

Kemudian, lanjut Arman, lihat juga bagaimana gubernur Sumut saat ini malah tidak maksimal melakukan inventarisir agar HGU itu bisa didistribusi. Lihat Gubernur Jabar dan Pemkab Bogor saat konflik distribusi dari HGU atau HGB.

“Bagaimana peran mereka? Kenapa Junimart tidak kritisi hal itu? Junimart benar terkait belum adil pemerolehan tanah negara untuk didapatkan rakyat secara perorangan, ketimbang pemerolehan terhadap perusahaan. Tetapi hal itu jangan total disalahkan kepada Sofyan Djalil. Harusnya Junimart bisa lebih bijaksana lagi,” katanya.

Masih dalam surat terbukanya, P2T2 menilai bahwa belajar dari posisi Sofyan Djalil saat ini tentu masih ada kesempatan beberapa waktu ke depan agar dia bisa maksimal memperbaiki kondisi buruk itu. Posisi Sofyan Djalil sudah nyaris mengetahui seluruh mental model personel petinggi di Kementerian ATR/BPN dan atau rekanan kementeriannya secara menyeluruh.

“Jadi, apa-apa yang dikritisi Junimart itu menurut kami perlu juga untuk secara cepat diperbaiki oleh Sofyan Djalil. Akan lebih mudah bagi Djalil untuk menuntaskan persoalan yang diteriakkan Junimart itu ketimbang Presiden harus menunjuk orang yang baru. Nanti orang baru tentu juga akan mengalami kendala-kendala seperti kinerja Sofyan saat awal,” ujarnya.

P2T2 mengharapkan agar hal-hal ideal yang diharapkan tersebut bisa dikedepankan Junimart serta Komisi II DPR RI agar bisa maksimal mengawal program pemerintah. Junimart menjadi bagian dari keberhasilan atau kegagalan tersebut.

Kalau semata-mata hanya untuk mengganti Sofyan Djalil, ujar Arman, pihaknya memprediksi bisa saja penggantinya malah lebih tidak mampu mengerjakan apa yang diharapkan oleh Junimart. Malah bisa jadi lebih cacat lagi kinerja kementerian itu. Kecuali penggantinya memang orang yang lebih mumpuni dari Sofyan Djalil di dunia pertanahan.

Mungkin, kata Arman, saat ini Junimart bisa memberi tahu lebih dahulu kepada masyarakat siapa orang yang berkaliber dalam bidang pertanahan yang bisa menggantikan Sofyan Djalil, baru P2T2 mau sepakat untuk berdiskusi tentang mengganti orang.

Menurutnya, pola untuk menghilangkan ketidakbaikan seperti yang diharapkan oleh Junimar Girsang dengan cara menukar Sofyan menurut hematnya adalah tindakan yang tidak baik dan tidak bijaksana.

“Lebih baik memberikan kesempatan kepada Djalil dengan catatan harus membersihkan orang-orang yang merusak reputasi kinerja kementerian yang dipimpinnya,” ujar Arman.

Idealnya, tandas Arman, jikalau semua pemangku kepentingan bersama-sama berupaya mendorong Komisi II DPR agar terus mengawasi dan maksimalisasi kinerja Sofyan. “Minimal untuk tahap awal mengawasi apa yang dikritik Junimart,” ujarnya.

440