Home Hukum Ribut Sengketa di Jakut, Anggota DPRD DKI Diminta Berperan

Ribut Sengketa di Jakut, Anggota DPRD DKI Diminta Berperan

Jakarta, Gatra.com – Perselisihan antara seorang warga Pluit, Jakarta Utara, bernama Chandra Gunawan dan seorang warga Cikupa, Tangerang, bernama The Tiau Hok terkait sengketa tanah di Jalan Kapuk Indah No.10, RT 2/RW 3, Kapuk Muara, Kec. Penjaringan, Kota Jakarta Utara terus berlanjut. Kasus keduanya kini melibatkan anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDIP, Johny Simanjuntak. 

 

The Tiau Hok melalui kuasa hukumnya, Iming Tesalonika, melaporkan kasus pembangunan tembok beton yang menutupi akses masuk ke lokasi tanah yang diklaim milik kliennya tersebut kepada DPRD DKI. 

 

Menurut Iming, pembangunan tembok tersebut dilakukan secara sepihak oleh Chandra Gunawan dan diduga menabrak Peraturan Daerah (Perda). Apalagi lokasi tersebut kata Iming, dijadikan tempat pembuangan sampah secara sembarangan. Anehnya, Pemda DKI Jakarta, dalam hal ini Wali Kota Jakarta Utara malah membiarkan hal tersebut terjadi. 

 

"Jadi kita memprotes kawan Pemda yang tidak menjalankan tugasnya dalam menegakan Perda. Jadi intinya itu saja," ujar Iming kepada wartawan, Senin (25/10). 

 

Iming melanjutkan, pihaknya melaporkan adanya pelanggaran tersebut kepada Johny selaku Anggota DPRD pada tanggal 18 Agustus 2021. Namun baru meninjau lokasi pada Senin (25/10/2021). Kehadiran Johny ke lokasi bersama Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Tim dari Pemda DKI Jakarta. 

 

"Saya kira Tim PDIP wajib menindaklanjuti keluhan dari warga, dari rakyat. Tim PDIP menindaklanjutinya dengan memanggil jajaran instansi yang terkait, yang dianggap bertanggung jawab dan berwenang menangani masalah ini," katanya. 

 

Usai meninjau lokasi, kata Iming, Johny menanyakan kepada Tim Pemda DKI terkait cor beton tersebut. Pemda tak mengetahui adanya sengketa tersebut. 

 

"Ini bertahun-tahun menghalangi akses, membuang sampah sembarangan tidak ditindaklanjuti. Jadi, anggota DPRD PDIP tersebut mempertanyakan ada apa dengan Pemda DKI. Tetapi rupanya dijawab oleh lurah dan camat bahwa mereka tidak tahu keadaan. Mereka tidak pernah tahu lokasi ini," katanya. 

 

"Jadi baru kali ini, Pak Lurahnya datang meninjau lokasi. Sepatutnya karena mereka punya kewajiban, punya tanggung jawab. Harusnya mereka kalau sudah disurati, harus ditindaklanjuti," tambahnya. 

 

Sejatinya kata Iming, DPRD sebagai lembaga politik bertugas mengawasi kewenangan-kewenangan yang dijalankan oleh Pemda. "Jadi kalau ada penyimpangan, ya sebagai lembaga politik, ia wajib mendengarkan suara rakyat," katanya. 

 

Sedangkan salah satu petugas yang bekerja di lokasi tersebut, Parno, mempertanyakan tudingan Iming yang mengatakan sampah tersebut mengganggu warga sekitar. 

 

"Bicara soal sampah yang mengganggu warga, warga yang mana? Di sini enggak ada warga. Adanya gudang-gudang. Sedangkan yang buang sampah itu bukan dari pihak kita. Justru kita ini malah dibuangin sampah. Setiap hari mengingatkan pedagang buang sampah, agar jangan buang sampah di situ," katanya. 

 

Apabila Pemda DKI Jakarta mau membuang sampah tersebut, kata Parno, tidak menjadi soal. Sebab hal tersebut menjadi tugas mereka untuk mengangkut sampah. 

 

"Ini mau dibuang, terima kasih. Masalahnya sampah itu, ada orang yang merasa terganggu, siapa orangnya? Saya yang juga tidak merasa terganggu," tukasnya. 

 

Sementara itu, Antonius Mon Safendy selaku kuasa hukum dari Chandra Gunawan menyambut baik upaya Johny Simanjuntak yang dengan niat baik memantau lokasi sampah yang berserakan di lokasi milik kliennya. 

 

"Sepanjang anggota DPRD itu datang melihat sampah di belakang ini ya, silakan saja ya. Sepanjang tidak memasuki substansi perkara," ujar Antonius kepada wartawan. 

 

Kalau tumpukan sampah tersebut, kata Antonius, mengganggu, sejatinya Dinas Kebersihan Pemprov DKI Jakarta segera mengangkut sampah tersebut demi Jakarta yang bersih dan sehat. 

 

"Artinya, kalau kemudian sampah ini dianggap mengganggu, kan ada dinas terkait, mau dibersihkan juga ya silakan. Kan kewenangan mereka. Tetapi yang pasti bukan kami-lah yang membuang sampah di sini. Seperti itu," tegasnya. 

 

Namun Antonius mempertanyakan keberadaan pelapor yang merupakan klien dari Iming. Padahal, kata Antonius, pelapor bukanlah warga sekitar lokasi penumpukan sampah tersebut.  

 

"Kita harus melihat bahwa pelapor ini bukan warga sekitar, bukan warga yang tinggal di lokasi. Jadi aneh kalau kemudian merasa terganggu. Harusnya yang merasa terganggu adalah orang-orang yang tinggal di sekitar," katanya. 

 

Antonius menegaskan, apabila kliennya melanggar Perda seperti yang dituding Iming, seyogyanya harus ada surat teguran secara administratif dari pihak terkait. 

 

"Berbicara yang membuang sampah, itu harus ada pembuktiannya. Siapa yang membuang sampah. Kalau kami yang membuang sampah ya ok, harus dibuktikan," tegasnya. 

 

Antonius menduga, laporan kuasa hukum The Tiau Hok perihal pembangunan tembok tersebut hanya merupakan kamuflase. 

 

"Permasalahan sebenarnya adalah perihal sengketa tanah antara klien kami dengan Saudara The Tiau Hok, yang lokasinya berada tidak jauh dari tembok tersebut. Tanah yang dibangun tembok itu bukan jalan umum tetapi tanah milik Chandra Gunawan," tegasnya. 

 

Sebelumnya, kata Antonius, Julio selaku istri dari The Tiau Hok pada tanggal 22 Mei 2021 dan tanggal 25 Juni 2021 melakukan pengrusakan terhadap tembok tersebut hingga rusak. "Klien telah membuat Laporan Polisi di Polres Jakarta Utara atas kasus itu," katanya. 

 

Perihal sengketa tanah tersebut, kata Antonius, The Tiau Hok telah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan No. B/1205/XI/2019/Dittipidum Mabes Polri.

 

"Pejabat BPN dan Lurah Kapuk Muara yang diduga kuat terlibat dalam perkara ini akan dilakukan pemberkasan terpisah [displitzing]," ujarnya.

 

369