Home Kesehatan PEPS: Tes PCR Kita Dikuasai Swasta, Terjadi Bisnis Kartel

PEPS: Tes PCR Kita Dikuasai Swasta, Terjadi Bisnis Kartel

Jakarta, Gatra.com - Managing Director Political Economy & Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mempertanyakan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) apakah termasuk hajat hidup orang banyak atau tidak. 

"Pertanyaannya adalah PCR ini termasuk hajat hidup orang banyak atau tidak?Jadi untuk hajat hidup orang banyak itu adalah monopoli. Itu harus diatur oleh negara," ujarnya, melalui Zoom dalam diskusi bertajuk "Bisnis Di Balik Pandemi" yang disiarkan langsung lewat YouTube Narasi Institute pada Jumat sore, (29/10).

Anthony mengatakan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 33 Ayat 2 menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai negara hajat hidup orang banyak, dikuasai negara. Menurutnya tak hanya itu saja, harganya pun harus diatur oleh negara.

Ia menuturkan seperti tarif listrik yang telah diatur oleh beberapa peraturan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), tarif Bahan Bakar Minyak (BBM) juga dikendalikan oleh Kementerian ESDM, meskipun kemungkinan banyak yang sudah dilanggar. Adapun tarif transportasi publik juga harus terdapat putusan dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub). 

"Jadi itulah gunanya hajat hidup orang banyak itu, pokok [UUD 1945] Pasal 33 [Ayat 2] harus dikuasai negara, harganya pun harus diatur oleh negara. Itu adalah benchmark untuk semuanya cabang-cabang monopoli," terang Anthony.

Ia mengatakan tes PCR itu termasuk cabang produksi yang sangat penting bagi negara karena pandemi. Serta termasuk cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Alasannya yakni karena semua masyarakat memerlukannya. Tes PCR diwajibkan untuk hal-hal tertentu, terutama untuk Testing, Tracing, dan Treatment (3T). 

"Nah tapi tes PCR kita dikuasai swasta. Harganya tidak diatur, terjadi harga satu harga. Apa artinya satu harga? Itu berarti terjadi harga kartel. Jadi ini terjadi di tes PCR ini, terjadi bisnis kartel. Hampir semuanya sama," ungkap Anthony. "Ini sudah terindikasi dengan adanya cartel pricing. Ini juga melanggar Undang-Undang Dasar Pasal 33 juga terindikasi melanggar Undang-Undang Anti Monopoli, tapi semuanya diam saja," imbuhnya.

908